Indonesia Berpotensi Krisis Listrik
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman mengatakan, potensi terjadinya krisis listrik sudah ada di depan mata.
Dampaknya adalah tanpa adanya kesadaran bersama dari semua pihak terkait termasuk masyarakat, krisis listrik dinilai akan sulit dihindari.
"Salah satu hambatan yang selama ini sering dihadapi soal listrik adalah terkait persoalan pembebasan lahan. Sedangkan pemerintah di satu sisi harus dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk masyarakat," ujar dia dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (7/11/2014).
Namun, di lapangan sendiri dalam proses untuk memenuhi kebutuhan listrik tersebut sering bersinggungan juga dengan masyarakat.
"Persoalan inilah yang selama ini sering menghambat. Ini harus menjadi kesadaran bersama bahwa pembangunan infrastruktur listrik bukan untuk kepentingan pemerintah semata, namun kepentingan masyarakat juga," kata Jarman.
Pemerintah dalam melaksanakan suatu program tentunya akan berpegang pada aturan perundang-undangan. Selama tidak melanggar aturan yang ada, seharusnya tidak perlu lagi ada hambatan di lapangan.
"Seperti halnya persoalan yang muncul di proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, muncul persoalan pembebasan lahan yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan pembangunan," imbuh dia.
Padahal, segala proses yang dilakukan sudah sesuai dengan peraturan Undang-Undang No22/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
"Kita dalam melaksanakan program tentunya akan berpegang pada payung hukum," katanya.
Jarman menuturkan, harus ada kesadaran bersama baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat yang lahannya terkena dampak pembangunan, bahwa PLTU untuk kepentingan masyarakat.
Sehingga, segala persoalan yang muncul dalam pelaksanaannya bisa didiskusikan dan segera dicarikan solusi menguntungkan semua pihak.
"Agar pelaksanaan programnya bisa segera diselesaikan, sehingga manfaatnya bisa segera dirasakan," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan, Indonesia bisa mengalami krisis listrik dalam dua tahun jika pemerintah tidak membuat terobosan dalam membangun pembangkit listrik.
Menurut Sudirman, setiap pertumbuhan ekonomi I%, diperlukan peningkatan suplai listrik 1,5%. Atas dasar perhitungan tersebut, pemerintah harus membangun 7.000 MW listrik setiap tahun. Saat ini, kemampuan nasional baru sebatas membangun 2.000 MW per tahun.
Dampaknya adalah tanpa adanya kesadaran bersama dari semua pihak terkait termasuk masyarakat, krisis listrik dinilai akan sulit dihindari.
"Salah satu hambatan yang selama ini sering dihadapi soal listrik adalah terkait persoalan pembebasan lahan. Sedangkan pemerintah di satu sisi harus dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk masyarakat," ujar dia dalam rilisnya di Jakarta, Jumat (7/11/2014).
Namun, di lapangan sendiri dalam proses untuk memenuhi kebutuhan listrik tersebut sering bersinggungan juga dengan masyarakat.
"Persoalan inilah yang selama ini sering menghambat. Ini harus menjadi kesadaran bersama bahwa pembangunan infrastruktur listrik bukan untuk kepentingan pemerintah semata, namun kepentingan masyarakat juga," kata Jarman.
Pemerintah dalam melaksanakan suatu program tentunya akan berpegang pada aturan perundang-undangan. Selama tidak melanggar aturan yang ada, seharusnya tidak perlu lagi ada hambatan di lapangan.
"Seperti halnya persoalan yang muncul di proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, muncul persoalan pembebasan lahan yang menyebabkan terhambatnya pelaksanaan pembangunan," imbuh dia.
Padahal, segala proses yang dilakukan sudah sesuai dengan peraturan Undang-Undang No22/2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
"Kita dalam melaksanakan program tentunya akan berpegang pada payung hukum," katanya.
Jarman menuturkan, harus ada kesadaran bersama baik dari pemerintah maupun masyarakat setempat yang lahannya terkena dampak pembangunan, bahwa PLTU untuk kepentingan masyarakat.
Sehingga, segala persoalan yang muncul dalam pelaksanaannya bisa didiskusikan dan segera dicarikan solusi menguntungkan semua pihak.
"Agar pelaksanaan programnya bisa segera diselesaikan, sehingga manfaatnya bisa segera dirasakan," ujar dia.
Sebelumnya, Menteri ESDM, Sudirman Said mengatakan, Indonesia bisa mengalami krisis listrik dalam dua tahun jika pemerintah tidak membuat terobosan dalam membangun pembangkit listrik.
Menurut Sudirman, setiap pertumbuhan ekonomi I%, diperlukan peningkatan suplai listrik 1,5%. Atas dasar perhitungan tersebut, pemerintah harus membangun 7.000 MW listrik setiap tahun. Saat ini, kemampuan nasional baru sebatas membangun 2.000 MW per tahun.
(izz)