Menanti Sepak Terjang Alexander Rusli Kembali ke Industri Telekomunikasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lama tidak terdengar, Alexander Rusli kini kembali ke industri telekomunikasi . Sejak 15 Juni 2020, pria kelahiran Sydney 49 tahun yang lalu tersebut telah resmi diangkat menjadi komisaris independent Link Net, perusahaan yang bergerak dalam jasa penyediaan akses internet dan cable tv.
Industri telekomunikasi bukanlah hal baru bagi Alexander Rusli. Pengalamannya di industri telekomunikasi juga tidak bisa dipandang sebelah mata.
Alex mulai bergabung dengan Indosat pada tahun 2010 sebagai komisaris independen. Karirnya melesat ketika pada tahun 2012 ditunjuk untuk menahkodai Indosat yang mana pada waktu itu merupakan salah satu operator telekomunikasi terbesar di Indonesia.
(Baca Juga: Bangun Satelit Berkecepatan Tinggi, Menteri Johnny Butuh Rp5,8 Triliun )
Jabatan CEO diembannya hingga berakhir pada tahun 2017 ketika Alex memutuskan untuk mengundurkan diri. Selama kepemimpinannya sebagai CEO di Indosat, banyak gebrakan dan sepak terjang yang dilakukan oleh Alexander Rusli.
Salah satu sepak terjangnya yang tidak bisa dilupakan pelaku industri telekomunikasi adalah penerapan tarif telepon dan internet yang sangat murah. Kebijakan ini jelas menarik banyak minat masyarakat sebagai pelanggan untuk beralih ke layanan telepon dan internet yang disediakan oleh Indosat.
Harga yang terlalu murah tersebut juga memaksa operator telekomunikasi lain untuk menurunkan harganya, dengan maksud tidak lain untuk mempertahankan pelanggan mereka agar tidak beralih ke Indosat. Aksi resiprokal antar operator inilah yang menimbulkan persaingan harga tidak berkelanjutan yang kemudian dikenal dengan nama perang tarif antar operator telekomunikasi.
Alex memang dikenal sebagai sosok yang tidak mudah gentar. Dalam menjalankan strategi perang tarif, Alex yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) bahkan tidak segan-segan secara terbuka mengajak para operator telekomunikasi untuk “mengeroyok” Telkomsel sebagai operator terbesar.
“Saya minta kepada yang lainnya (XL dkk) untuk bersuara. Jangan takut untuk bicara, ini demi kepentingan bersama," papar Alex di tahun 2016.
Perang tarif yang diinisiasi oleh Alex berubah menjadi boomerang. Strategi untuk memenangkan pasar malah berujung malapetaka bagi industri telekomunikasi. Banyak operator telekomunikasi dibuat berdarah-darah secara finansial.
Industri telekomunikasi bukanlah hal baru bagi Alexander Rusli. Pengalamannya di industri telekomunikasi juga tidak bisa dipandang sebelah mata.
Alex mulai bergabung dengan Indosat pada tahun 2010 sebagai komisaris independen. Karirnya melesat ketika pada tahun 2012 ditunjuk untuk menahkodai Indosat yang mana pada waktu itu merupakan salah satu operator telekomunikasi terbesar di Indonesia.
(Baca Juga: Bangun Satelit Berkecepatan Tinggi, Menteri Johnny Butuh Rp5,8 Triliun )
Jabatan CEO diembannya hingga berakhir pada tahun 2017 ketika Alex memutuskan untuk mengundurkan diri. Selama kepemimpinannya sebagai CEO di Indosat, banyak gebrakan dan sepak terjang yang dilakukan oleh Alexander Rusli.
Salah satu sepak terjangnya yang tidak bisa dilupakan pelaku industri telekomunikasi adalah penerapan tarif telepon dan internet yang sangat murah. Kebijakan ini jelas menarik banyak minat masyarakat sebagai pelanggan untuk beralih ke layanan telepon dan internet yang disediakan oleh Indosat.
Harga yang terlalu murah tersebut juga memaksa operator telekomunikasi lain untuk menurunkan harganya, dengan maksud tidak lain untuk mempertahankan pelanggan mereka agar tidak beralih ke Indosat. Aksi resiprokal antar operator inilah yang menimbulkan persaingan harga tidak berkelanjutan yang kemudian dikenal dengan nama perang tarif antar operator telekomunikasi.
Alex memang dikenal sebagai sosok yang tidak mudah gentar. Dalam menjalankan strategi perang tarif, Alex yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) bahkan tidak segan-segan secara terbuka mengajak para operator telekomunikasi untuk “mengeroyok” Telkomsel sebagai operator terbesar.
“Saya minta kepada yang lainnya (XL dkk) untuk bersuara. Jangan takut untuk bicara, ini demi kepentingan bersama," papar Alex di tahun 2016.
Perang tarif yang diinisiasi oleh Alex berubah menjadi boomerang. Strategi untuk memenangkan pasar malah berujung malapetaka bagi industri telekomunikasi. Banyak operator telekomunikasi dibuat berdarah-darah secara finansial.