Ekspor kakao Sulsel diprediksi stagnan
A
A
A
Sindonews.com - Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Sulawesi Selatan (Sulsel) tak cukup yakin dengan peningkatan ekspor kakao. Padahal, peluang komoditas kakao Sulsel untuk ekspor semakin terbuka lebar.
Diprediksi pada 2014, permintaan cokelat di Asia akan naik 5,4 persen. Sementara pada 2013, kakao berjangka naik 21 persen, terbesar di antara 24 bahan baku dalam standard and poor GSCI Spot Indeks.
Sekretaris Jenderal Askindo, M Dakhri Sanusi mengungkapkan, ada beberapa hal yang membuat pihaknya tak muluk-muluk mematok target. Mulai dari curah hujan yang cukup tinggi dan produksi kakao Sulsel yang belum maksimal karena banyaknya kendala di lapangan.
Dia mencontohkan, pohon-pohon tua dan tidak produktif, budidaya tanaman yang belum bagus, ketersediaan pupuk, hingga konversi lahan dari kakao ke kelapa sawit, karet, dan jagung, juga terjadi.
"Selama produksi belum maksimal kami memprediksi ekspor tahun ini berkisar 400-500 ribu ton, seperti 2013. Tidak seperti target pemerintah yang naik 20 persen hingga 700 ribu ton," katanya, Kamis (6/2/2014).
Berdasarkan data Balai Pusat Statistik (BPS) Sulsel, ekspor kakao sepanjang 2013 mencapai USD241,66 juta. Komoditi ini menjadi penyumbang kedua tertinggi setelah Nikel. Pertumbuhan dari 2013 ke 2013 menunjukkan peningkatan 40,52 persen.
Sementara, Plt Kadisperindag Sulsel Hadi Basalamah mengatakan, pada tahun ini pemerintah memang menargetkan peningkatang ekspor kakao baik butter maupun powder hingga 16 persen.
"Kami optimis mampu meraih target itu. Apalagi di triwulan III mendatang memang akan ada panen besar," pungkas dia.
Diprediksi pada 2014, permintaan cokelat di Asia akan naik 5,4 persen. Sementara pada 2013, kakao berjangka naik 21 persen, terbesar di antara 24 bahan baku dalam standard and poor GSCI Spot Indeks.
Sekretaris Jenderal Askindo, M Dakhri Sanusi mengungkapkan, ada beberapa hal yang membuat pihaknya tak muluk-muluk mematok target. Mulai dari curah hujan yang cukup tinggi dan produksi kakao Sulsel yang belum maksimal karena banyaknya kendala di lapangan.
Dia mencontohkan, pohon-pohon tua dan tidak produktif, budidaya tanaman yang belum bagus, ketersediaan pupuk, hingga konversi lahan dari kakao ke kelapa sawit, karet, dan jagung, juga terjadi.
"Selama produksi belum maksimal kami memprediksi ekspor tahun ini berkisar 400-500 ribu ton, seperti 2013. Tidak seperti target pemerintah yang naik 20 persen hingga 700 ribu ton," katanya, Kamis (6/2/2014).
Berdasarkan data Balai Pusat Statistik (BPS) Sulsel, ekspor kakao sepanjang 2013 mencapai USD241,66 juta. Komoditi ini menjadi penyumbang kedua tertinggi setelah Nikel. Pertumbuhan dari 2013 ke 2013 menunjukkan peningkatan 40,52 persen.
Sementara, Plt Kadisperindag Sulsel Hadi Basalamah mengatakan, pada tahun ini pemerintah memang menargetkan peningkatang ekspor kakao baik butter maupun powder hingga 16 persen.
"Kami optimis mampu meraih target itu. Apalagi di triwulan III mendatang memang akan ada panen besar," pungkas dia.
(izz)