Budidaya Udang Vaname Tepat untuk Dikembangkan
A
A
A
TAKALAR - Indonesia memiliki keragaman hasil laut yang dapat dibudidayakan, salah satunya adalah kegiatan pengembangan budidaya udang Vaname. Kegiatan penelitian strategis dengan pengembangan budidaya udang Vaname super intensif di tambak kecil atau Small Scale Intensive Farm, sangat tepat untuk terus dikembangkan.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, teknologi budidaya ini memiliki ciri luasan petak tambak sekitar 1.000 m2, kedalaman air > 2 m, padat penebaran tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal serta dilengkapi dengan tandon air bersih dan petak pengolah limbah budidaya.
"Sistem ini bukti nyata peran penelitian dan pengembangan untuk mengkaji sistem akuakultur tambak super intensif agar memenuhi prinsip akuakultur berkelanjutan yang selaras dengan program industrialisasi perikanan budidaya berbasis blue economi," ujar Cicip dalam rilisnya, Kamis (26/6/2014).
Dia menambahkan, inisiasi sistem akuakultur ini menjadi harapan pertumbuhan ekonomi bangsa melalui peningkatan produksi yang berdaya saing.
"Pengembangan tambak dengan teknologi super intensif dengan labelEco-Culture Vaname Estate menitikberatkan pada prinsip akuakultur berkelanjutan dengan pendekatan blue economy dimana produksi yang tinggi dengan memanfaatkan ruang budidaya yang kecil harus menjamin kelestarian lingkungan hidup khususnya perairan pesisir dan laut bagi keberlanjutan usaha akuakultur yang berdaya saing tinggi," ujarnya.
Sharif menegaskan, teknologi super intensif dapat dikembangkan dengan prasyarat adanya IPAL yang menjadi satu kesatuan sistem yang holistik meliputi proses pembesaran udang dan proses pengolahan buangan air limbah.
"Apalagi potensi dampak akuakultur superintensif yaitu degradasi ekosistem dan penurunan biodiversitas pesisir akibat buangan limbah yang tidak dikelola ke perairan pesisir membawa pengkayaan nutrien, peningkatan bahan organik dan sedimentasi," paparnya.
Dia menambahkan, tentunya sejarah degradasi pantai utara Jawa yang salah satunya disebabkan pembukaan tambak secara masif cukuplah menjadi pembelajaran penting bagi dunia akuakultur. “Hal inilah yang menjadi dasar roadmap penelitian selanjutnya,” tandas Sharif.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif Cicip Sutardjo, teknologi budidaya ini memiliki ciri luasan petak tambak sekitar 1.000 m2, kedalaman air > 2 m, padat penebaran tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal serta dilengkapi dengan tandon air bersih dan petak pengolah limbah budidaya.
"Sistem ini bukti nyata peran penelitian dan pengembangan untuk mengkaji sistem akuakultur tambak super intensif agar memenuhi prinsip akuakultur berkelanjutan yang selaras dengan program industrialisasi perikanan budidaya berbasis blue economi," ujar Cicip dalam rilisnya, Kamis (26/6/2014).
Dia menambahkan, inisiasi sistem akuakultur ini menjadi harapan pertumbuhan ekonomi bangsa melalui peningkatan produksi yang berdaya saing.
"Pengembangan tambak dengan teknologi super intensif dengan labelEco-Culture Vaname Estate menitikberatkan pada prinsip akuakultur berkelanjutan dengan pendekatan blue economy dimana produksi yang tinggi dengan memanfaatkan ruang budidaya yang kecil harus menjamin kelestarian lingkungan hidup khususnya perairan pesisir dan laut bagi keberlanjutan usaha akuakultur yang berdaya saing tinggi," ujarnya.
Sharif menegaskan, teknologi super intensif dapat dikembangkan dengan prasyarat adanya IPAL yang menjadi satu kesatuan sistem yang holistik meliputi proses pembesaran udang dan proses pengolahan buangan air limbah.
"Apalagi potensi dampak akuakultur superintensif yaitu degradasi ekosistem dan penurunan biodiversitas pesisir akibat buangan limbah yang tidak dikelola ke perairan pesisir membawa pengkayaan nutrien, peningkatan bahan organik dan sedimentasi," paparnya.
Dia menambahkan, tentunya sejarah degradasi pantai utara Jawa yang salah satunya disebabkan pembukaan tambak secara masif cukuplah menjadi pembelajaran penting bagi dunia akuakultur. “Hal inilah yang menjadi dasar roadmap penelitian selanjutnya,” tandas Sharif.
(gpr)