OJK targetkan reasuransi BUMN beroperasi semester I
A
A
A
Sindonews.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan perusahaan reasuransi badan usaha milik negara (BUMN) dapat beroperasi di semester I/2014. OJK juga menargetkan akan terus memperbesar kapasitas usaha dengan modal mencapai Rp5 triliun.
Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Firdaus Djaelani mengatakan, proses kajian pramerger atau penggabungan usaha reasuransi BUMN dinyatakan telah rampung pada awal pekan lalu.
Pihaknya telah menerima hasil kajian awal, namun hasil tersebut masih belum detail membahas data angka. Setidaknya terdapat empat alternatif induk usaha dalam pembentukannya.
"Hasil kajian awal sudah kami terima namun belum membahas angka. Kami akan bicarakan lebih lanjut sehingga bisa beroperasi di semester I ini," kata Firdaus di Jakarta, akhir pekan lalu.
Dia mengatakan, akan terus mengupayakan peningkatan kapasitas perusahaan mencapai Rp5 triliun. Upaya ini masih dikaji kemungkinannya dari perusahaan perusahaan pelat merah.
Selain itu, dia juga akan mengupayakan semua perusahaan asuransi wajib memiliki treaty di reasuransi nasional tersebut.
"Untuk penggabungan ini, kapasitas sudah mencapai Rp2 triliun, tapi akan kita tingkatkan lagi. Semua asuransi, baik jiwa, umum, syariah ataupun penjaminan wajib memiliki treaty di sana. Jangan sampai sudah kita besarkan, tapi tidak digunakan," ujar dia.
Dia menjelaskan, kajian pembentukan juga membahas finalisasi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta mempersiapkan sumber daya manusia (SDM).
Mengenai perubahan dari Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) menjadi reasuransi kemungkinan dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) pembentukannya. Namun hal itu juga bisa dihindari karena dalam visi pembentukannya dimungkinkan menjadi reasuransi.
"Secara legalnya itu wewenang pihak BUMN. Selain itu, perubahan ASEI menjadi reasuransi juga dimungkinkan tanpa mengubah PP pembentukannya," ujar dia.
Kementerian BUMN sebelumnya berencana membentuk perusahaan reasuransi milik negara, dengan menggabungkan tiga anak usaha perusahaan reasuransi, yaitu Reindo (anak usaha PT Reasuransi Internasional Indonesia), Tugu-Re (anak usaha PT Pertamina dan PT Tugu Reasuransi Indonesia) serta Nasional RE (anak usaha PT Reasuransi Umum Indonesia).
Ketiga perusahaan tersebut akan digabungkan dan bakal berada di bawah PT ASEI.
"Dalam proses ini, kami sudah siapkan timnya. ASEI kami canangkan sebagai sebuah perusahaan reasuransi. Kalau proses mergernya menyusul, mengenai perusahaan-perusahaan yang akan dimerger ke ASEI," jelas dia.
Dia menuturkan, dengan digabungkannya perusahaan reasuransi nasional tersebut, pihaknya berharap akan mengurangi jurang defisit neraca jasa. Dia menghitung, setidaknya defisit yang disebabkan oleh premi reasuransi mencapai Rp14 triliun pada 2013 ini.
"Jasa asuransi masih banyak menggunakan asing. Jadi uang premi keluar," ungkap dia.
Dia menargetkan, dengan adanya reasuransi besar yang berbasis di dalam negeri, maka defisit tersebut bisa dikurangi.
"Mungkin tahap awal pada 2014 bisa turun 20 persen dan nanti kita kembangkan bertahap," kata dia.
Menurut Firdaus, menghilangkan defisit secara drastis dalam waktu dekat belum memungkinkan sebab Indonesia masih memerlukan dukungan reasuransi besar, khususnya untuk kegiatan sektor minyak dan gas.
"Saat ini yang terbesar adalah properti. Namun sedikit-sedikit kita tarik ke dalam lagi reasuransinya, termasuk reasuransi untuk kendaraan bermotor, kesehatan, personal accident dan asuransi jiwa bisa dihabiskan di dalam negeri," tutur dia.
Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Firdaus Djaelani mengatakan, proses kajian pramerger atau penggabungan usaha reasuransi BUMN dinyatakan telah rampung pada awal pekan lalu.
Pihaknya telah menerima hasil kajian awal, namun hasil tersebut masih belum detail membahas data angka. Setidaknya terdapat empat alternatif induk usaha dalam pembentukannya.
"Hasil kajian awal sudah kami terima namun belum membahas angka. Kami akan bicarakan lebih lanjut sehingga bisa beroperasi di semester I ini," kata Firdaus di Jakarta, akhir pekan lalu.
Dia mengatakan, akan terus mengupayakan peningkatan kapasitas perusahaan mencapai Rp5 triliun. Upaya ini masih dikaji kemungkinannya dari perusahaan perusahaan pelat merah.
Selain itu, dia juga akan mengupayakan semua perusahaan asuransi wajib memiliki treaty di reasuransi nasional tersebut.
"Untuk penggabungan ini, kapasitas sudah mencapai Rp2 triliun, tapi akan kita tingkatkan lagi. Semua asuransi, baik jiwa, umum, syariah ataupun penjaminan wajib memiliki treaty di sana. Jangan sampai sudah kita besarkan, tapi tidak digunakan," ujar dia.
Dia menjelaskan, kajian pembentukan juga membahas finalisasi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta mempersiapkan sumber daya manusia (SDM).
Mengenai perubahan dari Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI) menjadi reasuransi kemungkinan dilakukan dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) pembentukannya. Namun hal itu juga bisa dihindari karena dalam visi pembentukannya dimungkinkan menjadi reasuransi.
"Secara legalnya itu wewenang pihak BUMN. Selain itu, perubahan ASEI menjadi reasuransi juga dimungkinkan tanpa mengubah PP pembentukannya," ujar dia.
Kementerian BUMN sebelumnya berencana membentuk perusahaan reasuransi milik negara, dengan menggabungkan tiga anak usaha perusahaan reasuransi, yaitu Reindo (anak usaha PT Reasuransi Internasional Indonesia), Tugu-Re (anak usaha PT Pertamina dan PT Tugu Reasuransi Indonesia) serta Nasional RE (anak usaha PT Reasuransi Umum Indonesia).
Ketiga perusahaan tersebut akan digabungkan dan bakal berada di bawah PT ASEI.
"Dalam proses ini, kami sudah siapkan timnya. ASEI kami canangkan sebagai sebuah perusahaan reasuransi. Kalau proses mergernya menyusul, mengenai perusahaan-perusahaan yang akan dimerger ke ASEI," jelas dia.
Dia menuturkan, dengan digabungkannya perusahaan reasuransi nasional tersebut, pihaknya berharap akan mengurangi jurang defisit neraca jasa. Dia menghitung, setidaknya defisit yang disebabkan oleh premi reasuransi mencapai Rp14 triliun pada 2013 ini.
"Jasa asuransi masih banyak menggunakan asing. Jadi uang premi keluar," ungkap dia.
Dia menargetkan, dengan adanya reasuransi besar yang berbasis di dalam negeri, maka defisit tersebut bisa dikurangi.
"Mungkin tahap awal pada 2014 bisa turun 20 persen dan nanti kita kembangkan bertahap," kata dia.
Menurut Firdaus, menghilangkan defisit secara drastis dalam waktu dekat belum memungkinkan sebab Indonesia masih memerlukan dukungan reasuransi besar, khususnya untuk kegiatan sektor minyak dan gas.
"Saat ini yang terbesar adalah properti. Namun sedikit-sedikit kita tarik ke dalam lagi reasuransinya, termasuk reasuransi untuk kendaraan bermotor, kesehatan, personal accident dan asuransi jiwa bisa dihabiskan di dalam negeri," tutur dia.
(rna)