Pemerintah Didesak Ubah Pola Impor BBM
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta memperbaiki pola impor Bahan Bakar Minyak (BBM), serta mengembangkan sarana penunjangnya berupa kilang minyak yang hingga kini belum terealisasi.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (persero) Ari Soemarno mengatakan, mengubah pola impor minyak bumi dan BBM penting dilakukan agar terhindar dari permainan mafia-mafia migas.
Di mana pengadaan harus langsung dari negara-negara penghasil dan produsen dengan kontrak jangka panjang.
"Selama ini yang dilakukan tidak langsung ke produsen tapi melalui NOC (National Oil Company). NOC bukan produsen, dia juga trader karena NOC beli ke tempat lain kalau di bilang NOC mafia minyaknya ya bisa. Maka kita harus modernisasi kilang-kilang minyak baru," kata dia di Jakarta, Selasa (24/6/2014).
Menurutnya, pembangunan kilang baru bukan prioritas, karena keeokonomiannya sangat marginal. Penekanannya adalah pada ekspansi dan modernisasi kilang BBM yang ada.
"Tapi kalau memang mau bangun kilang baru, sebaiknya di tempat kilang yang sudah ada karena pertimbangannya keekonomian," jelas dia.
Ari mengatakan, penenakan impor BBM harus dilakukan segera karena menyangkut beban subsidi BBM yang semakin membengkak hingga mencapai Rp300 triliun. Di samping itu, produksi dan cadangan minyak bumi terus menurun begitu juga gas bumi.
"Sementara kapasitas kilang penghasil BBM stagnan sejak 1995. Tidak ada progres kapasitas kilang enggak nambah ini yang dimainin di pasar yang dinamakan mafi-mafia di pasar," pungkas dia.
Mantan Direktur Utama PT Pertamina (persero) Ari Soemarno mengatakan, mengubah pola impor minyak bumi dan BBM penting dilakukan agar terhindar dari permainan mafia-mafia migas.
Di mana pengadaan harus langsung dari negara-negara penghasil dan produsen dengan kontrak jangka panjang.
"Selama ini yang dilakukan tidak langsung ke produsen tapi melalui NOC (National Oil Company). NOC bukan produsen, dia juga trader karena NOC beli ke tempat lain kalau di bilang NOC mafia minyaknya ya bisa. Maka kita harus modernisasi kilang-kilang minyak baru," kata dia di Jakarta, Selasa (24/6/2014).
Menurutnya, pembangunan kilang baru bukan prioritas, karena keeokonomiannya sangat marginal. Penekanannya adalah pada ekspansi dan modernisasi kilang BBM yang ada.
"Tapi kalau memang mau bangun kilang baru, sebaiknya di tempat kilang yang sudah ada karena pertimbangannya keekonomian," jelas dia.
Ari mengatakan, penenakan impor BBM harus dilakukan segera karena menyangkut beban subsidi BBM yang semakin membengkak hingga mencapai Rp300 triliun. Di samping itu, produksi dan cadangan minyak bumi terus menurun begitu juga gas bumi.
"Sementara kapasitas kilang penghasil BBM stagnan sejak 1995. Tidak ada progres kapasitas kilang enggak nambah ini yang dimainin di pasar yang dinamakan mafi-mafia di pasar," pungkas dia.
(izz)