Ini alasan perajin tahu-tempe pilih kedelai impor
A
A
A
Sindonews.com - Perajin-perajin tempe dan tahu masih enggan untuk menggunakan kedelai lokal sebagai bahan pokok produksinya. Para perajin lebih memilih menggunakan kedelai impor.
Salah satu perajin tahu, Warsito dari Kelompok Swadaya Masyarakat KSM Mandiri Lestari Tandang Tembalang Kota Semarang mengaku, sebenarnya secara kualitas tidak jauh berbeda dengan kedelai impor.
Hanya saja, kata Dia, kedelai lokal kadar airnya masih cukup tinggi, sementara untuk kedelai impor sangat kering dan cukup bagus untuk bahan baku pembuatan tempe dan tahu.
“Bukan kita tidak mau menggunakan hasil bumi sendiri (lokal) tetapi memang dari lokal rata-rata dijual belum benar-benar kering, dan banyak juga yang kotor bercampur dengan tanah, ranting dan daun,” ujarnya.
Jika kedelai lokal bisa benar-benar kering, bersih dan harganya relatif sama dengan kedelai impor, para perajin tempe tidak masalah menggunakan kedelai lokal. “Kalau kadungan airnya masih tinggi tidak bagus untuk dibuat tempe atau tahu karena hasilnya akan lembek,” imbuhnya.
Disisi lain, kata dia, di luar faktor kualitas kedelai, penggunaan kedelai impor dikarenakan stoknya cukup melimpah dan tidak pernah kekurangan. Hal ini berbeda dengan stok kedelai lokal, yang hanya melipah di saat panen raya, sementara ketika panen usai sudah tidak memiliki stok lagi.
“Sekarang ini kendalanya adalah petani kedelai, terlalu terburu-buru dalam menjual hasil buminya kepada tengkulak,” kata dia.
Warsito menambahkan, sejuah ini untuk pasokan kedelai impor tidak pernah ada masalah dan tetap lancar setiap hari. Untuk harganya pun relatif stabil, sejak Desember lalu yakni di kisaran Rp8.100-Rp8.300. Stabilnya harga kedelai ini, membuat perajin lebih tenang.
Ketua Lembaga pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Ngargono, mendorong para perajin tempe untuk menggunakan kedelai lokal dari pada kedelai impor. Dengan terlalu bergantung pada kedelai impor dikhawatirkan akan berdampak pada hilangnya kedelai lokal di pasaran.
Dia berpendapat, jika semakin banyak perajin yang menggunakan kedelai lokal, maka akan semakin banyak kebutuhan, para petani kedelai akan semakin meningkatkan produktivitasnya.
“Kalau produksinya sudah banyak, maka kedelai lokal akan membanjiri pasaran, sehingga para perajin tidak tergantung pada kedelai impor lagi,” katanya.
Salah satu perajin tahu, Warsito dari Kelompok Swadaya Masyarakat KSM Mandiri Lestari Tandang Tembalang Kota Semarang mengaku, sebenarnya secara kualitas tidak jauh berbeda dengan kedelai impor.
Hanya saja, kata Dia, kedelai lokal kadar airnya masih cukup tinggi, sementara untuk kedelai impor sangat kering dan cukup bagus untuk bahan baku pembuatan tempe dan tahu.
“Bukan kita tidak mau menggunakan hasil bumi sendiri (lokal) tetapi memang dari lokal rata-rata dijual belum benar-benar kering, dan banyak juga yang kotor bercampur dengan tanah, ranting dan daun,” ujarnya.
Jika kedelai lokal bisa benar-benar kering, bersih dan harganya relatif sama dengan kedelai impor, para perajin tempe tidak masalah menggunakan kedelai lokal. “Kalau kadungan airnya masih tinggi tidak bagus untuk dibuat tempe atau tahu karena hasilnya akan lembek,” imbuhnya.
Disisi lain, kata dia, di luar faktor kualitas kedelai, penggunaan kedelai impor dikarenakan stoknya cukup melimpah dan tidak pernah kekurangan. Hal ini berbeda dengan stok kedelai lokal, yang hanya melipah di saat panen raya, sementara ketika panen usai sudah tidak memiliki stok lagi.
“Sekarang ini kendalanya adalah petani kedelai, terlalu terburu-buru dalam menjual hasil buminya kepada tengkulak,” kata dia.
Warsito menambahkan, sejuah ini untuk pasokan kedelai impor tidak pernah ada masalah dan tetap lancar setiap hari. Untuk harganya pun relatif stabil, sejak Desember lalu yakni di kisaran Rp8.100-Rp8.300. Stabilnya harga kedelai ini, membuat perajin lebih tenang.
Ketua Lembaga pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Ngargono, mendorong para perajin tempe untuk menggunakan kedelai lokal dari pada kedelai impor. Dengan terlalu bergantung pada kedelai impor dikhawatirkan akan berdampak pada hilangnya kedelai lokal di pasaran.
Dia berpendapat, jika semakin banyak perajin yang menggunakan kedelai lokal, maka akan semakin banyak kebutuhan, para petani kedelai akan semakin meningkatkan produktivitasnya.
“Kalau produksinya sudah banyak, maka kedelai lokal akan membanjiri pasaran, sehingga para perajin tidak tergantung pada kedelai impor lagi,” katanya.
(gpr)