Hadapi AEC 2015, Harus Dibuat Free Trade Zone di Pusat Kota
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) 2015, Indonesia harus membuat zona perdagangan bebas (free trade zone) di pusat kota. Sebab, free trade zone Indonesia yang ada di Batam dan Kepulauan Riau tidak berfungsi dengan baik lantaran letaknya jauh dari pusat kota.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menuturkan, pemerintah perlu membuat free trade zone yang letaknya berdekatan dengan pelabuhan dan airport utama di Indonesia.
"Maunya free trade zone ini yang dekat dengan pusat, seperti di Jakarta atau Surabaya. Yang di Batam kan enggak jalan, karena jauh. Minimal dua lah, satu dekat pelabuhan utama, satu dekat airport utama," ujarnya di Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Selasa (21/10/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, selama ini barang-barang yang diimpor oleh Indonesia harus melalui free trade zone milik Malaysia atau Singapura. Jika Indonesia memiliki free trade zone sendiri, maka barang-barang tersebut tidak perlu mampir di Singapura atau Malaysia terlebih dahulu.
"Itu barangnya buat Indonesia semua. Kenapa enggak kita bikin di sini, sehingga kita yang suplai ke negara lain. Itu yang kita harapkan, bisa efektif agar negara kita bisa jadi sumbu logistik. Karena kita kan negara paling besar di ASEAN, masa barang-barangnya parkir di luar negeri," lanjut dia.
Zaldy menambahkan, free trade zone ini juga mampu mendongkrak nilai perdagangan sebab barang yang biasanya harus mampir di negara lain dulu akan langsung terbang dan berpindah ke Indonesia. Ongkos logistik pun akan lebih efisien.
"(Biaya logistik menurun) karena memang lokasinya sudah di Indonesia. Kita enggak perlu lagi dari Singapura atau Malaysia. Jadi secara bisnis logistik bertambah. Dan kalau bisnis logistik bertambah, bayar pajak dari pemerintah juga akan naik. Jadi ada dampak positif buat pemerintah," jelas dia.
Dia pun menjamin bahwa ketersediaan infrastruktur sudah ada. Saat ini tinggal kemauan dari pemerintah saja untuk merealisasikannya.
Untuk ketersediaan infrastruktur sendiri, Zaldy mengatakan, hal tersebut sudah siap terutama di beberapa wilayah sehingga tinggal kemauan pemerintah untuk merealisasikannya.
"Infrastruktur sebenernya kita sudah siap. Tinggal mengenai lahan aja, apakah misalnya di Banten bisa menyediakan lahan untuk free trade zone airport di Cengkareng. Atau di Marunda, bisa menjadi salah satu tempat free trade zone. Selama ini barang-barang itu berada di luar negeri, padahal 60% itu kebutuhan untuk Indonesia. Kita harapkan ada perubahan kebijaksanaan dari Kemenkeu khususnya Bea Cukai untuk bisa membuat free trade zone, di Jakarta lah minimal," tandas dia.
Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Ilham Masita menuturkan, pemerintah perlu membuat free trade zone yang letaknya berdekatan dengan pelabuhan dan airport utama di Indonesia.
"Maunya free trade zone ini yang dekat dengan pusat, seperti di Jakarta atau Surabaya. Yang di Batam kan enggak jalan, karena jauh. Minimal dua lah, satu dekat pelabuhan utama, satu dekat airport utama," ujarnya di Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Selasa (21/10/2014).
Lebih lanjut dia mengatakan, selama ini barang-barang yang diimpor oleh Indonesia harus melalui free trade zone milik Malaysia atau Singapura. Jika Indonesia memiliki free trade zone sendiri, maka barang-barang tersebut tidak perlu mampir di Singapura atau Malaysia terlebih dahulu.
"Itu barangnya buat Indonesia semua. Kenapa enggak kita bikin di sini, sehingga kita yang suplai ke negara lain. Itu yang kita harapkan, bisa efektif agar negara kita bisa jadi sumbu logistik. Karena kita kan negara paling besar di ASEAN, masa barang-barangnya parkir di luar negeri," lanjut dia.
Zaldy menambahkan, free trade zone ini juga mampu mendongkrak nilai perdagangan sebab barang yang biasanya harus mampir di negara lain dulu akan langsung terbang dan berpindah ke Indonesia. Ongkos logistik pun akan lebih efisien.
"(Biaya logistik menurun) karena memang lokasinya sudah di Indonesia. Kita enggak perlu lagi dari Singapura atau Malaysia. Jadi secara bisnis logistik bertambah. Dan kalau bisnis logistik bertambah, bayar pajak dari pemerintah juga akan naik. Jadi ada dampak positif buat pemerintah," jelas dia.
Dia pun menjamin bahwa ketersediaan infrastruktur sudah ada. Saat ini tinggal kemauan dari pemerintah saja untuk merealisasikannya.
Untuk ketersediaan infrastruktur sendiri, Zaldy mengatakan, hal tersebut sudah siap terutama di beberapa wilayah sehingga tinggal kemauan pemerintah untuk merealisasikannya.
"Infrastruktur sebenernya kita sudah siap. Tinggal mengenai lahan aja, apakah misalnya di Banten bisa menyediakan lahan untuk free trade zone airport di Cengkareng. Atau di Marunda, bisa menjadi salah satu tempat free trade zone. Selama ini barang-barang itu berada di luar negeri, padahal 60% itu kebutuhan untuk Indonesia. Kita harapkan ada perubahan kebijaksanaan dari Kemenkeu khususnya Bea Cukai untuk bisa membuat free trade zone, di Jakarta lah minimal," tandas dia.
(gpr)