Ratifikasi FCTC berpotensi marakkan rokok ilegal

Senin, 14 April 2014 - 14:46 WIB
Ratifikasi FCTC berpotensi...
Ratifikasi FCTC berpotensi marakkan rokok ilegal
A A A
Sindonews.com - Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menilai ratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) tidak menjamin berkurangnya perokok.

Ini sudah teruji secara data dan fakta di berbagai negara yang sudah meneken FCTC. Selain tak bisa menekan konsumsi rokok, FCTC di berbagai negara yang sudah meratifikasi, malah menyuburkan peredaran rokok ilegal.

"Itu data-data industri, herannya selalu ditolak oleh Menkes. Sudah jelas bahwa ketika FCTC diteken justru konsumsi rokok meningkat bukan menurun. Bahkan memicu beredarnya rokok ilegal," tegas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Hasan Aoni Aziz, kepada wartawan Senin (14/4/2014).

Data WHO menunjukkan pada 2012 terjadi perdagangan rokok ilegal mencapai 10 persen dari pasar rokok legal dunia. Kerugian atas perdagangan ini diestimasi mencapai USD30 miliar atau hampir Rp320 triliun. Sayang, temuan data dan fakta itu, selalu saja dihiraukan pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan.

Menurut Hasan, regulasi FCTC itu juga pada akhirnya akan mengerek cukai sangat tinggi sehingga berpotensi mematikan industri rokok kecil skala rumahan yang ada di daerah.

"Pasar rokok ilegal akan makin tinggi jika harga rokok di atas keekonomian. Ini data dari WHO, setelah ratifikasi konsumsi rokok tak turun," jelasnya.

Hasan memastikan, kalangan industri sudah kompak akan melawan jika pemerintah tetap ngotot mengaksesi FCTC. Pengusaha akan memakai berbagai jalur legal untuk melawan.

"Jika diterapkan, industri akan melawan, tentu melawan melalui institusi legal dan lebih terbuka, karena ini menyangkut hajat hidup. Kalau sedemikian rupa akan mematikan kami, kami akan menggunakan cara regulatif dengan saluran yang ada. Kami minta pemerintah lebih arif, jangan memaksakan," tegasnya.

Berdasarkan data dari Gappri, pada 2011 jumlah pabrik rokok mencapai 2.540 pabrik, kemudian 2012 turun menjadi 1.000 pabrik, sedangkan 2013 turun lagi menjadi 800 pabrik dengan jumlah pekerja yang juga mengalami penurunan secara bervariasi. "Dari 800 pabrik, hanya 100 pabrik aktif, sisanya hampir kolaps," pungkasnya.
(gpr)
Berita Terkait
Pakar Paparkan Sains...
Pakar Paparkan Sains dan Teknologi di Balik Tembakau Inovatif Bebas Asap
Siasat Produsen Rokok...
Siasat Produsen Rokok Hadapi Pelemahan Daya Beli
Foom Berupaya Bantu...
Foom Berupaya Bantu Perokok Beralih ke Cara yang Lebih Aman
Pelaku IHT Duga Ada...
Pelaku IHT Duga Ada Tekanan Pihak Tertentu Soal Kenaikan Cukai Rokok
Pemerintah Diminta Lindungi...
Pemerintah Diminta Lindungi Industri Rokok Klembak Menyan
Menelisik Fenomena Rokok...
Menelisik Fenomena Rokok Ilegal
Berita Terkini
Ratusan Triliun Kabur...
Ratusan Triliun Kabur ke Luar Negeri, Nasionalisme Taipan Indonesia Dipertanyakan
6 menit yang lalu
Bandara IKN Selesai...
Bandara IKN Selesai Dibangun, Kapan Beroperasi Penuh?
1 jam yang lalu
Gedung Putih: Lebih...
Gedung Putih: Lebih dari 75 Negara Coba Negosiasi Tarif dengan AS
3 jam yang lalu
Tersendat Libur Panjang,...
Tersendat Libur Panjang, 13 Juta Wajib Pajak Laporkan SPT Tahunan
5 jam yang lalu
Mandek di Rp1.904.000/Gram,...
Mandek di Rp1.904.000/Gram, Intip Rincian Harga Emas Antam per Minggu 13 April 2025
5 jam yang lalu
Uni Eropa Bakal Pakai...
Uni Eropa Bakal Pakai Segala Cara untuk Melawan Tarif AS
6 jam yang lalu
Infografis
7 Jurusan yang Lulusannya...
7 Jurusan yang Lulusannya Berpotensi Sulit Dapat Pekerjaan
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved