Pemangkasan Subsidi BBM Darurat bagi Pemerintahan Baru
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengungkapkan, pemangkasan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) menjadi hal yang darurat harus dilakukan oleh pemerintahan yang akan datang. Pasalnya, pemangkasan tersebut tidak dapat dilakukan oleh pemerintahan saat ini.
"Karena saya katakan subsidi BBM harus di-based out, harus dikurangi. Kenapa tidak di pemerintahan sekarang? Ini kan Presiden baru diumumkan 22 Juli, kalau selisihnya dekat harus ke MK (Mahkamah Konstitusi) berarti September baru selesai, dan pemerintahan baru mulai Oktober," ujar dia di Gedung Kemenkeu Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Menurutnya, di masa transisi ini pengambilan kebijakan yang strategis tidak boleh dilakukan, terlebih ini berkaitan dengan subsidi BBM yang jika dilakukan akan berimplikasi kepada masyarakat luas, termasuk pada kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut.
"Kalau ini dilakukan akan implikasi ke harga. Ini harus dilakukan oleh pemerintahan yang sudah seattle. Ini masih periode strategis dan waktunya limited. Kalau mau naikin, Presiden kita mau ngomong dengan siapa," imbuh dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, semakin hari lifting minyak dunia terus mengalami penurunan. Dia menyebutkan, saat pengajuan awal Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015 sebesar 900 ribu barel per hari. Namun Badan Anggaran (Banggar) disusutkan lagi menjadi 830 ribu hingga 870 ribu barel per hari.
"Dengan kondisi ini rasanya susah mengharapkan lifting tinggi. Kalau produksi turun, konsumsi makin tinggi, beban subsidi akan makin besar. Mungkin setelah 2018 lifting akan jadi 500 ribu barel per hari. Akibatnya (subsidi BBM) musti di-based out," tandas dia.
"Karena saya katakan subsidi BBM harus di-based out, harus dikurangi. Kenapa tidak di pemerintahan sekarang? Ini kan Presiden baru diumumkan 22 Juli, kalau selisihnya dekat harus ke MK (Mahkamah Konstitusi) berarti September baru selesai, dan pemerintahan baru mulai Oktober," ujar dia di Gedung Kemenkeu Jakarta, Rabu (16/7/2014).
Menurutnya, di masa transisi ini pengambilan kebijakan yang strategis tidak boleh dilakukan, terlebih ini berkaitan dengan subsidi BBM yang jika dilakukan akan berimplikasi kepada masyarakat luas, termasuk pada kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut.
"Kalau ini dilakukan akan implikasi ke harga. Ini harus dilakukan oleh pemerintahan yang sudah seattle. Ini masih periode strategis dan waktunya limited. Kalau mau naikin, Presiden kita mau ngomong dengan siapa," imbuh dia.
Lebih lanjut dia mengatakan, semakin hari lifting minyak dunia terus mengalami penurunan. Dia menyebutkan, saat pengajuan awal Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015 sebesar 900 ribu barel per hari. Namun Badan Anggaran (Banggar) disusutkan lagi menjadi 830 ribu hingga 870 ribu barel per hari.
"Dengan kondisi ini rasanya susah mengharapkan lifting tinggi. Kalau produksi turun, konsumsi makin tinggi, beban subsidi akan makin besar. Mungkin setelah 2018 lifting akan jadi 500 ribu barel per hari. Akibatnya (subsidi BBM) musti di-based out," tandas dia.
(gpr)