IRESS: Jangan Paksa Inalum Setor Listrik 300 MW ke PLN
A
A
A
JAKARTA - Peneliti dari Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara meminta pemerintah tidak terlalu memaksakan kehendaknya agar PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) membantu listrik untuk PLN hingga 300 MW.
Menurutnya, permintaan tersbeut berlebihan, sangat dipaksakan, dan menggeser PLTA yang sebelumnya untuk pasokan Inalum menjadi pembangkit listrik PLN.
"Pemerintah jangan terlalu memaksakan Inalum sesuai kebutuhan PLN. Jadi enggak bisa memaksakan seperti itu karena kapasitas PLTA yang dibangun sejak awal listriknya untuk kebutuhan Inalum dan jangan meminta lebih bantuan Inalum yang diberikan yaitu 90 MW," kata dia dalam rilisnya, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Dia menjelaskan, PLTA yang dimiliki Inalum dari awal untuk kebutuhan produksi, Inalum sudah sesuai keputusan pemerintah. Apalagi, lanjut Marwan, ada juga yang bermasalah seperti Pemda dan swasta yang sudah dapat hak pengelolaan.
Marwan juga meminta pemerintah segera mengagendakan pertemuan antara dua BUMN tersebut. Setidaknya bisa ditempuh dengan cara duduk bersama untuk mencapai kesepakatan.
"Dibenturkan Inalum-PLN kalau begini caranya kan bisa mengganggu produksi, ada kompromi jalan tengahnya yaitu tidak terlalu memenuhi PLN," jelasnya.
Karena itu, pihaknya meminta agar Inalum tetap dipertahankan, apapun alasannya negara telah mengambil haknya dari Jepang.
Sebab, keputusan untuk kepentingan negara perlu memenuhi tata negara pemerintahan yang baik. Kedua BUMN tersebut anaknya pemerintah, sehingga harus dibuat keputusan yang tidak merugikan salah satunya.
"Saya kira keputusan untuk kepentingan negara perlu memenuhi tata negara pemerintahan yang baik, mengatasi masalah dengan memaksimalkan upaya PLN yang juga telah dijalankan untuk mengatasi krisis listrik di Sumut ini," katanya.
Sementara, Dirut PT Inalum Winardi mengatakan, selama ini Inalum telah berkontribusi dalam usaha mengurangi krisis listrik di Sumatera Utara dengan memberikan daya sebesar 90 MW yang dihasilkan PLTA milik perseroan.
Daya yang dihasilkan delapan turbin pembangkit, yakni 4 turbin di pembangkit Sigura-gura dan empat turbin di pembangkit Tangga, mencapai total 603 MW pada kapasitas output puncak.
"Setelah dikurangi spinning power dan rugi-rugi transmisi, daya yang sampai di sub station pabrik peleburan Kuala Tanjung hanya sekitar 553 MW saja. Dari daya ini sebanyak 90 MW secara kontinyu sejak November 2013 disalurkan kepada masyarakat Sumut melalui PLN," jelas Winardi.
Sisanya, sebesar 463 MW untuk mengoperasikan 510 unit tungku peleburan dan seluruh fasilitas pendukungnya. Tungku tersebut dioperasikan 24 jam terus menerus selama 6-7 tahun (umur rata-rata tungku).
"Jika tidak mendapatkan energi listrik lebih dari 3 jam, maka tungku akan rusak dan harus dibangun ulang (pot reconstruction) dengan dana milyaran rupiah per tungku," tegasnya.
Menurutnya, permintaan tersbeut berlebihan, sangat dipaksakan, dan menggeser PLTA yang sebelumnya untuk pasokan Inalum menjadi pembangkit listrik PLN.
"Pemerintah jangan terlalu memaksakan Inalum sesuai kebutuhan PLN. Jadi enggak bisa memaksakan seperti itu karena kapasitas PLTA yang dibangun sejak awal listriknya untuk kebutuhan Inalum dan jangan meminta lebih bantuan Inalum yang diberikan yaitu 90 MW," kata dia dalam rilisnya, Jakarta, Senin (17/11/2014).
Dia menjelaskan, PLTA yang dimiliki Inalum dari awal untuk kebutuhan produksi, Inalum sudah sesuai keputusan pemerintah. Apalagi, lanjut Marwan, ada juga yang bermasalah seperti Pemda dan swasta yang sudah dapat hak pengelolaan.
Marwan juga meminta pemerintah segera mengagendakan pertemuan antara dua BUMN tersebut. Setidaknya bisa ditempuh dengan cara duduk bersama untuk mencapai kesepakatan.
"Dibenturkan Inalum-PLN kalau begini caranya kan bisa mengganggu produksi, ada kompromi jalan tengahnya yaitu tidak terlalu memenuhi PLN," jelasnya.
Karena itu, pihaknya meminta agar Inalum tetap dipertahankan, apapun alasannya negara telah mengambil haknya dari Jepang.
Sebab, keputusan untuk kepentingan negara perlu memenuhi tata negara pemerintahan yang baik. Kedua BUMN tersebut anaknya pemerintah, sehingga harus dibuat keputusan yang tidak merugikan salah satunya.
"Saya kira keputusan untuk kepentingan negara perlu memenuhi tata negara pemerintahan yang baik, mengatasi masalah dengan memaksimalkan upaya PLN yang juga telah dijalankan untuk mengatasi krisis listrik di Sumut ini," katanya.
Sementara, Dirut PT Inalum Winardi mengatakan, selama ini Inalum telah berkontribusi dalam usaha mengurangi krisis listrik di Sumatera Utara dengan memberikan daya sebesar 90 MW yang dihasilkan PLTA milik perseroan.
Daya yang dihasilkan delapan turbin pembangkit, yakni 4 turbin di pembangkit Sigura-gura dan empat turbin di pembangkit Tangga, mencapai total 603 MW pada kapasitas output puncak.
"Setelah dikurangi spinning power dan rugi-rugi transmisi, daya yang sampai di sub station pabrik peleburan Kuala Tanjung hanya sekitar 553 MW saja. Dari daya ini sebanyak 90 MW secara kontinyu sejak November 2013 disalurkan kepada masyarakat Sumut melalui PLN," jelas Winardi.
Sisanya, sebesar 463 MW untuk mengoperasikan 510 unit tungku peleburan dan seluruh fasilitas pendukungnya. Tungku tersebut dioperasikan 24 jam terus menerus selama 6-7 tahun (umur rata-rata tungku).
"Jika tidak mendapatkan energi listrik lebih dari 3 jam, maka tungku akan rusak dan harus dibangun ulang (pot reconstruction) dengan dana milyaran rupiah per tungku," tegasnya.
(izz)