DPR tak akan ubah UU Minerba
A
A
A
Sindonews.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegaskan tidak akan mengubah ketentuan kewajiban pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri yang diamanatkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengatakan, pemerintah harus menjalankan ketentuan kewajiban pembangunan smelter sesuai amanat UU Minerba.
"Pemerintah harus tegas dan tidak boleh berubah pendapat sedikit pun karena tekanan atau diancam pengusaha," kata dia di Jakarta, Selasa (26/11/2013).
Menurut dia, pemerintah harus konsisten mengikuti UU Minerba yang telah dibuat pemerintah dan DPR. Dia mengatakan, kalau ada perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan UU, maka ekspornya harus dihentikan.
Dia menambahkan, di negara lain, pelarangan ekspor bahan mentah tambang dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negaranya sendiri sudah lama diterapkan.
"Jadi, kenapa kita tidak seperti itu. Ini menjadi pertanyaan," ujarnya.
Sementara itu, Pengamat energi ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pemerintah sering kali membuat kebijakan tanpa kajian akademis terlebih dahulu, termasuk dalam hal kewajiban pembangunan smelter.
"Dalam hal ini, masalah utamanya memang ada di pemerintah. Kebijakan yang dibuat tidak menyeluruh dan tidak sungguh-sungguh menjalankannya, sehingga akibatnya seperti sekarang," katanya.
Dia meminta, pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh penolakan perusahaan tambang membangun smelter. Sejumlah perusahaan tambang skala besar seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara keberatan membangun smelter dengan alasan tidak ekonomis.
Di sisi lain, sejumlah perusahaan dari China dan Rusia tercatat berminat membangun smelter di Indonesia. Perusahaan tambang asal Rusia, Rusia Aluminium (Rusal) saat bertemu Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan siap membangun smelter aluminium dengan nilai investasi sekitar USD6 miliar, dengan syarat pemerintah Indonesia konsisten melaksanakan UU Minerba.
Demikian pula, perusahaan tambang raksasa asal Swiss, Glencore siap membangun smelter dengan syarat pemerintah melarang ekspor bahan tambang mentah. Mereka khawatir investasi miliaran USD yang ditanam menjadi sia-sia karena tidak mendapat bahan baku.
Sesuai UU Minerba, pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib memurnikan hasil tambangnya paling lambat 12 Januari 2014. Dengan ketentuan tersebut, pemegang kontrak karya yang merupakan perusahaan tambang mineral skala besar seperti Freeport dan Newmont wajib memurnikan hasil tambang emas, tembaga dan peraknya di dalam negeri.
Selama ini, perusahaan-perusahaan tersebut hanya sampai pada tahap pengolahan atau hingga menjadi konsentrat dan belum menjadi logam. Kewajiban pemurnian hingga berbentuk logam tersebut bisa dilakukan bekerja sama dengan perusahaan lain.
Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto mengatakan, pemerintah harus menjalankan ketentuan kewajiban pembangunan smelter sesuai amanat UU Minerba.
"Pemerintah harus tegas dan tidak boleh berubah pendapat sedikit pun karena tekanan atau diancam pengusaha," kata dia di Jakarta, Selasa (26/11/2013).
Menurut dia, pemerintah harus konsisten mengikuti UU Minerba yang telah dibuat pemerintah dan DPR. Dia mengatakan, kalau ada perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan UU, maka ekspornya harus dihentikan.
Dia menambahkan, di negara lain, pelarangan ekspor bahan mentah tambang dengan kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negaranya sendiri sudah lama diterapkan.
"Jadi, kenapa kita tidak seperti itu. Ini menjadi pertanyaan," ujarnya.
Sementara itu, Pengamat energi ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pemerintah sering kali membuat kebijakan tanpa kajian akademis terlebih dahulu, termasuk dalam hal kewajiban pembangunan smelter.
"Dalam hal ini, masalah utamanya memang ada di pemerintah. Kebijakan yang dibuat tidak menyeluruh dan tidak sungguh-sungguh menjalankannya, sehingga akibatnya seperti sekarang," katanya.
Dia meminta, pemerintah mengevaluasi secara menyeluruh penolakan perusahaan tambang membangun smelter. Sejumlah perusahaan tambang skala besar seperti PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara keberatan membangun smelter dengan alasan tidak ekonomis.
Di sisi lain, sejumlah perusahaan dari China dan Rusia tercatat berminat membangun smelter di Indonesia. Perusahaan tambang asal Rusia, Rusia Aluminium (Rusal) saat bertemu Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan siap membangun smelter aluminium dengan nilai investasi sekitar USD6 miliar, dengan syarat pemerintah Indonesia konsisten melaksanakan UU Minerba.
Demikian pula, perusahaan tambang raksasa asal Swiss, Glencore siap membangun smelter dengan syarat pemerintah melarang ekspor bahan tambang mentah. Mereka khawatir investasi miliaran USD yang ditanam menjadi sia-sia karena tidak mendapat bahan baku.
Sesuai UU Minerba, pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib memurnikan hasil tambangnya paling lambat 12 Januari 2014. Dengan ketentuan tersebut, pemegang kontrak karya yang merupakan perusahaan tambang mineral skala besar seperti Freeport dan Newmont wajib memurnikan hasil tambang emas, tembaga dan peraknya di dalam negeri.
Selama ini, perusahaan-perusahaan tersebut hanya sampai pada tahap pengolahan atau hingga menjadi konsentrat dan belum menjadi logam. Kewajiban pemurnian hingga berbentuk logam tersebut bisa dilakukan bekerja sama dengan perusahaan lain.
(rna)