Larangan ekspor mineral diindikasi permintaan kartel
A
A
A
Sindonews.com - Langkah pemerintah Indonesia untuk melarang ekspor mineral mentah ternyata bukan untuk kepentingan rakyat, tetapi diduga kuat datang dari permintaan kartel tambang asing.
Musyafaur Rahman dari Indonesia Economic Development Studies (IEDS) mengatakan, hal ini terlihat dari melonjaknya harga komoditi mineral secara signifikan yang berarti cadangan mineral di pasaran dunia mengalami penurunan dan dikuasai hanya oleh segelintir kelompok petambang level internasional saja.
"Pelarangan ekspor sendiri membuat kelompok ini mendapatkan keuntungan berlipat yaitu membunuh pesaing potensial atau petambang mineral Indonesia dan membuat harga komoditi mereka terjual dengan keuntungan berlipat karena pasar dunia hanya diisi oleh komoditi milik mereka," ujar Rahman dalam siaran persnya, Selasa (10/12/2013).
Rahman menambahkan, kartel tambang Internasional ini tidak akan terganggu kepentingannya mengingat sumber tambang mereka tidak hanya di Indonesia tapi juga di berbagai belahan dunia. "Mematikan suplai dari Indonesia jelas akan memberi mereka peluang untuk lebih lama lagi mengumpulkan kapital," nilainya.
Sementara dengan ketiadaan infrastruktur dan keengganan negara untuk mengelola SDA-nya sendiri, pembangunan smelter menjadi barang mahal dan menggerus kapital para petambang mineral nasional.
"Semangat UU Minerba yang ingin agar SDA di tanah air dapat mensejahterakan rakyat dijadikan cover oleh pemerintah untuk mengambil untung dari kartel internasional. Hal ini sangat berbahaya mengingat Pemilu 2014 sudah di depan mata," jelasnya.
Pertemuan intensif yang dilakukan pemerintah dengan berbagai petambang internasional diduga menjadi alasan utama adanya kebijakan yang secara ekonomi saat ini akan berimplikasi pada semakin terpuruknya nilai tukar rupiah akibat ketidakseimbangan neraca perdagangan dan ujung-ujungnya akan memberi peluang bagi kartel internasional masuk dan menentukan hasil pemilu 2014 lewat janji investasi.
Musyafaur Rahman dari Indonesia Economic Development Studies (IEDS) mengatakan, hal ini terlihat dari melonjaknya harga komoditi mineral secara signifikan yang berarti cadangan mineral di pasaran dunia mengalami penurunan dan dikuasai hanya oleh segelintir kelompok petambang level internasional saja.
"Pelarangan ekspor sendiri membuat kelompok ini mendapatkan keuntungan berlipat yaitu membunuh pesaing potensial atau petambang mineral Indonesia dan membuat harga komoditi mereka terjual dengan keuntungan berlipat karena pasar dunia hanya diisi oleh komoditi milik mereka," ujar Rahman dalam siaran persnya, Selasa (10/12/2013).
Rahman menambahkan, kartel tambang Internasional ini tidak akan terganggu kepentingannya mengingat sumber tambang mereka tidak hanya di Indonesia tapi juga di berbagai belahan dunia. "Mematikan suplai dari Indonesia jelas akan memberi mereka peluang untuk lebih lama lagi mengumpulkan kapital," nilainya.
Sementara dengan ketiadaan infrastruktur dan keengganan negara untuk mengelola SDA-nya sendiri, pembangunan smelter menjadi barang mahal dan menggerus kapital para petambang mineral nasional.
"Semangat UU Minerba yang ingin agar SDA di tanah air dapat mensejahterakan rakyat dijadikan cover oleh pemerintah untuk mengambil untung dari kartel internasional. Hal ini sangat berbahaya mengingat Pemilu 2014 sudah di depan mata," jelasnya.
Pertemuan intensif yang dilakukan pemerintah dengan berbagai petambang internasional diduga menjadi alasan utama adanya kebijakan yang secara ekonomi saat ini akan berimplikasi pada semakin terpuruknya nilai tukar rupiah akibat ketidakseimbangan neraca perdagangan dan ujung-ujungnya akan memberi peluang bagi kartel internasional masuk dan menentukan hasil pemilu 2014 lewat janji investasi.
(gpr)