UOB Gelar Kompetisi Karya Lukisan se-Asia Tenggara

Sabtu, 22 November 2014 - 13:00 WIB
UOB Gelar Kompetisi Karya Lukisan se-Asia Tenggara
UOB Gelar Kompetisi Karya Lukisan se-Asia Tenggara
A A A
SINGAPURA - United Overseas Bank (UOB) menggelar kompetisi karya lukisan bertajuk UOB Southeast Asian Painting of the Year 2014 di Singapura.

Deputy Chairman dan Chief Executive Officer, UOB Group, Wee Ee Cheong mengatakan kompetisi UOB Painting of the Year pertama kali diadakan di Singapura pada tahun 1982.

"Pada saat itu kami ingin menggali dan memperkenalkan bakat-bakat seni yang terpendam di Singapura serta memberikan kesempatan kepada para seniman untuk mengekspresikan ide kreatifitas mereka," kata Wee dalam rilisnya, Jumat (21/11/2014).

Menurutnya, seni merupakan suatu medium yang dapat mempersatukan berbagai komunitas dari kultur yang berbeda, sejalan dengan hal tersebut kami meluaskan lingkup kegiatan ini menjadi suatu kegiatan regional semenjak lima tahun yang lalu.

"Saat ini, kami bangga bahwa kegiatan UOB Painting of The Year telah memberikan kontribusi terutama dalam meningkatkan kesadaran terhadap dunia seni dan memberikan pemahaman yang lebih terhadap keunikan ragam budaya di Asia Tenggara," tambahnya.

Sedangkan pemenang 2014 UOB Southeast Asian Painting of the Year yaitu seniman Indonesia Antonius Subiyanto untuk karya lukisannya yang berjudul Old Stock Fresh Menu. Antonius Subiyanto merupakan salah satu dari empat pemenang kompetisi 2014 UOB Painting of the Year country yang diselenggarakan di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.

Hasil karyanya menceritakan kisah tentang kerusakan yang diakibatkan oleh gaya hidup hedonism, dilukiskan melalui gambar produk konsumerisme yang digoreng dalam suatu kuali besar. Tim panel penilai regional sangat terkesan dengan tehnik penataan gambar dan kemampuannya dalam menyampaikan pesan yang suram dengan cara cerdas dan jenaka.

Antonius menjelaskan dia terinspirasi oleh pengalaman hidup di suatu desa di Yogyakarta. Karya seninya mengusungkan tema mengenai budaya toleransi dan empati. Dia melihat sehari-hari kehidupan di Yogyakarta, dimana terdapat gaya hidup konsumerisme yang sangat berlebihan.

"Saya menggunakan arang dan pensil untuk menggambar pondasi dasar lukisan sebelum nantinya saya timpa dengan cat minyak dan disepuh dengan tinta emas untuk menegaskan garis lukisan. Saya menggunakan warna emas sebagai refleksi konsumerisme. Hal ini sangat bertolak belakang dari kehidupan saya di desa," katanya.

Tim penilai regional terdiri dari perwakilan dari masing-masing negara yang ikut serta yaitu Edwin Rahardjo pendiri Edwin Gallery dari Indonesia, Artis kontemporer Malaysia Ivan Lam Dr Bridget Tracy Tan, Direktur Institute of Southeast Asian Arts and Art Galleries, Nanyang Academy of Fine Arts Singapura dan Professor Vichoke Mukdamanee dari Fakultas Seni Rupa, Universitas Silpakorn di Thailand.
(gpr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5237 seconds (0.1#10.140)