DPR khawatir industri telekomunikasi didominasi asing

Selasa, 17 Desember 2013 - 16:13 WIB
DPR khawatir industri telekomunikasi didominasi asing
DPR khawatir industri telekomunikasi didominasi asing
A A A
Sindonews.com - Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya mengkhawatirkan merger PT XL Axiata Tbk dan PT Axis Telekom Indonesia (Axis) akan membuat industri telekomunikasi di Indonesia didominasi asing.

Dengan penguasan spektrum frekuensi yang lebih baik, namun dengan jumlah pelanggan yang tak sebanyak Telkomsel, XL diprediksi akan mampu menguasai pasar industri selular dalam tempo 3-5 tahun ke depan, khususnya layanan data.

"Di sinilah letak kejangalannya karena dengan jumlah spektrum yang sama dengan Telkomsel, padahal dari sisi kewajiban layanan, XL-Axis lebih ringan sebab jumlah pelanggan keduanya jika dijumlah baru sekitar 60 juta pengguna. Memang melebihi jumlah pelanggan Indosat yang melayani 55 juta, namun belum mampu menyamai Telkomsel yang harus melayani 128 juta pelanggan," ujar Tantowi di Jakarta, Selasa (17/12/2013).

Tantowi mengatakan, dengan jumlah pelanggan XL yang hanya setengah jumlah pelanggan Telkomsel, tentu akan mengakibatkan ketimpangan persaingan usaha. Apalagi dalam pemberian frekuensi tambahan baru eks Axis oleh pemerintah, XL cenderung diuntungkan karena memperoleh spektrum tanpa dibebani dengan tambahan kewajiban pembangunan layanan seluas Telkomsel.

Menurut Tantowi, salah satu kejanggalan yang mengemuka berupa pemberian frekuensi 1.800 MHz secara langsung adalah melanggar prosedur. Seharusnya jika mengacu kepada regulasi, frekuensi eks Axis harus ditarik dulu semuanya, baik 15 MHz di 1.800 MHz (2G) dan blok 11 dan 12 di 2100 MHz (3G).

Setelah itu baru direalokasikan kembali dengan cara seleksi dan evaluasi, sesuai Permenkominfo No.17 tahun 2005 dan PermenKominfo No.23 tahun 2010.

Tantowi menjelaskan, jika pemerintah menginginkan pemasukan negara yang maksimal seharusnya mereka mengalokasikan frekuensi 2.100 MHz (3G) kepada XL karena harga per MHz frekuensi ini jauh lebih mahal daripada 1.800 MHz (2G), sehingga Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga maksimal.

“Yang terjadi saat ini, pemerintah justru memberikan 1.800 MHz kepada XL yang notabene lebih murah, alias menghilangkan potensi keuntungan yang lebih besar. Jika frekuensi 2.100 MHz ditender lagi, belum tentu para operator berminat karena mereka sudah punya blok yang mencukupi. Makin besarlah kerugian negara," tutur dia.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5739 seconds (0.1#10.140)