Defisit perdagangan akibat pemerintah pro pasar bebas
A
A
A
Sindonews.com - Indonesia Economic Development Studies (IEDS) menilai masalah serius neraca perdagangan selama ini akibat ketimpangan antara ekspor dan impor. Hal tersebut terjadi, kata IEDS, karena kebijakan pemerintah pro pasar bebas.
"Kita lihat saja, pemerintah pro pasar bebas membuka kran impor begitu besar. Ini yang membuat kita defisit perdagangan," ujar Direktur IEDS, Tjandra Irawan dalam siaran persnya, Sabtu (14/9/2013).
Berdasarkan penelitian IEDS, fakta krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat ini salah satunya akibat defisit neraca antara ekspor dan impor. Hingga periode Januari-Juni 2013, defisit neraca keuangan sekitar USD3 miliar. Di mana nilai impor periode itu mencapai USD94,36 miliar, sedangkan ekspor hanya USD91,05 miliar. Adapun nilai tukar rupiah semakin anjlok di posisi Rp11.474 per dolar AS/USD.
"Lihat dalam kasus kisruh impor kedelai, dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) komoditas kedelai saat ini saja membuat para petani, produsen kedelai, juga pengusaha tempe dan tahu menjerit. Karena di pasaran nyatanya harga kedelai mencapai Rp 9.200 per kilogram untuk kualitas standar. Sementara kualitas terbaik Rp 10.000 per kilogram," ungkapnya.
Menurut Tjandra, kebijakan impor akan terus memelihara sindikasi dan mafia impor yang selama ini diuntungkan. "Kita lihat siapa yang diuntungkan. Selama ini diduga ada yang bermain kuota impor. Kenapa impor komoditas diberikan dengan bebas kepada importir, bukan Bulog atau lembaga yang bertugas menstabilkan harga," tandasnya
"Kita lihat saja, pemerintah pro pasar bebas membuka kran impor begitu besar. Ini yang membuat kita defisit perdagangan," ujar Direktur IEDS, Tjandra Irawan dalam siaran persnya, Sabtu (14/9/2013).
Berdasarkan penelitian IEDS, fakta krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat ini salah satunya akibat defisit neraca antara ekspor dan impor. Hingga periode Januari-Juni 2013, defisit neraca keuangan sekitar USD3 miliar. Di mana nilai impor periode itu mencapai USD94,36 miliar, sedangkan ekspor hanya USD91,05 miliar. Adapun nilai tukar rupiah semakin anjlok di posisi Rp11.474 per dolar AS/USD.
"Lihat dalam kasus kisruh impor kedelai, dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) komoditas kedelai saat ini saja membuat para petani, produsen kedelai, juga pengusaha tempe dan tahu menjerit. Karena di pasaran nyatanya harga kedelai mencapai Rp 9.200 per kilogram untuk kualitas standar. Sementara kualitas terbaik Rp 10.000 per kilogram," ungkapnya.
Menurut Tjandra, kebijakan impor akan terus memelihara sindikasi dan mafia impor yang selama ini diuntungkan. "Kita lihat siapa yang diuntungkan. Selama ini diduga ada yang bermain kuota impor. Kenapa impor komoditas diberikan dengan bebas kepada importir, bukan Bulog atau lembaga yang bertugas menstabilkan harga," tandasnya
(dmd)