Produsen tahu anggap kondisi saat ini lebih parah dari 1998

Selasa, 27 Agustus 2013 - 16:21 WIB
Produsen tahu anggap kondisi saat ini lebih parah dari 1998
Produsen tahu anggap kondisi saat ini lebih parah dari 1998
A A A
Sindonews.com - Para produsen tahu di Depok belum mengambil keputusan kapan akan melakukan mogok massal, terkait terus melambungnya harga kedelai impor akibat melemahnya rupiah.

Namun, bagi produsen yang masih bertahan, mereka sudah mulai menaikkan harga dan memperkecil ukuran tahu dan tempe. Produsen tahu di Pancoran Mas, Depok, Siti Kulsum mengatakan, saat ini kondisi para pedagang tahu di pasaran masih belum kompak untuk mematok kenaikan harga.

Selain itu, pihaknya juga belum mendapatkan instruksi dari asosiasi pedagang tahu terkait langkah selanjutnya. "Pasarannya enggak kompak, ada yang jualannya murah, ada yang mahal. Harusnya kompak biar pembeli mengerti," ujarnya, Selasa (27/8/2013).

Akibat daya beli masyarakat menurun, kata Siti, membuat omzet produksinya berkurang 30 persen. Per 10 kilogram (kg) tahu, Siti biasa meraup untung kotor Rp40 ribu.

"Namun sekarang untung hanya Rp30 ribu, itu pun kotor, belum kayu bakar, makan karyawan, listrik, karyawan saya ada empat orang, sejauh ini kami masih bertahan dan belum mengurangi karyawan, takutnya kedepan ramai," papar dia.

Setiap hari, Siti biasa memasarkan tahu ke Pasar Agung dan Pasar Musi. Dia juga mengaku sudah menjadi produsen tahu sejak 1982, dan kondisi ini paling terparah dibandingkan krisis moneter 1998.

"Bagi saya ini yang paling parah, waktu krisis 1998 kami masih bisa bertahan, karena dulu sembako pun masih lebih murah. Pabrik tahu persaingan juga masih sedikit, sekarang sudah ada puluhan di Depok, sekarang keuntungan makin tipis," tandasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3536 seconds (0.1#10.140)