Ekspor raw material tidak fair bagi Indonesia
A
A
A
Sindonews.com - Kepala Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Saleh Abdurrahman menegaskan, kebijakan untuk melarang ekspor bahan mentah (raw material) merupakan kebijakan yang menguntungkan bangsa Indonesia.
Keinginan Pemerintah untuk mendapatkan nilai tambah komoditas mineral adalah sesuai dengan Four Track Strategy pembangunan nasional yang mengamanatkan bahwa usaha tambang harus pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment.
“Peningkatan nilai tambah untuk produk mineral dilakukan mulai tahun ini itu merupakan amanah undang-undang, dan undang-undang itulah yang mengharuskan dilakukannya pengolahan mineral di dalam negeri seperti yang tercantum di dalam undang-undang no. 4 tahun 2009. Undang-undang itu membuat paradigma baru dalam pengelolaan mineral,” ujar Saleh dilansir dari situs resmi ESDM, Rabu (19/02/2014).
“Nilai ekspor yang di-generate dari ekspor konsentrate itu sangat rendah, kemudian setelah diolah di luar negeri kita kembali mengimpornya dengan harga mahal, hal ini tidak fair bagi negara kami dalam sistem perdagangan dunia,” lanjut Saleh.
Menurut Saleh, perusahaan juga tidak boleh mengatakan, industri manufaktur di luar negeri yang selama ini mengolah konsentrate dari Indonesia akan bangkrut. Karena itu, pemerintah persilakan mereka bawa industri smelter ke Indonesia dan nanti produk jadinya dijual di Indonesia sesuai harga pasar dunia.
“Ingat undang-undang kita mengatakan bahwa bumi dan segala isinya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, saat inilah kita mulai mengimplementasikan undang-undang itu, sekarang kita mulai sadar, bahwa kalau kita ingin mengejar negara-negara maju, setara dengan negara-negara maju, kalau tidak kita akan selalu menjadi negara yang basic nature resources,” imbuh Saleh.
Sesuai amanat Pasal 103 dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka pemegang IUP Operasi Produksi dan pemegang kontrak karya wajib melakukan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
"Tanpa kebijakan ini, Indonesia akan terus menjadi negara yang mengandalkan sumber daya alam sebagai modal pembangunan dan tentunya akan pernah menjadi negara maju yang megolah barang mentah menjadi barang jadi," pungkasnya.
Keinginan Pemerintah untuk mendapatkan nilai tambah komoditas mineral adalah sesuai dengan Four Track Strategy pembangunan nasional yang mengamanatkan bahwa usaha tambang harus pro growth, pro job, pro poor, dan pro environment.
“Peningkatan nilai tambah untuk produk mineral dilakukan mulai tahun ini itu merupakan amanah undang-undang, dan undang-undang itulah yang mengharuskan dilakukannya pengolahan mineral di dalam negeri seperti yang tercantum di dalam undang-undang no. 4 tahun 2009. Undang-undang itu membuat paradigma baru dalam pengelolaan mineral,” ujar Saleh dilansir dari situs resmi ESDM, Rabu (19/02/2014).
“Nilai ekspor yang di-generate dari ekspor konsentrate itu sangat rendah, kemudian setelah diolah di luar negeri kita kembali mengimpornya dengan harga mahal, hal ini tidak fair bagi negara kami dalam sistem perdagangan dunia,” lanjut Saleh.
Menurut Saleh, perusahaan juga tidak boleh mengatakan, industri manufaktur di luar negeri yang selama ini mengolah konsentrate dari Indonesia akan bangkrut. Karena itu, pemerintah persilakan mereka bawa industri smelter ke Indonesia dan nanti produk jadinya dijual di Indonesia sesuai harga pasar dunia.
“Ingat undang-undang kita mengatakan bahwa bumi dan segala isinya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, saat inilah kita mulai mengimplementasikan undang-undang itu, sekarang kita mulai sadar, bahwa kalau kita ingin mengejar negara-negara maju, setara dengan negara-negara maju, kalau tidak kita akan selalu menjadi negara yang basic nature resources,” imbuh Saleh.
Sesuai amanat Pasal 103 dan Pasal 170 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, maka pemegang IUP Operasi Produksi dan pemegang kontrak karya wajib melakukan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
"Tanpa kebijakan ini, Indonesia akan terus menjadi negara yang mengandalkan sumber daya alam sebagai modal pembangunan dan tentunya akan pernah menjadi negara maju yang megolah barang mentah menjadi barang jadi," pungkasnya.
(gpr)