Kadin: Perbankan pemerintah masih berorientasi bisnis
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Kadin Jabar Bidang Kemitraan dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Iwan Gunawan menilai, rendahnya penyaluran kredit bagi pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) menunjukkan perbankan pemerintah masih berorientasi bisnis semata.
Menurutnya, perbankan pemerintah cenderung mengejar kuantitas dalam penyaluran kredit, membidik debitur skala besar. Padahal, penyaluran kredit bagi usaha mikro berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan ini.
Dari sisi serapan tenaga kerja, kata dia, sektor usaha mikro dan kecil mampu menyerap sekitar 16 juta tenaga kerja. Dengan asumsi, sekitar 8,3 juta pelaku usaha di Jabar memiliki dua orang tenaga kerja.
"Masih banyak perbankan yang hanya memperhatikan sisi bisnis semata. Mereka belum serius mendorong ekonomi secara luas," kata dia, Senin (25/11/2013).
Iwan mengakui, secara nilai plafon kredit bagi pelaku UMK masih kecil dan tersebar. Kondisi tersebut menyebabkan biaya operasional perbankan membengkak. Namun, bunga yang ditanggung pelaku UKM juga cenderung lebih besar.
Ketika disinggung tingginya rasio kredit macet (non performing loan/NPL) usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Jabar sebesar 4,2 persen, Iwan menganggap tingginya NPL UMKM disebabkan ketidaksiapan SDM perbankan.
Banyak perbankan yang awalnya tidak menggarap UMKM, saat ini menggarap sektor tersebut. Akibatnya, proses seleksi calon debitur kurang maksimal. Perbankan, lanjut dia, mestinya meniru Bank BRI. Kredit UMKM Bank BRI tinggi namun NPL rendah.
Walaupun penyaluran kredit UMK masih rendah, namun komposisi penyaluran kredit bagi UMKM di Jabar masih cukup baik. Kantor Perwakilan Bank Indonesia wilayah VI Jabar Banten mencatat, penyaluran kredit UMKM di Jabar pada triwulan III/2013 mencapai Rp63,7 triliun.
Sekitar Rp172,9 triliun, diserap industri skala besar. Sektor UMKM menyerap sekitar 26,9 persen dari total kredit pada periode tersebut. Walaupun, pada triwulan III/2013 porsinya lebih rendah dari triwulan sebelumnya.
Menurutnya, perbankan pemerintah cenderung mengejar kuantitas dalam penyaluran kredit, membidik debitur skala besar. Padahal, penyaluran kredit bagi usaha mikro berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi di kawasan ini.
Dari sisi serapan tenaga kerja, kata dia, sektor usaha mikro dan kecil mampu menyerap sekitar 16 juta tenaga kerja. Dengan asumsi, sekitar 8,3 juta pelaku usaha di Jabar memiliki dua orang tenaga kerja.
"Masih banyak perbankan yang hanya memperhatikan sisi bisnis semata. Mereka belum serius mendorong ekonomi secara luas," kata dia, Senin (25/11/2013).
Iwan mengakui, secara nilai plafon kredit bagi pelaku UMK masih kecil dan tersebar. Kondisi tersebut menyebabkan biaya operasional perbankan membengkak. Namun, bunga yang ditanggung pelaku UKM juga cenderung lebih besar.
Ketika disinggung tingginya rasio kredit macet (non performing loan/NPL) usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Jabar sebesar 4,2 persen, Iwan menganggap tingginya NPL UMKM disebabkan ketidaksiapan SDM perbankan.
Banyak perbankan yang awalnya tidak menggarap UMKM, saat ini menggarap sektor tersebut. Akibatnya, proses seleksi calon debitur kurang maksimal. Perbankan, lanjut dia, mestinya meniru Bank BRI. Kredit UMKM Bank BRI tinggi namun NPL rendah.
Walaupun penyaluran kredit UMK masih rendah, namun komposisi penyaluran kredit bagi UMKM di Jabar masih cukup baik. Kantor Perwakilan Bank Indonesia wilayah VI Jabar Banten mencatat, penyaluran kredit UMKM di Jabar pada triwulan III/2013 mencapai Rp63,7 triliun.
Sekitar Rp172,9 triliun, diserap industri skala besar. Sektor UMKM menyerap sekitar 26,9 persen dari total kredit pada periode tersebut. Walaupun, pada triwulan III/2013 porsinya lebih rendah dari triwulan sebelumnya.
(izz)