Pemerintah diminta tinjau ulang kualifikasi jasa kontruksi
A
A
A
Sindonews.com - Pengusaha jasa kontruksi yang tergabung dalam Gabungan Pengusaha Kontruksi Nasional (Gapeknas) meminta pemerintah meninjau ulang proses kualifikasi usaha jasa kontruksi yang dilakukan Lembaga Pengembangan Jasa Kontruksi Nasional (LPJKN).
Mereka menilai, aturan mengenai kualifikasi jasa kontruksi yang dikonversi berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 08/PRT/M/2011 tersebut, belum sepenuhnya menjangkau semua usaha jasa kontruksi di Indonesia yang berjumlah 113.404 usaha jasa kontruksi.
"Jumlah usaha jasa kontruksi yang lolos kualifikasi berdasarkan Permen No 8 tersebut hanya 150 usaha. Sementara, LPJKN selaku lembaga yang berwenang dalam proses kualifikasi dengan tenggat yang ada belum bisa mengakomodir semua usaha jasa kontruksi, karena prosesnya panjang," kata Ketua Umum Gapeknas, Manahara R Siahaan, Senin (7/4/2014).
Di sisi lain, LPJKN selaku lembaga yang melakukan kualifikasi terhadap usaha jasa kontruksi menetapkan aturan. Yakni usaha jasa kontruksi dalam penandatanganan kontrak yang dilakukan per 31 Maret 2014 wajib menggunakan kualifikasi usaha jasa kontruksi hasil konversi dalam bentuk Sertifikat Badan Usaha (SBU) konversi.
"Pengaturan ini kami nilai sangat menyulitkan penyedia jasa. Sebab sampai 31 Maret 2014 kenyataannya sebagian besar penyedia jasa belum memegang SBU hasil konversi seperti yang ditetapkan LPJKN. Sementara proses pengurusan SBU konversi melalui LPJKN terakhir dilakukan sampai 30 Juni 2014," ungkapnya.
Dia mengatakan, LPJKN memberikan pengecualian kepada usaha jasa kontruksi menggunakan kualifikasi SBU versi lama hingga tiga bulan ke depan atau 30 Juni 2014 untuk segera melakukan proses pengurusan kualifikasi SBU konversi.
Namun, tenggat tiga bulan ke depan dia meragukan pengusaha jasa kontruksi bisa merampungkan proses pengurusan kualifikasi tersebut.
"Saya sangat menyangsikan kalau jangka waktu tiga bulan itu cukup mengurus SBU versi konversi. Saya kira tidak akan cukup mengurus itu semua yang sedikitnya butuh waktu paling cepat sembilan bulan hingga setahun baru selesai," kata Manahara.
Seperti diketahui, dalam proses pengadaan pekerjaan jasa kontruksi, para penyedia jasa kontruksi diwajibkan memiliki SBU, sertifikat keahlian (SKA) serta Sertifikat Keterampilan (SKT) yang di dalamnya tercantum kualifikasi dan klafisikasi bersangkutan.
Keberadaan sertifikat-sertifikat tersebut sangat menentukan lolos tidaknya badan usaha kontruksi dalam tender pengadaan jasa kontruksi yang diselenggarakan pemerintah.
Selama ini yang berjalan dalam penyedian jasa kontruksi di Indonesia dikenal istilah ASMET (arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal serta tata lingkungan) pada masing-masing penyedia jasa.
Namun dalam perkembangannya aturan pengklasifikasian tersebut diatur berdasarkan Permen No 08/PRT/M/2011 demi menyesuaikan dengan central product calssification (CPC) sebagaimana dianut dunia internasional.
Namun, dalam mewujudkan peraturan tersebut timbul masalah karena proses pengurusan SBU, SKA maupun SKT yang dilakukan LPJKN tidak berjalan maksimal karena proses pengurusan membutuhkan waktu panjang.
Mereka menilai, aturan mengenai kualifikasi jasa kontruksi yang dikonversi berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 08/PRT/M/2011 tersebut, belum sepenuhnya menjangkau semua usaha jasa kontruksi di Indonesia yang berjumlah 113.404 usaha jasa kontruksi.
"Jumlah usaha jasa kontruksi yang lolos kualifikasi berdasarkan Permen No 8 tersebut hanya 150 usaha. Sementara, LPJKN selaku lembaga yang berwenang dalam proses kualifikasi dengan tenggat yang ada belum bisa mengakomodir semua usaha jasa kontruksi, karena prosesnya panjang," kata Ketua Umum Gapeknas, Manahara R Siahaan, Senin (7/4/2014).
Di sisi lain, LPJKN selaku lembaga yang melakukan kualifikasi terhadap usaha jasa kontruksi menetapkan aturan. Yakni usaha jasa kontruksi dalam penandatanganan kontrak yang dilakukan per 31 Maret 2014 wajib menggunakan kualifikasi usaha jasa kontruksi hasil konversi dalam bentuk Sertifikat Badan Usaha (SBU) konversi.
"Pengaturan ini kami nilai sangat menyulitkan penyedia jasa. Sebab sampai 31 Maret 2014 kenyataannya sebagian besar penyedia jasa belum memegang SBU hasil konversi seperti yang ditetapkan LPJKN. Sementara proses pengurusan SBU konversi melalui LPJKN terakhir dilakukan sampai 30 Juni 2014," ungkapnya.
Dia mengatakan, LPJKN memberikan pengecualian kepada usaha jasa kontruksi menggunakan kualifikasi SBU versi lama hingga tiga bulan ke depan atau 30 Juni 2014 untuk segera melakukan proses pengurusan kualifikasi SBU konversi.
Namun, tenggat tiga bulan ke depan dia meragukan pengusaha jasa kontruksi bisa merampungkan proses pengurusan kualifikasi tersebut.
"Saya sangat menyangsikan kalau jangka waktu tiga bulan itu cukup mengurus SBU versi konversi. Saya kira tidak akan cukup mengurus itu semua yang sedikitnya butuh waktu paling cepat sembilan bulan hingga setahun baru selesai," kata Manahara.
Seperti diketahui, dalam proses pengadaan pekerjaan jasa kontruksi, para penyedia jasa kontruksi diwajibkan memiliki SBU, sertifikat keahlian (SKA) serta Sertifikat Keterampilan (SKT) yang di dalamnya tercantum kualifikasi dan klafisikasi bersangkutan.
Keberadaan sertifikat-sertifikat tersebut sangat menentukan lolos tidaknya badan usaha kontruksi dalam tender pengadaan jasa kontruksi yang diselenggarakan pemerintah.
Selama ini yang berjalan dalam penyedian jasa kontruksi di Indonesia dikenal istilah ASMET (arsitektur, sipil, mekanikal, elektrikal serta tata lingkungan) pada masing-masing penyedia jasa.
Namun dalam perkembangannya aturan pengklasifikasian tersebut diatur berdasarkan Permen No 08/PRT/M/2011 demi menyesuaikan dengan central product calssification (CPC) sebagaimana dianut dunia internasional.
Namun, dalam mewujudkan peraturan tersebut timbul masalah karena proses pengurusan SBU, SKA maupun SKT yang dilakukan LPJKN tidak berjalan maksimal karena proses pengurusan membutuhkan waktu panjang.
(izz)