Pembebasan bea masuk kakao matikan industri kecil
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Umum DPP Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo), Zulhefi Sikumbang mengatakan, usulan pembebasan bea masuk kakao impor justru akan mematikan industri sejenis yang ada di Indonesia.
"Karena pembebasan pajak ekspor, akibatnya industri di luar yang besar-besar masuk ke Indonesia. Lalu industri yang besar di dalam negeri memperbesar lagi kapasitasnya. Sehingga industri nasional yang kecil itu pada mati dan enggak mampu bersaing," ungkapnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (10/4/2014).
Menurutnya, saat ini beberapa pabrik kakao yang ada di Indonesia memiliki total kapasitas 800 ribu ton, tetapi yang akan jalan dan mampu bersaing hanya sekitar 550 ribu hingga 600 ribu ton. Sisanya akan gulung tikar karena terlindas pabrik-pabrik besar.
"Dari 550 ribu ton yang bakal hidup itu, 80 persen pilihannya adalah Multi National Corporation (MNC), perusahaan asing. Hanya 20 persen dari kapasitas giling itu kepemilikan perusahaan nasional," ungkapnya.
Dia tidak memungkiri jika pembebasan tarif impor itu memiliki manfaat untuk memudahkan industri mendapatkan bahan baku. Namun jika itu terjadi, industri besar akan lebih memilih biji kakao impor dibandingkan dengan yang dari lokal.
"Menurut Askindo untuk impor kan sangat gampang. Sama seperti komoditi lain seperti beras, gula, cabai atau kedelai. Kalau digampangkan bea masuk impor mereka, akibatnya industri besar lebih tertarik membeli barang impor. Karena misalnya barangnya bisa diimpor sekali besar atau mutunya bagus," pungkas Zulhefi.
"Karena pembebasan pajak ekspor, akibatnya industri di luar yang besar-besar masuk ke Indonesia. Lalu industri yang besar di dalam negeri memperbesar lagi kapasitasnya. Sehingga industri nasional yang kecil itu pada mati dan enggak mampu bersaing," ungkapnya ketika dihubungi Sindonews, Kamis (10/4/2014).
Menurutnya, saat ini beberapa pabrik kakao yang ada di Indonesia memiliki total kapasitas 800 ribu ton, tetapi yang akan jalan dan mampu bersaing hanya sekitar 550 ribu hingga 600 ribu ton. Sisanya akan gulung tikar karena terlindas pabrik-pabrik besar.
"Dari 550 ribu ton yang bakal hidup itu, 80 persen pilihannya adalah Multi National Corporation (MNC), perusahaan asing. Hanya 20 persen dari kapasitas giling itu kepemilikan perusahaan nasional," ungkapnya.
Dia tidak memungkiri jika pembebasan tarif impor itu memiliki manfaat untuk memudahkan industri mendapatkan bahan baku. Namun jika itu terjadi, industri besar akan lebih memilih biji kakao impor dibandingkan dengan yang dari lokal.
"Menurut Askindo untuk impor kan sangat gampang. Sama seperti komoditi lain seperti beras, gula, cabai atau kedelai. Kalau digampangkan bea masuk impor mereka, akibatnya industri besar lebih tertarik membeli barang impor. Karena misalnya barangnya bisa diimpor sekali besar atau mutunya bagus," pungkas Zulhefi.
(izz)