Suku bunga UMKM melebihi sektor retail dan korporasi
A
A
A
Sindonews.com - Suku bunga yang diterapkan pada Usaha Mikro Kecih dan Menengah (UMKM) rupanya jauh lebih besar dibanding dengan sektor retail dan korporasi.
Pengamant Ekonomi dari Universitas Hasanuddin Yansor Djaya mengatakan, tingginya suku bunga bagi UMKM diyakini akan memberatkan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah untuk mengembangkan roda bisnisnya.
Dia mencontohkan, untuk kredit salah satu perbankan besar, kredit sektor UMKM dibebani suku bunga 19-22 persen. Untuk korporasi hanya 10 persen, sementara di sektor ritel 11 sampai 12 persen. Padahal idealnya, perbedaan suku bunga tersebut hanya di range satu persen saja.
Akibat tingginya suku bunga, kata dia, produk-produk lokal akan sulit bersaing dengan produk-produk luar negeri. Dengan suku bunga yang tinggi, UMKM juga terbebani biaya produksi yang tinggi.
“Kalau meminjam ke bank bunganya tinggi, bagaimana kita mau bersaing. Padahal UMKM itu adalah kekuatan ekonomi kita. Kalau terjadi gonjang-ganjing, yang solid adalah UMKM tersebut,” ungkapnya dalam dialog persaingan usaha yang sehat dalam industri perbankan terkait kredit usaha mikro yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di hotel Aryaduta, Makassar, Senin (25/11/2013).
Kepala Perwakilan BI Wilayah I Sulampua, Suhaedi mengatakan, tingginya suku bunga kredit bagi UMKM di Sulawesi Selatan menunjukkan sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi terjadinya Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet.
Meski demikian, dalam satu tahun terakhir, suku bunga kredit UMKM di Sulsel relative mengalami penurunan. Per September 2013, suku bunga UMKM Sulsel mencapai 13,95 persen. Khusus untuk usaha mikro September 2013 mencapai 15,50 persen, kredit usaha kecil 14,72 persen, dan usaha menengah pada level 12,53 persen.
Bandingkan dengan tahun sebelumnya di periode sama dimana tingkat suku bunga UMKM mencapai 14,06 persen, usaha mikro 16,69 persen, kredit usaha kecil 15,19 persen, dan usaha menengah 12,65 persen.
“Nah, kalau dibandingkan dengan suku bunga nasional, suku bunga UMKM Sulsel saat ini juga lebih tinggi. Nasional itu hanya 13,75 persen. Sehingga Sulsel lebih tinggi 0,25 persen,” jelasnya.
Meski demikian, mantan Kepala Perwakilan BI Manado ini menjamin jika ketersediaan dana yang cepat serta akses yang mudah bagi kredit UMKM tidak akan menyulitkan pelaku industri di sektor ini.
Hal ini, kata dia, tercermin dari penyerapan UMKM per September 2013 mencapai 29,15 persen dari total kredit di Sulsel atau lebih besar dibanding pangsa kredit UMKM secara nasional yang hanya mencapai 18,73 persen dari total penyaluran kredit secara nasional.
Sayangnya, tambah Suhaedi, walau masih di bawah ambang batas rasio NPL 5 persen, rasio NPL kredit UMKM di Sulsel relatif mengalami peningkatan. Per September 2013 mencapai Rp 1,092 miliar atau 4,71 persen.
“Makanya kami mengembangkan program finansial inclusion yang diharapkan akses dan resiko yang timbul semakin menurun. Apalagi Kadin Sulsel juga sudah menyatakan niatnya terlibat langsung dalam pembinaan UMKM,” urainya.
Sementara itu, Ketua Kadin Sulsel Zulkarnain Arif mengatakan, saat ini Sulsel memiliki 976 ribu UMKM. Menurutnya, ini adalah aset sebab mampu menyerap puluhan ribu tenaga kerja.
“Libatkan Kadin di dalamnya. Kami akan turun membina dan mengawasi. Sehingga kalau kredit UMKM macet maka silakan juga seret Kadin,” katanya.
Pengamant Ekonomi dari Universitas Hasanuddin Yansor Djaya mengatakan, tingginya suku bunga bagi UMKM diyakini akan memberatkan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah untuk mengembangkan roda bisnisnya.
Dia mencontohkan, untuk kredit salah satu perbankan besar, kredit sektor UMKM dibebani suku bunga 19-22 persen. Untuk korporasi hanya 10 persen, sementara di sektor ritel 11 sampai 12 persen. Padahal idealnya, perbedaan suku bunga tersebut hanya di range satu persen saja.
Akibat tingginya suku bunga, kata dia, produk-produk lokal akan sulit bersaing dengan produk-produk luar negeri. Dengan suku bunga yang tinggi, UMKM juga terbebani biaya produksi yang tinggi.
“Kalau meminjam ke bank bunganya tinggi, bagaimana kita mau bersaing. Padahal UMKM itu adalah kekuatan ekonomi kita. Kalau terjadi gonjang-ganjing, yang solid adalah UMKM tersebut,” ungkapnya dalam dialog persaingan usaha yang sehat dalam industri perbankan terkait kredit usaha mikro yang digelar Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di hotel Aryaduta, Makassar, Senin (25/11/2013).
Kepala Perwakilan BI Wilayah I Sulampua, Suhaedi mengatakan, tingginya suku bunga kredit bagi UMKM di Sulawesi Selatan menunjukkan sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi terjadinya Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet.
Meski demikian, dalam satu tahun terakhir, suku bunga kredit UMKM di Sulsel relative mengalami penurunan. Per September 2013, suku bunga UMKM Sulsel mencapai 13,95 persen. Khusus untuk usaha mikro September 2013 mencapai 15,50 persen, kredit usaha kecil 14,72 persen, dan usaha menengah pada level 12,53 persen.
Bandingkan dengan tahun sebelumnya di periode sama dimana tingkat suku bunga UMKM mencapai 14,06 persen, usaha mikro 16,69 persen, kredit usaha kecil 15,19 persen, dan usaha menengah 12,65 persen.
“Nah, kalau dibandingkan dengan suku bunga nasional, suku bunga UMKM Sulsel saat ini juga lebih tinggi. Nasional itu hanya 13,75 persen. Sehingga Sulsel lebih tinggi 0,25 persen,” jelasnya.
Meski demikian, mantan Kepala Perwakilan BI Manado ini menjamin jika ketersediaan dana yang cepat serta akses yang mudah bagi kredit UMKM tidak akan menyulitkan pelaku industri di sektor ini.
Hal ini, kata dia, tercermin dari penyerapan UMKM per September 2013 mencapai 29,15 persen dari total kredit di Sulsel atau lebih besar dibanding pangsa kredit UMKM secara nasional yang hanya mencapai 18,73 persen dari total penyaluran kredit secara nasional.
Sayangnya, tambah Suhaedi, walau masih di bawah ambang batas rasio NPL 5 persen, rasio NPL kredit UMKM di Sulsel relatif mengalami peningkatan. Per September 2013 mencapai Rp 1,092 miliar atau 4,71 persen.
“Makanya kami mengembangkan program finansial inclusion yang diharapkan akses dan resiko yang timbul semakin menurun. Apalagi Kadin Sulsel juga sudah menyatakan niatnya terlibat langsung dalam pembinaan UMKM,” urainya.
Sementara itu, Ketua Kadin Sulsel Zulkarnain Arif mengatakan, saat ini Sulsel memiliki 976 ribu UMKM. Menurutnya, ini adalah aset sebab mampu menyerap puluhan ribu tenaga kerja.
“Libatkan Kadin di dalamnya. Kami akan turun membina dan mengawasi. Sehingga kalau kredit UMKM macet maka silakan juga seret Kadin,” katanya.
(gpr)