Pemerintah dinilai langgar kebijakan pergulaan nasional
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) mempertanyakan keseriusan pemerintah dan dewan legislatif dalam pengurusan carut marut pergulaan nasional yang tak kunjung mengarah pada perbaikan.
Apegti juga menilai bahwa pemerintah telah berani melanggar sedikitnya delapan kebijakan pergulaan nasional. "Kita menyesalkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sendiri justru berani menabrak sana-sini aturan yang berlaku," kata Ketua Apegti, Natsir Mansyur dalam rilisnya, Senin (2/12/2013).
Pihaknya mengakui, kebijakan pergulaan nasional yang ada cukup baik, namun implementasi UU/Kepmen ini banyak dilanggar otoritas kebijakan Kemendag, Kemenperin, Kemenko Perekonomian, Kementan (DGI) dan Panja gula DPR Komisi VI.
Dia juga mengatakan, di negara India, Thailand, dan Brasil, manajemen pergulaan nasionalnya maju, karena kebijakannya ditaati pemerintah dan dunia usaha. Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia. Di mana, kebijakan pergulaan yang sudah dibuat bertahun-tahun justru dilanggar pemerintah.
"Jadi tidak mengherankan jika selalu muncul persoalan gula, karena akhirnya kebijakan yang dikeluarkan Kemendag adalah kebijakan spekulatif, sulitlah kita untuk maju di pergulaan ini," kata Natsir yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog.
Dia juga memaparkan, alasan permasalahan gula yang semakin kusut itu akibat tidak adanya solusi dan langkah penyelesaian yang menjadikan persoalan gula semakin kusut.
Permasalahan-permasalaahn itu antara lain, pembiaran perembesan gula rafinasi, audit perembesan gula rafinasi yang sudah tiga tahun tidak kunjung diumumkan, impor raw sugar yang masih besar hingga 3,2 juta ton.
"Persoalan lainnya adalah memberikan tiga izin baru industri rafinasi. Padahal di lain pihak industri gula rafinasi ini masuk DNI (daftar negatif infestasi)," ungkap Natsir.
Selain itu, terdapatnya kasus gula seludupan di kawasan perbatasan yang hanya diganti karungnya agar terlihat legal. Belum lagi dengan tidak berproduksinya PTPN 14 karena ada industri gula rafinasi di Makassar yang merembes ke pasar menjadikan gula petani tidak laku, karena sulit bersaing.
"Kasus tidak produksinya PTPN ini kemungkinan akan dialami pula oleh industri gula di Jawa," pungkas Natsir.
Berikut delapan kebijakan pergulaan yang disebut Apegti telah dilanggar pemerintah:
1. UU No 5/1984 Tentang Perindustrian
2. UU No 17/1986 Tentang Kepabeanan
3. Perpu No 8/1962 Tentang Perdagangan Barang dalam Pengawasan
4. PP No 11/1962 Tentang Perdagangan Barang dalam Pengawasan
5. PP No 17/1986 Tentang Kewenangan Pengaturan Pengembangan Industri
6. Keppres No 57/2004 Tentang Penetapan Gula Sebagai Barang dalam Pengawasan
7. Keputusan Menperindag No 527/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula
8. Keputusan Menperindag No 334/2004 Tentang Perubahan Keputusan Menperindag No 61/2004 Tentang Perdagangan Gula Antar Pulau
Apegti juga menilai bahwa pemerintah telah berani melanggar sedikitnya delapan kebijakan pergulaan nasional. "Kita menyesalkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sendiri justru berani menabrak sana-sini aturan yang berlaku," kata Ketua Apegti, Natsir Mansyur dalam rilisnya, Senin (2/12/2013).
Pihaknya mengakui, kebijakan pergulaan nasional yang ada cukup baik, namun implementasi UU/Kepmen ini banyak dilanggar otoritas kebijakan Kemendag, Kemenperin, Kemenko Perekonomian, Kementan (DGI) dan Panja gula DPR Komisi VI.
Dia juga mengatakan, di negara India, Thailand, dan Brasil, manajemen pergulaan nasionalnya maju, karena kebijakannya ditaati pemerintah dan dunia usaha. Hal ini sangat berbeda dengan Indonesia. Di mana, kebijakan pergulaan yang sudah dibuat bertahun-tahun justru dilanggar pemerintah.
"Jadi tidak mengherankan jika selalu muncul persoalan gula, karena akhirnya kebijakan yang dikeluarkan Kemendag adalah kebijakan spekulatif, sulitlah kita untuk maju di pergulaan ini," kata Natsir yang juga Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog.
Dia juga memaparkan, alasan permasalahan gula yang semakin kusut itu akibat tidak adanya solusi dan langkah penyelesaian yang menjadikan persoalan gula semakin kusut.
Permasalahan-permasalaahn itu antara lain, pembiaran perembesan gula rafinasi, audit perembesan gula rafinasi yang sudah tiga tahun tidak kunjung diumumkan, impor raw sugar yang masih besar hingga 3,2 juta ton.
"Persoalan lainnya adalah memberikan tiga izin baru industri rafinasi. Padahal di lain pihak industri gula rafinasi ini masuk DNI (daftar negatif infestasi)," ungkap Natsir.
Selain itu, terdapatnya kasus gula seludupan di kawasan perbatasan yang hanya diganti karungnya agar terlihat legal. Belum lagi dengan tidak berproduksinya PTPN 14 karena ada industri gula rafinasi di Makassar yang merembes ke pasar menjadikan gula petani tidak laku, karena sulit bersaing.
"Kasus tidak produksinya PTPN ini kemungkinan akan dialami pula oleh industri gula di Jawa," pungkas Natsir.
Berikut delapan kebijakan pergulaan yang disebut Apegti telah dilanggar pemerintah:
1. UU No 5/1984 Tentang Perindustrian
2. UU No 17/1986 Tentang Kepabeanan
3. Perpu No 8/1962 Tentang Perdagangan Barang dalam Pengawasan
4. PP No 11/1962 Tentang Perdagangan Barang dalam Pengawasan
5. PP No 17/1986 Tentang Kewenangan Pengaturan Pengembangan Industri
6. Keppres No 57/2004 Tentang Penetapan Gula Sebagai Barang dalam Pengawasan
7. Keputusan Menperindag No 527/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula
8. Keputusan Menperindag No 334/2004 Tentang Perubahan Keputusan Menperindag No 61/2004 Tentang Perdagangan Gula Antar Pulau
(izz)