Furniture masih dominasi ekspor Jateng

Jum'at, 09 Mei 2014 - 17:13 WIB
Furniture masih dominasi ekspor Jateng
Furniture masih dominasi ekspor Jateng
A A A
Sindonews.com - Ekspor di Jawa Tengah (Jateng) lambat laun terus mengalami kenaikan. Terbukti, pada kuartal I/2014, nilai ekspor di Jateng mampu tembus diangka USD1,42 juta. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode sama 2013 sebesar USD1,25 juta.

Komiditi tekstil dan furniture masih mendominasi ekspor di Jateng. Kedua komoditi ini memberikan andil masing-masing sebesar 37,85 persen untuk tekstil dan furniture memberikan andil sebesar 17,77 persen.

Kepala Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, Jamjam Zamachsyari, menyatakan, untuk bulan terkhir triwulan pertama atau Maret, tercatat terjadi ekspor senilai USD523 juta. Jumlah tersebut naik sekitar 13 persen atau naik USD63,64 juta.

Jamjam menilai dengan adanya kenaikan, jumlah ekspor menunjukan bahwa barang-barang dari Jateng masih cukup diminati pasar luar negari.

"Selain furniture dan tekstil komoditi lain yang memberikan kontribusi cukup besar adalah barang-barang hasil pabrik yang mencapai 12,36 persen. Memang paling tinggi masih didominasi tekstil dan furniture," katanya, Jumat (9/5/2014).

Menurutnya, negara tujuan ekspor Jateng masih di dominasi tiga negara yakni Amerika, China, dan Jepang. Ekspor ke tiga negara tersebut masing-masing mencapai USD317,78 juta, USD169,60 juta dan USD131,04 juta. "Amerika masih cukup tinggi, terutama untuk produk tekstil," katanya.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jateng Frans Kongi mengakui pasar luar negeri masih terbuka lebar untuk Jateng. Penguatan nilai dolar juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya nilai ekspor. "Kita punya barang sangat digemari di pasar internasional," katanya.

Namun, lanjut dia, di tengah geliat ekspor yang cukup baik, pengusaha saat ini dihadapkan dengan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) yang sudah berlaku sejak 1 Mei. Kenikan TDL akan memicu kenaikan produksi hingga mencapai 30 persen.

Kondisi ini sangat menyulitkan pengusaha untuk mampu bersaing di pasar internasional. "Kenaikan TDL cukup besar, sehingga biaya produksi pun naik, otomatis kita harus menaikan harga hasil produksi. Tetapi kalau kita menaikkan harga tentu kita akan sulit bersaing," pungkasnya.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6073 seconds (0.1#10.140)