Penjualan Mitratel berpotensi kurangi posisi tawar Telkom
A
A
A
Sindonews.com - Rencana penjualan anak usaha PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) atau Telkom, PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) dinilai berpotensi mengurangi posisi tawar Telkom di masa depan.
Koordinator Advokasi dan Investigasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi mengatakan, Telkom adalah perusahaan telekomunikasi dengan peringkat AAA yang sangat mudah mendapatkan pendanaan dari pasar finansial.
"Alasan bahwa penjualan menara untuk memudahkan Mitratel mendapatkan pendanaan sangat tidak tepat. TLKM memiliki nilai pasar Rp225 triliun atau hampir tujuh kali lipat dari perusahaan-perusahaan menara seperti Tower Bersama (TBIG) atau Sarana Menara," kata dia dalam rilisnya, Selasa (31/12/2013).
Uchok menuturkan, Telkom juga sebagai perusahaan dengan rasio utang yang jauh lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan menara lain. Sehingga jauh lebih mudah mendapatkan utang dibandingkan perusahaan menara mana pun.
Selain itu, Mitratel sendiri adalah perusahaan yang sangat menguntungkan dengan margin laba bersih sekitar 20 persen, jauh lebih baik dari TLKM. Mitratel juga memiliki captive market yang sangat besar, yaitu Telkom dan Telkomsel.
Uchok mengingatkan agar Telkom belajar dari Indosat. Di mana, perusahaan tersebut menjual 4.500 menara ke Tower Bersama. "Yang terjadi Tower Bersama membukukan laba yang sangat besar dengan margin laba hampir 50 persen. Sementara, Indosat mencatat kerugian sangat besar (Rp1,7 triliun) dalam sembilan bulan 2013, karena meningkatnya biaya sewa menara," katanya.
Sementara, Anggota Komisi VI DPR, Atte Sugandi mempertanyakan skenario TLKM yang memberikan kepercayaan kepada Tower Bersama, sedangkan Mitratel dikurangi. "Ada apa ini semua?" ujarnya.
Atte meminta jajaran direksi dan komisaris TLKM harus melihat dengan jernih permasalahan ini. "Saya kira dirut sama jajaran dan komisaris harus melihat dengan jernih masalah ini. Kalau kecenderungan dibeli perusahaan, bisa jadi melanggar UU No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," jelas politisi Partai Demokrat ini.
Karena itu, dia tidak setuju jika Mitratel dilepas karena akan sangat merugikan TLKM. "Mitratel tidak layak dijual, sekali merah putih tetap merah putih," tukasnya.
Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto menilai, saat ini nilai aset Mitratel sebesar Rp7,44 triliun. Jika dioptimalkan melalui penawaran perdana saham kepada publik (IPO), nilai asetnya bisa naik dua kali lipat menjadi Rp15 triliun.
Jika dilepas ke publik, pemerintah masih akan memiliki saham 51 persen. Sebaliknya, jika sahamnya dijual ke investor, harganya akan jauh lebih rendah. "Ini merupakan aset-aset strategis, bisnis TelkomVision dan tower telekomunikasi adalah bisnis masa depan," ujar dia.
Koordinator Advokasi dan Investigasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi mengatakan, Telkom adalah perusahaan telekomunikasi dengan peringkat AAA yang sangat mudah mendapatkan pendanaan dari pasar finansial.
"Alasan bahwa penjualan menara untuk memudahkan Mitratel mendapatkan pendanaan sangat tidak tepat. TLKM memiliki nilai pasar Rp225 triliun atau hampir tujuh kali lipat dari perusahaan-perusahaan menara seperti Tower Bersama (TBIG) atau Sarana Menara," kata dia dalam rilisnya, Selasa (31/12/2013).
Uchok menuturkan, Telkom juga sebagai perusahaan dengan rasio utang yang jauh lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan menara lain. Sehingga jauh lebih mudah mendapatkan utang dibandingkan perusahaan menara mana pun.
Selain itu, Mitratel sendiri adalah perusahaan yang sangat menguntungkan dengan margin laba bersih sekitar 20 persen, jauh lebih baik dari TLKM. Mitratel juga memiliki captive market yang sangat besar, yaitu Telkom dan Telkomsel.
Uchok mengingatkan agar Telkom belajar dari Indosat. Di mana, perusahaan tersebut menjual 4.500 menara ke Tower Bersama. "Yang terjadi Tower Bersama membukukan laba yang sangat besar dengan margin laba hampir 50 persen. Sementara, Indosat mencatat kerugian sangat besar (Rp1,7 triliun) dalam sembilan bulan 2013, karena meningkatnya biaya sewa menara," katanya.
Sementara, Anggota Komisi VI DPR, Atte Sugandi mempertanyakan skenario TLKM yang memberikan kepercayaan kepada Tower Bersama, sedangkan Mitratel dikurangi. "Ada apa ini semua?" ujarnya.
Atte meminta jajaran direksi dan komisaris TLKM harus melihat dengan jernih permasalahan ini. "Saya kira dirut sama jajaran dan komisaris harus melihat dengan jernih masalah ini. Kalau kecenderungan dibeli perusahaan, bisa jadi melanggar UU No 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," jelas politisi Partai Demokrat ini.
Karena itu, dia tidak setuju jika Mitratel dilepas karena akan sangat merugikan TLKM. "Mitratel tidak layak dijual, sekali merah putih tetap merah putih," tukasnya.
Ketua Komisi VI DPR RI, Airlangga Hartarto menilai, saat ini nilai aset Mitratel sebesar Rp7,44 triliun. Jika dioptimalkan melalui penawaran perdana saham kepada publik (IPO), nilai asetnya bisa naik dua kali lipat menjadi Rp15 triliun.
Jika dilepas ke publik, pemerintah masih akan memiliki saham 51 persen. Sebaliknya, jika sahamnya dijual ke investor, harganya akan jauh lebih rendah. "Ini merupakan aset-aset strategis, bisnis TelkomVision dan tower telekomunikasi adalah bisnis masa depan," ujar dia.
(izz)