Rasio utang RI lebih rendah dari ASEAN
A
A
A
Sindonews.com - Rasio utang/Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih relatif rendah dibanding sejumlah negara ASEAN dan negara berkembang lainnya.
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mencontohkan, Singapura pada 2012 memiliki utang?PDB mencapai 100 persen, Malaysia 52,5 persen dan Thailand sebesar 41,6 persen.
Sementara sejumlah negara emerging market, seperti Brasil memiliki rasio sebesar 68 persen, Afrika Selatan 38 persen dan India sebesar 68 persen.
Namun Firmanzah meminta semua pihak untuk mencermati pertumbuhan utang swasta di Indoensia yang telah mendorong rasio utang/PDB pada 2013 mencapai 30,24 persen.
"Meskipun rasio ini masih tergolong aman, namun kita semua perlu mencermati peningkatan jumlah utang luar negeri swasta,” kata dia dilansir dari laman setkab, Senin (24/2/2014).
Dia menuturkan, jika utang tersebut digunakan untuk hal-hal bersifat produktif dan dalam jangkauan kemampuan membayar menjadi hal yang wajar dilakukan, sehingga pemanfaatan dan peruntukan utang luar negeri oleh swasta perlu digunakan untuk aktivitas yang memiliki potensi keuntungan yang memadai.
“Ekspansi swasta di Indonesia sangatlah bisa dipahami karena memang selama ini Indonesia masih membutuhkan banyak investasi di sektor riil dan infrastruktur. Hal ini ditambah dengan upaya industrialisasi dan hilirisasi di sektor mineral dan pertambangan," ujar dia.
Menurut dia, kedua hal tersebut mendorong swasta untuk melakukan ekspansi usaha dan konsekuensinya adalah kebutuhan dana investasi yang sangat besar.
Meski demikian, dia meyakini bahwa pemerintah dan Bank Indonesia akan terus mengelola utang luar negeri Indonesia dalam batas yang aman, sehingga tidak membahayakan fundamental ekonomi yang telah terbangun kuat selama ini.
Adapun, hal yang akan terus dicermati adalah peningkatan debt service ratio (DSR) dari 34,95 persen pada 2012 naik menjadi 42,73 persen pada akhir 2013.
“Seiring dengan pelemahan pasar ekspor dunia sepanjang 2013 telah membuat DSR kita mengalami peningkatan. Pada 2014 seiring dengan membaiknya ekonomi sejumlah negara di Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, kita optimis ekspor nasional akan mengalami peningkatan dan membuat DSR kita akan tetap terjaga dalam rentan tetap aman sepanjang 2014,” tutur dia.
Bank Indonesia (BI) pada Kamis (20/2/2014) dalam rilisnya menyebut, utang luar negeri pemerintah turun dari posisi USD116,1 miliar pada 2012 menjadi USD114,2 miliar pada 2013.
Sementara posisi utang luar negeri swasta nonbank mengalami lonjakan cukup signifikan dari USD103,2 miliar menjadi USD116,4 miliar pada akhir 2013. Utang luar negeri Bank Sentral juga mengalami penurunan dari USD9,9 miliar pada akhir 2012 turun menjadi USD9,2 miliarpada akhir 2013.
Kenaikan utang justru terjadi pada kelompok Swasta nonbank yang meningkat USD23 miliar pada 2012 menjadi USD24 miliar pada akhir 2013.
Staf Khusus Presiden bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mencontohkan, Singapura pada 2012 memiliki utang?PDB mencapai 100 persen, Malaysia 52,5 persen dan Thailand sebesar 41,6 persen.
Sementara sejumlah negara emerging market, seperti Brasil memiliki rasio sebesar 68 persen, Afrika Selatan 38 persen dan India sebesar 68 persen.
Namun Firmanzah meminta semua pihak untuk mencermati pertumbuhan utang swasta di Indoensia yang telah mendorong rasio utang/PDB pada 2013 mencapai 30,24 persen.
"Meskipun rasio ini masih tergolong aman, namun kita semua perlu mencermati peningkatan jumlah utang luar negeri swasta,” kata dia dilansir dari laman setkab, Senin (24/2/2014).
Dia menuturkan, jika utang tersebut digunakan untuk hal-hal bersifat produktif dan dalam jangkauan kemampuan membayar menjadi hal yang wajar dilakukan, sehingga pemanfaatan dan peruntukan utang luar negeri oleh swasta perlu digunakan untuk aktivitas yang memiliki potensi keuntungan yang memadai.
“Ekspansi swasta di Indonesia sangatlah bisa dipahami karena memang selama ini Indonesia masih membutuhkan banyak investasi di sektor riil dan infrastruktur. Hal ini ditambah dengan upaya industrialisasi dan hilirisasi di sektor mineral dan pertambangan," ujar dia.
Menurut dia, kedua hal tersebut mendorong swasta untuk melakukan ekspansi usaha dan konsekuensinya adalah kebutuhan dana investasi yang sangat besar.
Meski demikian, dia meyakini bahwa pemerintah dan Bank Indonesia akan terus mengelola utang luar negeri Indonesia dalam batas yang aman, sehingga tidak membahayakan fundamental ekonomi yang telah terbangun kuat selama ini.
Adapun, hal yang akan terus dicermati adalah peningkatan debt service ratio (DSR) dari 34,95 persen pada 2012 naik menjadi 42,73 persen pada akhir 2013.
“Seiring dengan pelemahan pasar ekspor dunia sepanjang 2013 telah membuat DSR kita mengalami peningkatan. Pada 2014 seiring dengan membaiknya ekonomi sejumlah negara di Eropa, Jepang dan Amerika Serikat, kita optimis ekspor nasional akan mengalami peningkatan dan membuat DSR kita akan tetap terjaga dalam rentan tetap aman sepanjang 2014,” tutur dia.
Bank Indonesia (BI) pada Kamis (20/2/2014) dalam rilisnya menyebut, utang luar negeri pemerintah turun dari posisi USD116,1 miliar pada 2012 menjadi USD114,2 miliar pada 2013.
Sementara posisi utang luar negeri swasta nonbank mengalami lonjakan cukup signifikan dari USD103,2 miliar menjadi USD116,4 miliar pada akhir 2013. Utang luar negeri Bank Sentral juga mengalami penurunan dari USD9,9 miliar pada akhir 2012 turun menjadi USD9,2 miliarpada akhir 2013.
Kenaikan utang justru terjadi pada kelompok Swasta nonbank yang meningkat USD23 miliar pada 2012 menjadi USD24 miliar pada akhir 2013.
(rna)