SKK Migas pesimis lifting minyak capai target APBN

Selasa, 18 Februari 2014 - 17:33 WIB
SKK Migas pesimis lifting minyak capai target APBN
SKK Migas pesimis lifting minyak capai target APBN
A A A
Sindonews.com - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi pesimis target produksi minyak siap jual (lifting) tahun ini mencapai 870 ribu barel per hari (bph).

Hal itu mengingat minimnya eksplorasi yang dilakukan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dan cadangan minyak yang semakin menurun, padahal sektor migas merupakan penyumbang terbesar defisit berjalan.

Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana mengatakan, dalam rangka menggenjot lifting minyak Indonesia harus mengubah pola kebijakan energi dengan mendorong eksplorasi lapangan minyak baru maupun sumur-sumur tua untuk mendorong produksi minyak nasional.

Meskipun lapangan tua berusia ratusan tahun tidak menutup kemungkinan ditemukan cadangan terbukti baru yang jumlahnya cukup besar.

“Tapi eksplorasi membutuhkan biaya yang sangat besar dan beresiko tinggi. Sejumlah regulasi dan insentif harus diberikan pemerintah,” kata dia dalam seminar bertajuk "Masa Depan dan Tantangan Industri Migas Nasional” di Jakarta, Selasa (18/2/2014).

Menurut Gde, kegiatan ekslorasi bersifat high technology dan high capital. Bahkan, lanjut dia, dari proses ditemukan cadangan minyak sampai produksi membutuhkan waktu lama.

“Tidak serta merta kemudian manfaatnya dapat dirasakan sekarang. Misalnya Lapangan Minas dan Duri ditemukan tahun 1940-an, kemudian Minas baru diproduksi tahun 1970-an dan Duri 1990-an,” kata dia.

Lebih lanjut Gde mengatakan, eksplorasi cadangan minyak negara tidak pernah mencapai puncaknya. Dalam sejarah Indonesia saja cadangan minyak terbesar dimiliki oleh Chevron sebesar 9 miliar barel.

“Sedangkan untuk Cepu hanya kecil, yakni 1 miliar barel, maka harus ditingkatkan,” kata dia.

Di samping itu, Gde mengajak agar pola konsumsi terhadap bahan bakar minyak (BBM) harus diubah, sehingga tidak bergantung pada minyak, di mana dalam kurun waktu 10 tahun konsumsi BBM meningkat dua kali lipat.

“Diversifikasi energi jadi tumpuan masa depan, sehingga harus terus dikejar agar tidak bergantung pada minyak. Indonesia bisa mulai meningkatkan penggunaan gas daripada minyak,” kata dia.

Dia mengakui, potensi minyak nasional mencapai 42,7 milar barel. Kendati demikian, harus dibuktikan terlebih dahulu karena cadangan migas jauh dibawah negara-negara seperti Venezuela, Arab Saudi, Iran, Irak dan negara penghasil minyak lainnya.

Melihat kondisi saat ini, Gde pesimis lifting dapat ditingkatkan karena Indonesia bukan negara yang kaya minyak. Apalagi, mayoritas cadangan minyak nasional telah dihabiskan pada masa orde baru.

Sekitar 22-23 miliar barel cadangan minyak sudah dihabiskan dalam kurun waktu 50 tahun terakhir. Sisanya sekarang tinggal 4 miliar barel jadi sudah sangat sedikit, akibatnya pemerintah mengimpor minyak mentah, sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan yang pada akhirnya mengganggu transaski berjalan.

“Ini yang kita hadapi sekarang. Tapi apakah menaikan lifting merupakan solusi utama,” tegas dia.

Dia menjelaskan, potensi minyak Indonesia tidak lebih dari 0,5 persen dari cadangan minyak dunia. Sementara untuk gas hanya 1,4 persen cadangan gas dunia dan untuk batu bara 3,1 persen dari cadangan dunia.

Pemerintah mencatat realisasi APBN-P 2013 dan 2014 terkait lifting minyak serta penerimaan negara. Target lifting minyak bumi APBN-P 2013 sebesar 840 ribu bph tapi realisasinya hanya 825 ribu bph. Sedangkan pada 2014, APBN menargetkan lifting minyak minyak 870 ribu bph tapi target tersebut minta untuk direvisi kembali karena tidak mampu mencapai target yang telah ditetapkan.

Selama beberapa tahun ini target produksi minyak tidak pernah dapat dipenuhi oleh SKK Migas dengan alasan adanya kendala teknis maupun non teknis. Sementara Presiden meminta agar produksi minyak nasional minimal pada tahun ini sebesar 1,01 juta bph.
(rna)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7906 seconds (0.1#10.140)