REI beri masukan ke DPR soal RUU Pertanahan
A
A
A
Sindonews.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan, yang ditarget akan disahkan sebelum masa kerja DPR berakhir.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Eddy Hussy menyambut positif atas pembahasan RUU tersebut. Pihaknya juga membentuk kelompok kerja (pokja) untuk memberikan masukan konstruktif kepada pembuat Undang-Undang (UU).
"Masukan tersebut melibatkan para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Hasil pemikiran para pakar itu yang kemudian diusulkan kepada DPR dan pemerintah, agar produk hukum yang akan dihasilkan tersebut mampu menciptakan pertumbuhan iklim investasi kondusif sekaligus menjadi solusi komprehensif terhadap berbagai persoalan pertanahan di Indonesia," ujarnya dalam Seminar RUU Pertanahan di Hotel Atlet, Jakarta, Selasa (6/5/2014).
Sementara, Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Pertanahan Handaka Santosa menjelaskan, terdapat beberapa pasal di RUU tersebut yang berpotensi menurunkan daya saing dan kepastian usaha jangka panjang.
"Pasal dalam RUU tersebut menyebutkan tentang pembatasan luas maksimal lahan untuk pengembangan kawasan perumahan," terangnya.
Penguasaan dan pemilikan tanah oleh badan hukum untuk pembangunan perumahan bersifat sementara. "Kenapa demikian? Karena hal tersebut dari awal tidak dimaksudkan untuk dikuasai dan dimiliki sendiri untuk selama-lamanya oleh perusahaan pengembang, tetapi akan dijual kepada masyarakat," imbuhnya.
Dia mengatakan, dalam industri perumahan, seluas 40 persen tanah yang dimiliki pengembang akan diserahkan kepada pemerintah dalam bentuk Prasarana dan Sarana Umum (PSU). Ini sesuai ketentuan izin lokasi yang diperoleh pengembang.
Sementara, sisanya 60 persen akan dikembangkan dan dijual kepada masyarakat. "Sehingga dalam industri perumahan sesungguhnya pemahaman penguasaan tanah dalam jangka lama tidak akan terjadi karena prinsip 40 persen sampai 60 persen tadi," pungkas Handaka.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Eddy Hussy menyambut positif atas pembahasan RUU tersebut. Pihaknya juga membentuk kelompok kerja (pokja) untuk memberikan masukan konstruktif kepada pembuat Undang-Undang (UU).
"Masukan tersebut melibatkan para pakar dari berbagai disiplin ilmu. Hasil pemikiran para pakar itu yang kemudian diusulkan kepada DPR dan pemerintah, agar produk hukum yang akan dihasilkan tersebut mampu menciptakan pertumbuhan iklim investasi kondusif sekaligus menjadi solusi komprehensif terhadap berbagai persoalan pertanahan di Indonesia," ujarnya dalam Seminar RUU Pertanahan di Hotel Atlet, Jakarta, Selasa (6/5/2014).
Sementara, Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Pertanahan Handaka Santosa menjelaskan, terdapat beberapa pasal di RUU tersebut yang berpotensi menurunkan daya saing dan kepastian usaha jangka panjang.
"Pasal dalam RUU tersebut menyebutkan tentang pembatasan luas maksimal lahan untuk pengembangan kawasan perumahan," terangnya.
Penguasaan dan pemilikan tanah oleh badan hukum untuk pembangunan perumahan bersifat sementara. "Kenapa demikian? Karena hal tersebut dari awal tidak dimaksudkan untuk dikuasai dan dimiliki sendiri untuk selama-lamanya oleh perusahaan pengembang, tetapi akan dijual kepada masyarakat," imbuhnya.
Dia mengatakan, dalam industri perumahan, seluas 40 persen tanah yang dimiliki pengembang akan diserahkan kepada pemerintah dalam bentuk Prasarana dan Sarana Umum (PSU). Ini sesuai ketentuan izin lokasi yang diperoleh pengembang.
Sementara, sisanya 60 persen akan dikembangkan dan dijual kepada masyarakat. "Sehingga dalam industri perumahan sesungguhnya pemahaman penguasaan tanah dalam jangka lama tidak akan terjadi karena prinsip 40 persen sampai 60 persen tadi," pungkas Handaka.
(izz)