Sukses Meneruskan Warung Pecel Keluarga
A
A
A
BANYAK usaha rumahan keluarga yang gagal dilanjutkan penerusnya. Hanya sedikit dari mereka yang mampu bertahan dan tetap memiliki pelanggan setia.
Salah satunya adalah Warung Pecel Bu Wied. Berawal dari panggilan hati melanjutkan usaha rumahan orang tua, Wiedyanti (56), sang pemilik, kini sukses mengembangkan rumah makannya tersebut.
Warung, yang terletak di Desa Imogiri, Bantul, Yogyakarta ini telah berdiri sejak 1980. Meski harus bersaing dengan restoran-restoran modern, Warung Pecel Bu Wied mampu bertahan dan tetap ramai dikunjungi pelanggan.
"Ya, saya pilih pecel karena di samping tradisional juga sayuran kan lebih banyak peminatnya. Ini juga meneruskan usaha ibu saya," ujar Wiedyanti, saat berbincang dengan Sindonews.
Modal awal usaha Wied, begitu ibu empat putra ini akrab disapa, adalah Rp500 ribu. Kini, usahanya mampu mengantongi keuntungan sekitar Rp7-10 juta per bulan.
"Keuntungannya lumayan Mbak. Karena sayuran kan enggak begitu mahal. Yang penting semuanya senang, pelanggan balik lagi. Lagi pula yang membantu banyak. Kalau hari libur 5 orang, kalau hari biasa yang bantu-bantu paling 2 orang," ujarnya.
"Kalau hari biasa memang enggak begitu ramai. Tapi, ya lumayanlah, karena biasanya yang pelanggan kita itu rata-rata sekitar sini," lanjut Wied.
Dia menuturkan, usaha pecelnya buka mulai pukul 08.00-09.00 WIB pada hari biasa dan pukul 06.00 WIB untuk akhir pekan. Konsep prasmanan atau ambil sendiri dipilih Warung Pecel Bu Wied agar pelanggan nyaman.
"Biar semua enak. Kitanya enggak ribet. Pelanggan seleranya gimana kan kita bisa lihat dia ngambil apa saja," ucapnya.
"Karena kadang kalau kita yang ambilkan, mereka enggak suka terus dibuang. Mubazir juga kan. Yang penting kitanya ikhlas, kitanya jujur," ujar Wied.
Pelanggan sampai saat ini tidak ada keluhan. Karena mereka semua di samping sudah pelanggan lama juga sudah percaya.
"Saya sendiri ya menjaga kepercayaan. Saya menjaga mutu, harga naik enggak apa-apa yang penting mutunya terjaga. Biarin aja semua mahal ini, itu," katanya.
"Umpama bawang mahal cabe mahal, ya bumbu tetep segitu takarannya. Enggak ada niat untuk mengurangi, biarin saja, yang penting kualitasnya terjaga," tegas Wied.
Namun, dia berharap harga-harga tetap stabil sehingga tidak membingungkan saat menetapkan harga makanan.
"Kadang-kadang naik, kadang-kadang turun, kitanya yang jadi bingung. Kalau jualan gini kan enggak bisa naiki harga sembarangan," ujarnya.
Salah satunya adalah Warung Pecel Bu Wied. Berawal dari panggilan hati melanjutkan usaha rumahan orang tua, Wiedyanti (56), sang pemilik, kini sukses mengembangkan rumah makannya tersebut.
Warung, yang terletak di Desa Imogiri, Bantul, Yogyakarta ini telah berdiri sejak 1980. Meski harus bersaing dengan restoran-restoran modern, Warung Pecel Bu Wied mampu bertahan dan tetap ramai dikunjungi pelanggan.
"Ya, saya pilih pecel karena di samping tradisional juga sayuran kan lebih banyak peminatnya. Ini juga meneruskan usaha ibu saya," ujar Wiedyanti, saat berbincang dengan Sindonews.
Modal awal usaha Wied, begitu ibu empat putra ini akrab disapa, adalah Rp500 ribu. Kini, usahanya mampu mengantongi keuntungan sekitar Rp7-10 juta per bulan.
"Keuntungannya lumayan Mbak. Karena sayuran kan enggak begitu mahal. Yang penting semuanya senang, pelanggan balik lagi. Lagi pula yang membantu banyak. Kalau hari libur 5 orang, kalau hari biasa yang bantu-bantu paling 2 orang," ujarnya.
"Kalau hari biasa memang enggak begitu ramai. Tapi, ya lumayanlah, karena biasanya yang pelanggan kita itu rata-rata sekitar sini," lanjut Wied.
Dia menuturkan, usaha pecelnya buka mulai pukul 08.00-09.00 WIB pada hari biasa dan pukul 06.00 WIB untuk akhir pekan. Konsep prasmanan atau ambil sendiri dipilih Warung Pecel Bu Wied agar pelanggan nyaman.
"Biar semua enak. Kitanya enggak ribet. Pelanggan seleranya gimana kan kita bisa lihat dia ngambil apa saja," ucapnya.
"Karena kadang kalau kita yang ambilkan, mereka enggak suka terus dibuang. Mubazir juga kan. Yang penting kitanya ikhlas, kitanya jujur," ujar Wied.
Pelanggan sampai saat ini tidak ada keluhan. Karena mereka semua di samping sudah pelanggan lama juga sudah percaya.
"Saya sendiri ya menjaga kepercayaan. Saya menjaga mutu, harga naik enggak apa-apa yang penting mutunya terjaga. Biarin aja semua mahal ini, itu," katanya.
"Umpama bawang mahal cabe mahal, ya bumbu tetep segitu takarannya. Enggak ada niat untuk mengurangi, biarin saja, yang penting kualitasnya terjaga," tegas Wied.
Namun, dia berharap harga-harga tetap stabil sehingga tidak membingungkan saat menetapkan harga makanan.
"Kadang-kadang naik, kadang-kadang turun, kitanya yang jadi bingung. Kalau jualan gini kan enggak bisa naiki harga sembarangan," ujarnya.
(dmd)