Industri kecil terancam bangkrut akibat ratifikasi FCTC

Selasa, 01 Oktober 2013 - 15:20 WIB
Industri kecil terancam...
Industri kecil terancam bangkrut akibat ratifikasi FCTC
A A A
Sindonews.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan diminta untuk tidak ngotot meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) WHO. Menurut peneliti Indonesia for Global Justice Salamuddin Daeng menuturkan, pasal-pasal dalam FCTC jika diratifikasi akan membawa konsekuensi yang besar terhadap ekonomi tembakau pada tingkat nasional.

Dia menjelaskan, kebijakan kontrol tembakau melalui sisi permintaan sebagaimana diatur dalam pasal 6-7 FCTC. Pasal itu mengatur tentang kebijakan pajak dan harga, serta non-harga untuk mengurangi permintaan terhadap tembakau akan berbentuk kebijakan kenaikan pajak, kenaikan cukai sebagai cara meningkatkan harga rokok.

Padahal dalam kenyataannya kebijakan kenaikan pajak atau cukai tembakau akan berimplikasi langsung terhadap kebangkrutan industri kecil. Cukai tembakau merupakan komponen biaya terbesar dalam industri tembakau yang harus dibayarkan sebelum berproduksi.

Kemudian di pasal 9-10 FCTC yang mengatur tentang aturan dan keterbukaan kepada publik, kandungan/komposisi produk tembakau dapat menjadi regulasi yang memberatkan bagi industri rumahan tembakau.

"Dibutuhkan biaya yang sangat besar bagi uji laboratorium, dan biaya lainnya yang harus dibayarkan pada instansi berwenang dalam menilai kandungan bahan bahan dalam rokok. Persyaratan ini akan sangat melelahkan bagi industri kecil dan menengah," jelas Salamudin Daeng dalam siaran persnya, Selasa (1/10/2013).

Dia menjelaskan, pasal 17 FCTC tentang mengendalikan sisi suplai tembakau melalui kegiatan ekonomi alternatif merupakan pasal yang selama ini telah menuai protes dari kalangan petani tembakau nasional.

Alhasil, jika pasal ini diberlakukan maka secara otomatis para petani akan kehilangan sumber pendapatannya. Bagi kalangan industri nasional pasal ini sangatlah membahayakan mengingat tidak adanya pasokan tembakau dari petani dalam menghasilkan kretek maka akan menimbulkan konsekuensi impor.

"Padahal impor dikendalikan oleh kartel internasional yang harganya tidak menentu. Selain itu tembakau-tembakau impor akan mengubah citarasa dari produk yang dihasilkan oleh industri nasional," tandas dia.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8233 seconds (0.1#10.140)