Importir kedelai ngaku terpukul pelemahan rupiah
A
A
A
Sindonews.com - Banyak pelaku impor kedelai mengeluh dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang terjadi akhir-akhir ini.
Salah satunya dilontarkan oleh perwakilan Direksi PT FKS Multi Agro, Kusnarto yang mengaku impor kedelai terpengaruh depresiasi rupiah. Karena mayoritas importir membeli kedelai di AS dengan kurs dolar. Namun dijual di Indonesia dengan kurs rupiah, sehingga harganya melambung.
Hal tersebut membuat harga kedelai impor terus fluktuatif seiring bergejolaknya nilai tukar rupiah terhadap USD.
"Kita sebagai importir jadi bingung kalau rupiah terus seperti ini, maka tingkat kenaikan harga kedelai jadi berapa. Yang jelas setiap hari kami harus beli dolar," ujar dia di Gedung KPPU, Jakarta, Kamis (5/9/2013).
Pihaknya menuturkan, importir membeli kedelai impor dengan kurs dolar AS. Sementara, ketika menjual kedelai di dalam negeri dalam bentuk rupiah. Sehingga melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada tingkat kenaikan harga kedelai.
"Kita impor kedelai jadinya utang dalam bentuk dolar, di sisi lain kita jual kedelainya di pasar domestik menggunakan rupiah," ungkap dia.
Kusnarto mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah ini pengaruhnya sangat signifikan terhadap harga tempe dan tahu. Selain itu, pembebasan bea masuk kedelai sebesar 5 persen juga dirasakan tidak berpengaruh signifikan terhadap keuntungan para importir.
"Harga jual ke tingkat perajin Gakopti sekarang Rp8.900. Padahal sebelum rupiah terdepresiasi hanya Rp7.200. Bahkan sampai sekarang kita beli dengan kurs Rp12 ribu," pungkas dia.
Salah satunya dilontarkan oleh perwakilan Direksi PT FKS Multi Agro, Kusnarto yang mengaku impor kedelai terpengaruh depresiasi rupiah. Karena mayoritas importir membeli kedelai di AS dengan kurs dolar. Namun dijual di Indonesia dengan kurs rupiah, sehingga harganya melambung.
Hal tersebut membuat harga kedelai impor terus fluktuatif seiring bergejolaknya nilai tukar rupiah terhadap USD.
"Kita sebagai importir jadi bingung kalau rupiah terus seperti ini, maka tingkat kenaikan harga kedelai jadi berapa. Yang jelas setiap hari kami harus beli dolar," ujar dia di Gedung KPPU, Jakarta, Kamis (5/9/2013).
Pihaknya menuturkan, importir membeli kedelai impor dengan kurs dolar AS. Sementara, ketika menjual kedelai di dalam negeri dalam bentuk rupiah. Sehingga melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada tingkat kenaikan harga kedelai.
"Kita impor kedelai jadinya utang dalam bentuk dolar, di sisi lain kita jual kedelainya di pasar domestik menggunakan rupiah," ungkap dia.
Kusnarto mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah ini pengaruhnya sangat signifikan terhadap harga tempe dan tahu. Selain itu, pembebasan bea masuk kedelai sebesar 5 persen juga dirasakan tidak berpengaruh signifikan terhadap keuntungan para importir.
"Harga jual ke tingkat perajin Gakopti sekarang Rp8.900. Padahal sebelum rupiah terdepresiasi hanya Rp7.200. Bahkan sampai sekarang kita beli dengan kurs Rp12 ribu," pungkas dia.
(izz)