Laba bersih BII kuartal I anjlok 39%
A
A
A
Sindonews.com - Selama kuartal I/2014, PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BNII) mengalami penurunan kualitas aset pada beberapa nasabah perbankan global, sehubungan commodity dan structured trade financing.
Dampaknya, provisi meningkat sebesar 72 persen. Bank mengelola eksposur komoditas yang masih ada di Structured Trade dan Commodity Finance melalui kontrol yang lebih ketat.
"Biaya provisi yang lebih tinggi dari yang diperkirakan berdampak pada laba periode ini. Untuk mengatasi ini, kami melakukan langkah-langkah proaktif untuk meningkatkan pemantauan account nasabah dan kualitas kredit untuk memastikan kualitas aset tetap terjaga dengan baik," terang Presiden Direktur BII Taswin Zakaria dalam rilisnya, Rabu (30/4/2014).
Kondisi ekonomi global dan domestik yang menyebabkan penurunan pada aktivitas ekspor disertai dengan kenaikan suku bunga juga berdampak pada tingkat NPL Bank. Rasio kredit bermasalah-kotor (gross NPL) berada pada 2,05 persen, sementara rasio kredit bermasalah-bersih (net NPL) berada pada 1,43 persen dari masing-masing 1,47 persen dan 0,6 persen sebelumnya.
Selain itu, peningkatan biaya dana dan kondisi pasar yang penuh tantangan berdampak pada Marjin Bunga Bersih (NIM) Bank yang turun dari 4,58 persen menjadi 4,03 persen.
"Faktor-faktor ini memengaruhi laba BII pada kuartal pertama dengan PATAMI turun 39 persen menjadi Rp189 miliar," ujarnya.
Pendapatan bersih bunga (NII) perseroan meningkat dari Rp1,4 triliun pada Maret 2013 menjadi Rp1,5 triliun pada Maret 2014. Fee based income BII relatif stabil dibanding tahun lalu mencerminkan dampak positif dari global market, layanan cash management meskipun pendapatan fee yang lebih rendah dari entitas anak.
Total fee based income mencapai Rp504 miliar pada Maret 2014 dibanding Rp520 miliar pada Maret 2013. Overhead cost juga terkelola dengan baik meskipun inflasi mencapai sekitar 8-9 persen pada kuartal pertama. Total overhead cost sebesar Rp 1,4 triliun pada Maret 2014 dari Rp1,3 triliun pada Maret 2013.
Dampaknya, provisi meningkat sebesar 72 persen. Bank mengelola eksposur komoditas yang masih ada di Structured Trade dan Commodity Finance melalui kontrol yang lebih ketat.
"Biaya provisi yang lebih tinggi dari yang diperkirakan berdampak pada laba periode ini. Untuk mengatasi ini, kami melakukan langkah-langkah proaktif untuk meningkatkan pemantauan account nasabah dan kualitas kredit untuk memastikan kualitas aset tetap terjaga dengan baik," terang Presiden Direktur BII Taswin Zakaria dalam rilisnya, Rabu (30/4/2014).
Kondisi ekonomi global dan domestik yang menyebabkan penurunan pada aktivitas ekspor disertai dengan kenaikan suku bunga juga berdampak pada tingkat NPL Bank. Rasio kredit bermasalah-kotor (gross NPL) berada pada 2,05 persen, sementara rasio kredit bermasalah-bersih (net NPL) berada pada 1,43 persen dari masing-masing 1,47 persen dan 0,6 persen sebelumnya.
Selain itu, peningkatan biaya dana dan kondisi pasar yang penuh tantangan berdampak pada Marjin Bunga Bersih (NIM) Bank yang turun dari 4,58 persen menjadi 4,03 persen.
"Faktor-faktor ini memengaruhi laba BII pada kuartal pertama dengan PATAMI turun 39 persen menjadi Rp189 miliar," ujarnya.
Pendapatan bersih bunga (NII) perseroan meningkat dari Rp1,4 triliun pada Maret 2013 menjadi Rp1,5 triliun pada Maret 2014. Fee based income BII relatif stabil dibanding tahun lalu mencerminkan dampak positif dari global market, layanan cash management meskipun pendapatan fee yang lebih rendah dari entitas anak.
Total fee based income mencapai Rp504 miliar pada Maret 2014 dibanding Rp520 miliar pada Maret 2013. Overhead cost juga terkelola dengan baik meskipun inflasi mencapai sekitar 8-9 persen pada kuartal pertama. Total overhead cost sebesar Rp 1,4 triliun pada Maret 2014 dari Rp1,3 triliun pada Maret 2013.
(izz)