Izin ekspor Freeport dan Newmont masih ditahan
A
A
A
Sindonews.com - Pemerintah masih menahan izin ekspor PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara karena syarat yang diajukan oleh pemerintah belum terpenuhi.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Dede Ida Suhendra mengatakan, untuk memperoleh izin ekspor, Freeport dan Newmont harus memenuhi syarat regulasi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 perubahan kedua atas PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara beserta turunannya, yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 hingga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2014.
Dalam aturan disebutkan, pemegang Kontrak Karya dan Izin Usaha Pertambangan yang ingin melakukan penjualan ke luar negeri wajib melakukan kegiatan pemurnian dan pengolahan di dalam negeri.
“Selama persyaratannya belum lengkap kami tidak berani. Biarpun di paksa juga tetap tidak mau,” kata dia saat dijumpai di kantornya, Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Bahkan ketentuan tersebut juga telah diperjelas dalam Permen ESDM No 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Dalam Negeri. Selain itu, persyaratan ekspor juga harus dilengkapi dengan dokumen studi kelayakan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
Sementara Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R Sukhyar menuturkan, rekomendasi ekspor akan diberikan setelah memenuhi kelengkapan persyaratan yang tertuang di dalam regulasi tersebut, diantaranya komitmen pembangunan smelter serta perjanjian jual beli mineral logam yang telah memenuhi batasan pengolahan dengan pembeli di luar negeri.
“Terdapat 66 perusahaan pemegang KK yang mengajukan rekomendasi ET. Empat perusahaan adalah dengan kegiatan usaha yang menghasilkan konsentrat 16 eksportir komoditi hasil pemurnian dan sisasnya komoditi bukan logam,” kata dia.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Dede Ida Suhendra mengatakan, untuk memperoleh izin ekspor, Freeport dan Newmont harus memenuhi syarat regulasi, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 perubahan kedua atas PP No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara beserta turunannya, yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 hingga Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2014.
Dalam aturan disebutkan, pemegang Kontrak Karya dan Izin Usaha Pertambangan yang ingin melakukan penjualan ke luar negeri wajib melakukan kegiatan pemurnian dan pengolahan di dalam negeri.
“Selama persyaratannya belum lengkap kami tidak berani. Biarpun di paksa juga tetap tidak mau,” kata dia saat dijumpai di kantornya, Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Bahkan ketentuan tersebut juga telah diperjelas dalam Permen ESDM No 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Dalam Negeri. Selain itu, persyaratan ekspor juga harus dilengkapi dengan dokumen studi kelayakan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter).
Sementara Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R Sukhyar menuturkan, rekomendasi ekspor akan diberikan setelah memenuhi kelengkapan persyaratan yang tertuang di dalam regulasi tersebut, diantaranya komitmen pembangunan smelter serta perjanjian jual beli mineral logam yang telah memenuhi batasan pengolahan dengan pembeli di luar negeri.
“Terdapat 66 perusahaan pemegang KK yang mengajukan rekomendasi ET. Empat perusahaan adalah dengan kegiatan usaha yang menghasilkan konsentrat 16 eksportir komoditi hasil pemurnian dan sisasnya komoditi bukan logam,” kata dia.
(rna)