Wamenkeu: Peran FKSSK Tak Jelas Fungsinya
A
A
A
JAKARTA - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, peran empat kementerian/lembaga yang tergabung dalam Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) belum jelas.
Dia mengatakan, Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dibutuhkan untuk memperjelas peran tersebut. "Intinya begini, kita kan sudah punya empat lembaga yang ikut FKSSK, nah perlu kejelasan siapa melakukan apa," ujar dia di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (9/10/2014).
Menurutnya, Undang-Undang yang ada saat ini hanya mengatur peran per lembaga. Dia mencontohkan, peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya dalam UU OJK, peran Bank Indonesia, peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam UU LPS, dan peran Kementerian Keuangan dalam UU APBN.
“Ketika ada kondisi tertentu yang butuh penanganan spesial, belum jelas siapa melakukan apa,” tambah dia.
Ketidakjelasan tersebut, lanjut dia, hanya menyebabkan penanganan krisis keuangan dilakukan sendiri-sendiri. Sehingga hal ini justru mengakibatkan efeknya lebih jelek. Contohnya, ketidakjelasan kemana harus mengajukan fasilitas pembiayaan jangka pendek.
"Misalnya siapa melakukan kemudian kalau ada fasilitas pembiayaan jangka pendek siapa yang mengajukan, siapa yang menilai itu harus clear. Kalau sekarang akhirnya sendiri-sendiri penanganannya malah lebih jelek akibatnya," ucap Bambang.
Dia menambahkan, Peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang ada saat ini tak memberikan payung hukum pada peran masing-masing kementerian/lembaga. Sebab itu, dibutuhkan aturan yang lebih mapan dan bukan yang sifatnya ad hoc.
"Ya Perppu urusan lain. Kita lebih baik nyari UU darimana nyari perrpu. Perppu kan harus ditolak atau diterima kalau UU sudah jelas. Tapi kalau UU diterima jadi kita cari sesuatu yang lebih mapan daripada yang sifatnya ad hoc," pungkas dia.
Dia mengatakan, Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) dibutuhkan untuk memperjelas peran tersebut. "Intinya begini, kita kan sudah punya empat lembaga yang ikut FKSSK, nah perlu kejelasan siapa melakukan apa," ujar dia di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (9/10/2014).
Menurutnya, Undang-Undang yang ada saat ini hanya mengatur peran per lembaga. Dia mencontohkan, peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hanya dalam UU OJK, peran Bank Indonesia, peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam UU LPS, dan peran Kementerian Keuangan dalam UU APBN.
“Ketika ada kondisi tertentu yang butuh penanganan spesial, belum jelas siapa melakukan apa,” tambah dia.
Ketidakjelasan tersebut, lanjut dia, hanya menyebabkan penanganan krisis keuangan dilakukan sendiri-sendiri. Sehingga hal ini justru mengakibatkan efeknya lebih jelek. Contohnya, ketidakjelasan kemana harus mengajukan fasilitas pembiayaan jangka pendek.
"Misalnya siapa melakukan kemudian kalau ada fasilitas pembiayaan jangka pendek siapa yang mengajukan, siapa yang menilai itu harus clear. Kalau sekarang akhirnya sendiri-sendiri penanganannya malah lebih jelek akibatnya," ucap Bambang.
Dia menambahkan, Peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang ada saat ini tak memberikan payung hukum pada peran masing-masing kementerian/lembaga. Sebab itu, dibutuhkan aturan yang lebih mapan dan bukan yang sifatnya ad hoc.
"Ya Perppu urusan lain. Kita lebih baik nyari UU darimana nyari perrpu. Perppu kan harus ditolak atau diterima kalau UU sudah jelas. Tapi kalau UU diterima jadi kita cari sesuatu yang lebih mapan daripada yang sifatnya ad hoc," pungkas dia.
(gpr)