Kadin Harap Jokowi Kaji Ulang Penerapan UU Minerba
A
A
A
JAKARTA - Ketua Komite Tetap bidang Batubara Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bob Kamandanu mengatakan, implementasi Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) menemukan banyak kendala dan masalah.
Oleh sebab itu, dia meminta langsung kepada presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk mengkaji ulang penerapan aturan ini.
Pemerintah telah memberlakukan beleid tersebut sejak 12 Januari 2014. Dengan diberlakukannya hal tersebut, pengusaha tambang dilarang melakukan ekspor mineral mentah, dan harus melakukan pemrosesan terlebih dahulu.
"Memang sangat bagus ketika ide dan peraturan ini dilontarkan tapi banyak sekali hal pendukung yang tidk siap membuat pengusaha kesulitan. Kita dari Kadin meminta pemerintah baru (Jokowi) mengkaji lagi masalah hilirisasi mineral ini," ucapnya di Gedung Menara Kadin Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah dalam membuat peraturan ini belum menyiapkan infrastruktur pendukung yang memadai. Salah satunya pembangkit listrik besar yang diperlukan untuk pembangunan pabrik pemurnian (smelter).
"Berbagai permasalahan terkait dengan hilirisasi kendala utama pengembangan sektor mineral. Ini memerlukan proses transisi yang tidak pendek, diperlukan pembangkit yang besar. Proses perizinan yang cepat, sekarang belum ada," jelas dia.
Pria berkacamata ini menilai bahwa penerapan bea keluar ekspor mineral mentah justru hanya memberatkan pengusaha dan menghambat investasi mineral. Kebijakan hilirisasi juga secara nyata akan memperbesar defisit neraca pembayaran karena pendapatan negara terus berkurang.
"Kami minta dilakukan pendalaman karakteristik. Dalam pelaksanaan dengan adanya bea keluar ini juga penghambat investasi mineral. Kadin menyadari transformasi ini tidak mudah. Tapi kami sadar kebijakan ini tidak dirancang menghancurkan negara," tukasnya.
Oleh sebab itu, dia meminta langsung kepada presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) untuk mengkaji ulang penerapan aturan ini.
Pemerintah telah memberlakukan beleid tersebut sejak 12 Januari 2014. Dengan diberlakukannya hal tersebut, pengusaha tambang dilarang melakukan ekspor mineral mentah, dan harus melakukan pemrosesan terlebih dahulu.
"Memang sangat bagus ketika ide dan peraturan ini dilontarkan tapi banyak sekali hal pendukung yang tidk siap membuat pengusaha kesulitan. Kita dari Kadin meminta pemerintah baru (Jokowi) mengkaji lagi masalah hilirisasi mineral ini," ucapnya di Gedung Menara Kadin Jakarta, Jumat (29/8/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, pemerintah dalam membuat peraturan ini belum menyiapkan infrastruktur pendukung yang memadai. Salah satunya pembangkit listrik besar yang diperlukan untuk pembangunan pabrik pemurnian (smelter).
"Berbagai permasalahan terkait dengan hilirisasi kendala utama pengembangan sektor mineral. Ini memerlukan proses transisi yang tidak pendek, diperlukan pembangkit yang besar. Proses perizinan yang cepat, sekarang belum ada," jelas dia.
Pria berkacamata ini menilai bahwa penerapan bea keluar ekspor mineral mentah justru hanya memberatkan pengusaha dan menghambat investasi mineral. Kebijakan hilirisasi juga secara nyata akan memperbesar defisit neraca pembayaran karena pendapatan negara terus berkurang.
"Kami minta dilakukan pendalaman karakteristik. Dalam pelaksanaan dengan adanya bea keluar ini juga penghambat investasi mineral. Kadin menyadari transformasi ini tidak mudah. Tapi kami sadar kebijakan ini tidak dirancang menghancurkan negara," tukasnya.
(rna)