CT: Subsidi Tidak Boleh Dalam Bentuk Barang
A
A
A
JAKARTA - Indonesia seringkali bermasalah dengan pemberian subsidi yang dinilai tidak tepat sasaran. Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Chairul Tandjung mengatakan, subsidi pada dasarnya lebih tepat tidak diberikan dalam bentuk barang agar tidak terjadi penyimpangan.
"Contohnya subsidi BBM (bahan bakar minyak) yang menikmati separuhnya adalah orang kaya. Itu basic filosifinya dan selalu saja terjadi penyimpangan. Subsidi pupuk, ada bocorannya yang masuk ke perkebunan. Ada ketidaktepatan sasaran," ujar dia dalam diskusi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Menara Permata Kuningan, Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Dia menilai, tarif listrik atau BBM seharusnya ditetapkan dengan harga normal tanpa subsidi. Subsidi lebih tepat diberikan dengan memberikan orang miskin uang, agar mereka bisa membayar listrik atau membeli BBM.
Dalam masa jabatannya yang singkat, dia mengaku tidak bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan tuntas. Yang bisa dilakukannya saat ini adalah menyiapkan pondasi atau terobosan untuk pemerintahan berikutnya.
"Enggak mungkin saya lakukan sekarang. Ini realitas yang mesti diketahui. Saya bukan Superman. Jadi panjang sekali masalah yang harus diselesaikan. Kalau dokumen untuk ini, KEN (Komite Ekonomi Nasional) sudah persiapkan," lanjutnya.
Selain itu, dia berjanji akan membuat memoar untuk pemerintahan berikutnya. Yang terpenting saat ini adalah ekonomi Indonesia harus jalan, karena enam bulan kebelakang, pemerintah disibukkan dengan pemilihan umum (Pemilu) yang menyebabkan ekonomi sedikit kurang perhatian.
"Saya akan buat memoar untuk pemerintahan berikut. Nanti waktu serah terima atau sebelumnya saya akan serahkan kepada Presiden atau Wapresnya, untuk jadi dokumennya. Yang bisa saya lakukan breakthrough saja. Kalau me-reform keseluruhan itu impossible," tukas dia.
"Contohnya subsidi BBM (bahan bakar minyak) yang menikmati separuhnya adalah orang kaya. Itu basic filosifinya dan selalu saja terjadi penyimpangan. Subsidi pupuk, ada bocorannya yang masuk ke perkebunan. Ada ketidaktepatan sasaran," ujar dia dalam diskusi dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Menara Permata Kuningan, Jakarta, Rabu (28/5/2014).
Dia menilai, tarif listrik atau BBM seharusnya ditetapkan dengan harga normal tanpa subsidi. Subsidi lebih tepat diberikan dengan memberikan orang miskin uang, agar mereka bisa membayar listrik atau membeli BBM.
Dalam masa jabatannya yang singkat, dia mengaku tidak bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan tuntas. Yang bisa dilakukannya saat ini adalah menyiapkan pondasi atau terobosan untuk pemerintahan berikutnya.
"Enggak mungkin saya lakukan sekarang. Ini realitas yang mesti diketahui. Saya bukan Superman. Jadi panjang sekali masalah yang harus diselesaikan. Kalau dokumen untuk ini, KEN (Komite Ekonomi Nasional) sudah persiapkan," lanjutnya.
Selain itu, dia berjanji akan membuat memoar untuk pemerintahan berikutnya. Yang terpenting saat ini adalah ekonomi Indonesia harus jalan, karena enam bulan kebelakang, pemerintah disibukkan dengan pemilihan umum (Pemilu) yang menyebabkan ekonomi sedikit kurang perhatian.
"Saya akan buat memoar untuk pemerintahan berikut. Nanti waktu serah terima atau sebelumnya saya akan serahkan kepada Presiden atau Wapresnya, untuk jadi dokumennya. Yang bisa saya lakukan breakthrough saja. Kalau me-reform keseluruhan itu impossible," tukas dia.
(gpr)