Pemanfaatan Biodiesel 20% Kurangi Impor BBM
A
A
A
JAKARTA - Pemanfaatan Biodiesel 20% (B20) saat ini bukan harapan lagi, karena hari ini dilakukan road test pada kendaraan bermotor oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Hal tersebut dikatakan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konvervasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulayan dalam acara peresmian uji jalan (road test) pemanfaatan biodiesel 20% di kantor Kemeterian ESDM, hari ini.
"B20 bukan harapan lagi, kita sudah melakukannya. Ini program pemarintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 25/2013 mengenai mandatori biofuel. Pada 2016 kita canangkan untuk mulai menggunakan B20, artinya 20% bahan bakar nabati di dalam solar. Itu sendiri sudah lama kita keluarkan pada 2013," ujarnya usai peresmian tersebut, Kamis (17/7/2014).
Menurutnya, road test bertujuan agar pelaksanaan di 2016 berjalan mulus, tidak ada lagi resistensi penolakan dari masyarakat. Namun, yang pasti road test tidak menghasilkan rekomendasi agar program penggunaan B20 ditunda.
"B20 harus tetap jalan. Kalaupun ada yang harus disesuaikan seperti pada mesin kendaraan, ya mesinnya yang harus mengikuti bukan peraturannya yang ditunda. Dan itu kenapa kita melibatkan Gaikindo dari jauh-jauh hari. Jadi program ini harus tetap jalan," ujar dia.
Beberapa perusahaan automotif turut digandeng seperti Toyota dan Chevrolet. "Baru dua itu, Honda belum. Toyota sudah diuji sampai 100 ribu km. Karena 40 ribu itu minimun uji test. Kalau ini berhasil, maka ketergantungan terhadap impor akan jauh berkurang, menghemat devisa, dan akan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri," ujarnya.
Biodiesel ini, lanjut Rida, 100% diproduksi sendiri mulai dari penanamannya. Tidak ada ketergantungan dengan pihak lain. Jadi, kedaulatan energi dapat dilakukan dan lambat laun akan dibangun lebih kuat ke depan.
Selain itu, B20 juga dapat menghemat sekitar USD6 miliar. Pihaknya sedang mengevaluasi Mitsubishi, Toyota, Chevrolet. Pemerintah juga memantau atau monitoring di implementasinya.
"Secara teknis sebenarnya sudah berjalan. Implementasinya terkendala dalam hal pengadaan. Saya masih menunggu laporan kendalanya di mana, bisa jadi harganya atau infrastrukturnya. Bukan masalah pada produksi, tapi karena produsennya banyak," pungkas Rida.
Hal tersebut dikatakan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konvervasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulayan dalam acara peresmian uji jalan (road test) pemanfaatan biodiesel 20% di kantor Kemeterian ESDM, hari ini.
"B20 bukan harapan lagi, kita sudah melakukannya. Ini program pemarintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM No 25/2013 mengenai mandatori biofuel. Pada 2016 kita canangkan untuk mulai menggunakan B20, artinya 20% bahan bakar nabati di dalam solar. Itu sendiri sudah lama kita keluarkan pada 2013," ujarnya usai peresmian tersebut, Kamis (17/7/2014).
Menurutnya, road test bertujuan agar pelaksanaan di 2016 berjalan mulus, tidak ada lagi resistensi penolakan dari masyarakat. Namun, yang pasti road test tidak menghasilkan rekomendasi agar program penggunaan B20 ditunda.
"B20 harus tetap jalan. Kalaupun ada yang harus disesuaikan seperti pada mesin kendaraan, ya mesinnya yang harus mengikuti bukan peraturannya yang ditunda. Dan itu kenapa kita melibatkan Gaikindo dari jauh-jauh hari. Jadi program ini harus tetap jalan," ujar dia.
Beberapa perusahaan automotif turut digandeng seperti Toyota dan Chevrolet. "Baru dua itu, Honda belum. Toyota sudah diuji sampai 100 ribu km. Karena 40 ribu itu minimun uji test. Kalau ini berhasil, maka ketergantungan terhadap impor akan jauh berkurang, menghemat devisa, dan akan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri," ujarnya.
Biodiesel ini, lanjut Rida, 100% diproduksi sendiri mulai dari penanamannya. Tidak ada ketergantungan dengan pihak lain. Jadi, kedaulatan energi dapat dilakukan dan lambat laun akan dibangun lebih kuat ke depan.
Selain itu, B20 juga dapat menghemat sekitar USD6 miliar. Pihaknya sedang mengevaluasi Mitsubishi, Toyota, Chevrolet. Pemerintah juga memantau atau monitoring di implementasinya.
"Secara teknis sebenarnya sudah berjalan. Implementasinya terkendala dalam hal pengadaan. Saya masih menunggu laporan kendalanya di mana, bisa jadi harganya atau infrastrukturnya. Bukan masalah pada produksi, tapi karena produsennya banyak," pungkas Rida.
(izz)