Pemerintah didesak publikasikan daerah pengendap APBN
A
A
A
Sindonews.com - Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mendesak pemerintah segera mempublikasikan daftar pemerintah daerah (pemda) yang mengendapkan anggaran daerah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kami mendesak pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk segera mempublikasikan kepada masyarakat, daerah mana saja yang mengendapkan anggaran daerahnya,” ujar dia dalam rilisnya, Senin (13/1/2014).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dana daerah yang mengendap hingga akhir tahun anggaran 2013 mencapai Rp109 triliun atau meningkat Rp10 triliun dibanding akhir 2012 senilai Rp99,24 triliun. Jika dibanding 2002 melonjak signifikan, di mana pada tahun itu tercatat Rp22,18 triliun.
"Artinya dalam kurun waktu 11 tahun terjadi peningkatan pengendapan anggaran daerah sebesar lima kali lipat. Ini menunjukkan tidak adanya perencanaan anggaran daerha yang dirancang secara optimal bagi kesejahteraan rakyat," ujar Harry.
Menurut dia, perencanaan dan alokasi pembiayaan setiap daerah seharusnya dilakukan sebelum mata anggaran, pos kegiatan dan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut diketok palu.
Apalagi, dia menambahkan, dalam skema penyusunan anggaran yang dikembangkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), setiap daerah dipersilakan mengusulkan total anggaran APBD berikut pos-pos kegiatan yang akan dilaksanakan oleh daerah tersebut.
Usulan tersebut, dibawa dalam musyawarah perencanaan pembangunan daerah (Musrenbangda), baik tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Selama proses Musrenbangda itu, kata dia, tak jarang usulan daerah untuk suatu kegiatan dan besaran anggarannya mengalami perubahan, bahkan penghapusan karena belum menjadi kegiatan prioritas.
Dalam hal ini, Harry menjelaskan, Bappenas melakukan asistensi bagi setiap daerah dalam penyusunan program kegiatan dan alokasi anggarannya. Selepas Musrenbangda, Bappenas kemudian melakukan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) untuk segera memutuskan total anggaran bagi setiap daerah.
Melihat ketatnya skema dan proses penetapan total anggaran bagi setiap daerah, dia berpendapatan, seharusnya membuat setiap daerah menghargai dan mengoptimalkan dana daerah yang diterimanya untuk meningkatkan sektor infrastrastruktur dan sektor lainnya demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
“Tapi, tampaknya daerah tidak perduli. Jadi, kami mendesak pemerintah pusat untuk mempublikasikan saja daerah-daerah yang tidak perduli itu. Mudah-mudahan mereka malu dan ke depannya bisa mengoptimalkan setiap rupiah yang dikucurkan ke daerah tersebut untuk pembangunan,” tutur Harry.
Dengan publikasi tersebut, masyarakat akan tahu seperti apa kinerja pemimpin daerahnya dan rakyat bisa memberikan sanksi sosial atas kegagalan pemdanya.
Selain itu, menurut dia, Kemenkeu juga harus merumuskan faktor yang menyebabkan terjadinya penyerapan anggaran yang tidak maksimal karena bisa saja kesalahan terjadi akibat kebijakan pemerintah pusat.
"Kami mendesak pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) untuk segera mempublikasikan kepada masyarakat, daerah mana saja yang mengendapkan anggaran daerahnya,” ujar dia dalam rilisnya, Senin (13/1/2014).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, dana daerah yang mengendap hingga akhir tahun anggaran 2013 mencapai Rp109 triliun atau meningkat Rp10 triliun dibanding akhir 2012 senilai Rp99,24 triliun. Jika dibanding 2002 melonjak signifikan, di mana pada tahun itu tercatat Rp22,18 triliun.
"Artinya dalam kurun waktu 11 tahun terjadi peningkatan pengendapan anggaran daerah sebesar lima kali lipat. Ini menunjukkan tidak adanya perencanaan anggaran daerha yang dirancang secara optimal bagi kesejahteraan rakyat," ujar Harry.
Menurut dia, perencanaan dan alokasi pembiayaan setiap daerah seharusnya dilakukan sebelum mata anggaran, pos kegiatan dan total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut diketok palu.
Apalagi, dia menambahkan, dalam skema penyusunan anggaran yang dikembangkan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), setiap daerah dipersilakan mengusulkan total anggaran APBD berikut pos-pos kegiatan yang akan dilaksanakan oleh daerah tersebut.
Usulan tersebut, dibawa dalam musyawarah perencanaan pembangunan daerah (Musrenbangda), baik tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Selama proses Musrenbangda itu, kata dia, tak jarang usulan daerah untuk suatu kegiatan dan besaran anggarannya mengalami perubahan, bahkan penghapusan karena belum menjadi kegiatan prioritas.
Dalam hal ini, Harry menjelaskan, Bappenas melakukan asistensi bagi setiap daerah dalam penyusunan program kegiatan dan alokasi anggarannya. Selepas Musrenbangda, Bappenas kemudian melakukan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) untuk segera memutuskan total anggaran bagi setiap daerah.
Melihat ketatnya skema dan proses penetapan total anggaran bagi setiap daerah, dia berpendapatan, seharusnya membuat setiap daerah menghargai dan mengoptimalkan dana daerah yang diterimanya untuk meningkatkan sektor infrastrastruktur dan sektor lainnya demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
“Tapi, tampaknya daerah tidak perduli. Jadi, kami mendesak pemerintah pusat untuk mempublikasikan saja daerah-daerah yang tidak perduli itu. Mudah-mudahan mereka malu dan ke depannya bisa mengoptimalkan setiap rupiah yang dikucurkan ke daerah tersebut untuk pembangunan,” tutur Harry.
Dengan publikasi tersebut, masyarakat akan tahu seperti apa kinerja pemimpin daerahnya dan rakyat bisa memberikan sanksi sosial atas kegagalan pemdanya.
Selain itu, menurut dia, Kemenkeu juga harus merumuskan faktor yang menyebabkan terjadinya penyerapan anggaran yang tidak maksimal karena bisa saja kesalahan terjadi akibat kebijakan pemerintah pusat.
(rna)