Meraup untung besar dari usaha reklame dan percetakan
A
A
A
BISNIS percetakan dan reklame kian menjamur di ibukota. Terlebih saat momen pemilihan umum (pemilu) seperti saat ini. Banyak masyarakat yang banting stir menjadi pengusaha percetakan lantaran tergiur dengan untung yang berlipat.
Namun, membuka bisnis dadakan bukan menjadi kebiasaan lelaki paruh baya ini. Syamsudin, telah malang melintang dalam dunia usaha kecil ini sejak 1975, dan kini dia telah merasakan usaha percetakan tersebut dapat menghidupi dan membiayai sekolah anak dan cucunya.
"Wah, saya usaha kayak gini belum lama, baru dari 1975," ucapnya kepada Sindonews di kiosnya di blok III Proyek Senen, baru-baru ini.
Dia menceritakan, pada awalnya hanya pedagang kaki lima yang menjual sepatu dan baju di pinggiran ibukota. Namun berkat kegigihan dan semangatnya, saat ini dia sudah memiliki lebih dari tiga kios percetakan yang tersebar di wilayah Jakarta Pusat dengan jumlah karyawan mencapai 29 orang.
"Kalau saya, sekarang hanya mandorin saja. Yang kerja sekarang anak-anak. Kerjanya kalau lagi ramai bisa 24 jam dengan shift karyawan. Saya punya tempat sablon di Sentiong, Cengkareng, Jembatan Lima, dan buka juga di rumah saya di Rawamangun," ungkapnya.
Menurut Syamsudin, usahanya ini telah membuatnya sanggup untuk membiayai keempat anaknya hingga bangku kuliah. Bahkan saat ini, seluruh keluarganya ikut terjun dalam usaha percetakan ini.
"Anak cucu saya sudah ikut reklame semua. Menantu saya juga ikut ke sini. Dia sudah ada yang jadi pegawai bank, jadi guru agama, jadi dosen, mereka mengundurkan diri terus ikut terjun ke sini," ucapnya seraya tertawa.
Hingga saat ini, dia mengaku telah menerima pesanan dari seluruh Indonesia, untuk produk seperti baju, jas, stiker, bendera, pin, tas, dan lain-lain. Namun, sayangnya dia enggan menyebutkan berapa omzet yang didapatkan dari usahanya ini.
"Kalau kaos itu per lembar Rp9 ribu kalau pesanan di atas Rp10.000 lembar, kalau bendera yang kecil Rp3.500. Ini kan barang jasa, kalau orang pesan kaos kita beli kaos terus kita sablon. Kalau orang beli bendera kita beli kain terus kita sablon. Ya jadi enggak banyak-banyak banget. Yang penting cukup buat makan," pungkasnya.
Namun, membuka bisnis dadakan bukan menjadi kebiasaan lelaki paruh baya ini. Syamsudin, telah malang melintang dalam dunia usaha kecil ini sejak 1975, dan kini dia telah merasakan usaha percetakan tersebut dapat menghidupi dan membiayai sekolah anak dan cucunya.
"Wah, saya usaha kayak gini belum lama, baru dari 1975," ucapnya kepada Sindonews di kiosnya di blok III Proyek Senen, baru-baru ini.
Dia menceritakan, pada awalnya hanya pedagang kaki lima yang menjual sepatu dan baju di pinggiran ibukota. Namun berkat kegigihan dan semangatnya, saat ini dia sudah memiliki lebih dari tiga kios percetakan yang tersebar di wilayah Jakarta Pusat dengan jumlah karyawan mencapai 29 orang.
"Kalau saya, sekarang hanya mandorin saja. Yang kerja sekarang anak-anak. Kerjanya kalau lagi ramai bisa 24 jam dengan shift karyawan. Saya punya tempat sablon di Sentiong, Cengkareng, Jembatan Lima, dan buka juga di rumah saya di Rawamangun," ungkapnya.
Menurut Syamsudin, usahanya ini telah membuatnya sanggup untuk membiayai keempat anaknya hingga bangku kuliah. Bahkan saat ini, seluruh keluarganya ikut terjun dalam usaha percetakan ini.
"Anak cucu saya sudah ikut reklame semua. Menantu saya juga ikut ke sini. Dia sudah ada yang jadi pegawai bank, jadi guru agama, jadi dosen, mereka mengundurkan diri terus ikut terjun ke sini," ucapnya seraya tertawa.
Hingga saat ini, dia mengaku telah menerima pesanan dari seluruh Indonesia, untuk produk seperti baju, jas, stiker, bendera, pin, tas, dan lain-lain. Namun, sayangnya dia enggan menyebutkan berapa omzet yang didapatkan dari usahanya ini.
"Kalau kaos itu per lembar Rp9 ribu kalau pesanan di atas Rp10.000 lembar, kalau bendera yang kecil Rp3.500. Ini kan barang jasa, kalau orang pesan kaos kita beli kaos terus kita sablon. Kalau orang beli bendera kita beli kain terus kita sablon. Ya jadi enggak banyak-banyak banget. Yang penting cukup buat makan," pungkasnya.
(izz)