Sosialisasi kurang, pasar modal RI kalah saing
A
A
A
Sindonews.com - Direktur IT PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Adikin Basirun mengatakan, kapitalisasi pasar (marketing capitalization) Bursa Indonesia masih kalah saing dengan Malaysia.
Adikin melihat, kurangnya pemahaman masyarakat di luar pulau Jawa terhadap informasi-informasi mengenai pasar modal menjadi biang keladi masih banyaknya masyarakat yang belum mengerti prinsip investasi melalui produk saham. Hal tersebut menjadi alasan penetrasi pasar modal menjadi lamban.
"Kesadaran saham masih minim, mayoritas investor masih dari Jakarta. Dari 90 persen investor yang berasal di pulau Jawa, sekitar 80 persennya berasal dari Jakarta," kata Adikin di Land Mark Building, Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Padahal, kapitalisasi pasar Bursa Indonesia hingga tahun 2013 tercatat mencapai USD394 miliar, dimana dari tahun ke tahunnya tercatat tumbuh sebesar 30 persen. Hal tersebut, seharusnya dapat menjadi salah satu indikator yang bisa menarik investor untuk menanamkan investasinya di BEI.
Lambannya penetrasi pasal modal dapat dilihat dalam profil investasi, dimana sekitar 80 persen investasi berasal dari institusi, sedangkan sisanya retail. Sedikitnya porsi retail karena masih dibutuhkan sosialisasi lebih dalam kepada masyarakat mengenai industri pasar modal.
"Ini yang kita mau dukung dan kita sudah melakukan kerja sama dalam sertifikasi pelaku pasar modal dengan kampus, maka diharapkan sosialisasi dapat berjalan lebih baik dan akan menambah kapitalisasi pasar dan jumlah investor kita," katanya.
Menyinggung dominasi investor asing di BEI, Adikin menyebutkan porsi investor asing di Indonesia masih cukup besar dan cukup dominan mempengaruhi pertumbuhan indeks bursa saham.
"Porsi investor asing masih besar. Ketika mereka melakukan akumulasi beli ini akan menjadi pendorong pergerakan indeks, namun ketika mereka keluar itu terlihat bahwa dominasi investor asing sangat terasa dampaknya," ucap Adikin.
Adikin mengakui, pemahaman melalui edukasi pasar modal ke masyarakat itu masih sangat minim, oleh karena itu perlu tatap muka antara calon nasabah dengan perusahaan efek yang dituju.
"Aksesibilitas menjadi tantangan terbesar investor lokal, yang 90 persennya berasal dari pulau Jawa," pungkas dia.
Adikin melihat, kurangnya pemahaman masyarakat di luar pulau Jawa terhadap informasi-informasi mengenai pasar modal menjadi biang keladi masih banyaknya masyarakat yang belum mengerti prinsip investasi melalui produk saham. Hal tersebut menjadi alasan penetrasi pasar modal menjadi lamban.
"Kesadaran saham masih minim, mayoritas investor masih dari Jakarta. Dari 90 persen investor yang berasal di pulau Jawa, sekitar 80 persennya berasal dari Jakarta," kata Adikin di Land Mark Building, Jakarta, Rabu (23/10/2013).
Padahal, kapitalisasi pasar Bursa Indonesia hingga tahun 2013 tercatat mencapai USD394 miliar, dimana dari tahun ke tahunnya tercatat tumbuh sebesar 30 persen. Hal tersebut, seharusnya dapat menjadi salah satu indikator yang bisa menarik investor untuk menanamkan investasinya di BEI.
Lambannya penetrasi pasal modal dapat dilihat dalam profil investasi, dimana sekitar 80 persen investasi berasal dari institusi, sedangkan sisanya retail. Sedikitnya porsi retail karena masih dibutuhkan sosialisasi lebih dalam kepada masyarakat mengenai industri pasar modal.
"Ini yang kita mau dukung dan kita sudah melakukan kerja sama dalam sertifikasi pelaku pasar modal dengan kampus, maka diharapkan sosialisasi dapat berjalan lebih baik dan akan menambah kapitalisasi pasar dan jumlah investor kita," katanya.
Menyinggung dominasi investor asing di BEI, Adikin menyebutkan porsi investor asing di Indonesia masih cukup besar dan cukup dominan mempengaruhi pertumbuhan indeks bursa saham.
"Porsi investor asing masih besar. Ketika mereka melakukan akumulasi beli ini akan menjadi pendorong pergerakan indeks, namun ketika mereka keluar itu terlihat bahwa dominasi investor asing sangat terasa dampaknya," ucap Adikin.
Adikin mengakui, pemahaman melalui edukasi pasar modal ke masyarakat itu masih sangat minim, oleh karena itu perlu tatap muka antara calon nasabah dengan perusahaan efek yang dituju.
"Aksesibilitas menjadi tantangan terbesar investor lokal, yang 90 persennya berasal dari pulau Jawa," pungkas dia.
(rna)