Kewajiban pemurnian minerba masih jadi polemik

Rabu, 25 Desember 2013 - 17:28 WIB
Kewajiban pemurnian minerba masih jadi polemik
Kewajiban pemurnian minerba masih jadi polemik
A A A
Sindonews.com - Penerapan UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) masih menjadi polemik di kalangan pengusaha. Salah satu isu strategis yang dihadapi adalah kewajiban pemurnian.

Ketua Ikatan Alumni Tambang (Ikata) Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Setyo Sardjono mengatakan, walaupun keberadaan UU Minerba bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di Indonesia, namun ada sejumlah persoalan yang dihadapi para pengusaha tambang.

“Ada beberapa hal yang perlu disikapi terkait implementasi UU Minerba terhadap industri pertambangan. Salah satunya, wacana pemerintah untuk menaikkan royalti batu bara, kalau tidak disikapi hati-hati karena akan berdampak negatif bagi perusahaan tambang,” ujarnya, Rabu (25/12/2013).

Dalam diskusi Meretas Krisis Usaha Pertambangan, Setyo menuturkan, kenaikan royalti batu bara yang diminta pemerintah, memaksa perusahaan tambang untuk memperbarui biaya produksinya. Jika ongkos produksi yang diperoleh tidak sebanding dengan keuntungan, perusahaan tambang banyak yang akan gulung tikar. Dalam UU tersebut disebutkan kenaikan royalti meliputi kalori rendah naik dari 3 persen menjadi 5 persen, menengah dari 5 persen menjadi 7 persen dan bagus dari 8 persen menjadi 10 persen.

“Kewajiban perusahaan agar material mentah batu bara diolah di dalam negeri itu bagus karena akan menambah pendapatan negara. Hanya saja, kesiapan baik dari sumber daya manusia maupun teknologi masih belum maksimal. Ada beberapa perusahaan yang siap, tetapi banyak juga yang tidak,” papar Direktur Utama PT Agro City Kaltim ini.

Setyo menambahkan, hal yang ironis ialah di saat kondisi harga minyak mentah melambung, harga batu bara jutsru anjlok akibat krisis keuangan di Eropa. Harga batu bara dengan kandungan kalori 3600 saat ini turun dari 40US$ menjadi 23 US$.

Di sisi lain, pemerintah melarang ekspor bahan mentah mulai tahun depan. "Kami khawatir, bila pengusaha harus melakukan kewajiban pemurnian berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) karena biaya produksi yang ditanggung perusahaan sangat besar,” katanya.

Setyo berharap, pemerintah melindungi pengusaha tambang lokal. Dalam hal ini pemerintah harus tegas melarang ekspor batu bara demi memenuhi energi dalam negeri. Dan untuk mendukung penyerapan batu bara dalam negeri tinggi, menurutnya pemerintah bisa memperbanyak pembangunan perusahaan listrik tenaga uap (PLTU) dibandingkan lainnya.

“Kalau PLTU diperbanyak, batu bara kita bisa terserap tinggi untuk produksi dalam negeri dan biaya yang dikeluarkan PLN sebagai penggunanya juga rendah. Jangan PLN minta subsidi solar terus,” kritiknya.

Sementara itu, Pengamat Pertambangan Simon F Sembiring mengatakan, UU Minerba mengatur persyaratan wajib bagi pelaku usaha mineral di Indonesia agar mengelola material mentah di dalam negeri. Dengan kata lain, bahan baku tersebut tidak boleh diekspor dulu sebelum diolah di dalam negeri. Pengelolaan minerba pun harus memenuhi batas minimal pemurnian mineral yang telah diatur.

“Masalahnya, apakah waktu penerapan izin usaha pertambangan (IUP) sama dengan Kontrak Karya (KK)? Sampai saat ini, tidak ada KK yang mampu menyelesaikan feasibility study (FS). Untuk itu, usul saya perlu dilakukan revisi Permen No.07/2012 khusus untuk IUP agar lebih berkeadilan dan rasional,” usulnya.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6879 seconds (0.1#10.140)