BK mineral berpotensi timbulkan kerugian Rp45 T
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Asosiasi Tembaga dan Emas Indonesia Natsir Mansyur mengatakan, jika pemerintah tetap ngotot mempertahankan keberadaan bea keluar (BK) ekspor mineral progresif, maka tidak menutup kemungkinan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) secara masif di sektor tambang.
“Bea Keluar krusial bagi perusahaan karena sesuai laporan dari para pengusaha kerugian yang ditanggung bisa mencapai Rp45 triliun,” kata dia, Minggu (9/2/2014).
Karena itu, BK ekspor mineral progresif 20-60 persen pada 2014-2017 diminta untuk ditinjau kembali. Hal itu untuk menekan kerugian yang diderita para pengusaha tambang di Indonesia.
Namun Direktur Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Sukhyar menegaskan bahwa kebijakan larangan ekspor mineral beserta turunannya termasuk kebijakan BK ekspor progresif mineral tidak ada kompromi. Pasalnya, hal itu bertujuan untuk
menambah pemasukan negara dan mendorong pembangun smelter.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menndukung pemerintah agar tidak memberikan kelonggaran lebih kepada pengusaha tambang terkait kebijakan BK progresif ekspor mineral. Dia meminta pemerintah teguh pendirian dalam menjalankan Undang-Undang.
“Bea keluar ini sebenarnya sudah merupakan keringanan yang diberikan pemerintah kepada pengusaha sebelum benar-benar dilarang pada 2017 nanti,” kata dia.
Marwan meminta kepada pemerintah agar tidak gentar terhadap ancaman PHK secara masif oleh perusahaan tambang. Hal itu, menurut dia, hanya trik yang dilakukan oleh pengusaha agar terbebas dari bea ekspor mineral.
“Pengusaha terlalu mengada-ada dengan ancaman PHK ini,” kata dia.
Dia menyarankan, agar penerapan BK progresif ekspor mineral untuk mendorong hilirisasi dan industrialisasi ditindaklanjuti dengan membangun infrastruktur pendukung smelter. Tidak hanya itu, pemerintah diminta tetap konsisten menjalankan Undang-Undang demi kepentingan masa depan anak bangsa.
“Jangan sampai ada keringanan lagi karena biasanya sering ada permainan antara pengusaha dan oknum. Ini yang perlu kita awasi bersama,” pungkas dia.
“Bea Keluar krusial bagi perusahaan karena sesuai laporan dari para pengusaha kerugian yang ditanggung bisa mencapai Rp45 triliun,” kata dia, Minggu (9/2/2014).
Karena itu, BK ekspor mineral progresif 20-60 persen pada 2014-2017 diminta untuk ditinjau kembali. Hal itu untuk menekan kerugian yang diderita para pengusaha tambang di Indonesia.
Namun Direktur Mineral dan Batubara Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Sukhyar menegaskan bahwa kebijakan larangan ekspor mineral beserta turunannya termasuk kebijakan BK ekspor progresif mineral tidak ada kompromi. Pasalnya, hal itu bertujuan untuk
menambah pemasukan negara dan mendorong pembangun smelter.
Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menndukung pemerintah agar tidak memberikan kelonggaran lebih kepada pengusaha tambang terkait kebijakan BK progresif ekspor mineral. Dia meminta pemerintah teguh pendirian dalam menjalankan Undang-Undang.
“Bea keluar ini sebenarnya sudah merupakan keringanan yang diberikan pemerintah kepada pengusaha sebelum benar-benar dilarang pada 2017 nanti,” kata dia.
Marwan meminta kepada pemerintah agar tidak gentar terhadap ancaman PHK secara masif oleh perusahaan tambang. Hal itu, menurut dia, hanya trik yang dilakukan oleh pengusaha agar terbebas dari bea ekspor mineral.
“Pengusaha terlalu mengada-ada dengan ancaman PHK ini,” kata dia.
Dia menyarankan, agar penerapan BK progresif ekspor mineral untuk mendorong hilirisasi dan industrialisasi ditindaklanjuti dengan membangun infrastruktur pendukung smelter. Tidak hanya itu, pemerintah diminta tetap konsisten menjalankan Undang-Undang demi kepentingan masa depan anak bangsa.
“Jangan sampai ada keringanan lagi karena biasanya sering ada permainan antara pengusaha dan oknum. Ini yang perlu kita awasi bersama,” pungkas dia.
(rna)