Warga Bantul Krisis Gas 13 Kg
A
A
A
BANTUL - Masyarakat di Kabupaten Bantul, Yogyakarta mengalami krisis gas 3 kilogram (kg). Bahkan, harga gas melon tersebut melonjak hingga Rp21 ribu/tabung.
Harga tersebut jauh lebih tinggi dibanding ketentuan PT Pertamina, yakni Rp16.000 sampai ke tangan konsumen. Hal ini diungkapkan Rohmad Nurhadi, warga Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro.
Dia harus mencari ke beberapa warung dan toko untuk mendapatkan gas untuk keperluan rumahnya. Untuk mendapatkannya, dia terpaksa mendatangi pangkalan yang letaknya cukup jauh dari rumahnya.
“Harga yang saya dapatkan sebesar Rp 17.000 dari pangkalan itu,” paparnya, Minggu (23/11/2014).
Hal sama juga dialami Triyono, warga Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan. Laki-laki yang mengaku memiliki kantin di SMP 3 Yogyakarta ini terpaksa harus berkeliling sampai ke ibukota Kecamatan Piyungan untuk mendapatkan gas 3 kg.
Meskipun di wilayahnya sangat dekat dengan tempat pengisian gas atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPPBE), namun tidak menjamin gas tersebut mudah didapatkan.
Dia heran dengan yang terjadi di Bantul, karena untuk mendapatkan gas 3 kg cukup sulit. Harganya di sana bisa mencapai Rp19.000 dan Rp20.000 per tabung, jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga gas di Kota Yogyakarta.
Pemilik pangkalan gas di Kecamatan Bantul, Endang mengatakan, meskipun pemerintah sudah menyatakan ada kenaikan pasokan tetapi kenyataannya pasokan gas ke pangkalannya tetap seperti sebelumnya. Karena pasokan tetap, sehingga membuatnya kewalahan.
“Pusing saya dikejar pembeli. Sekarang pasokan yang biasa habis dalam 5 hari sampai seminggu, sekarang hanya dalam dua hari habis,” ungkapnya.
Pemilik pangkalan di Bambanglipuro, Zahrowi mengaku pasokan ke tempatnya masih sama. Dalam seminggu ia mendapatkan pasokan sebanyak 150 tabung, namun tak berselang lama langsung habis.
Akibatnya, dalam sehari dia sering menolak para pembeli karena stok gasnya sudah habis. “Setidaknya ada 10 orang yang saya tolak,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Elpiji Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) DIY, Dani Isworo mengungkapkan, pasokan gas sudah ditambah sekitar 2%.
Menurutnya, kalaupun masyarakat masih kesulitan itu karena ada peningkatan permintaan. Sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya, ketika musim hujan sudah datang maka konsumsi gas 3 kg akan meningkat.
“Kalau musim hujan yang dulunya menggunakan kayu sekarang beralih ke gas gas 3 kg karena kayu mereka basah. Dan ini wajar karena setiap musim hujan pasti meningkat,” terang Dani.
Harga tersebut jauh lebih tinggi dibanding ketentuan PT Pertamina, yakni Rp16.000 sampai ke tangan konsumen. Hal ini diungkapkan Rohmad Nurhadi, warga Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro.
Dia harus mencari ke beberapa warung dan toko untuk mendapatkan gas untuk keperluan rumahnya. Untuk mendapatkannya, dia terpaksa mendatangi pangkalan yang letaknya cukup jauh dari rumahnya.
“Harga yang saya dapatkan sebesar Rp 17.000 dari pangkalan itu,” paparnya, Minggu (23/11/2014).
Hal sama juga dialami Triyono, warga Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan. Laki-laki yang mengaku memiliki kantin di SMP 3 Yogyakarta ini terpaksa harus berkeliling sampai ke ibukota Kecamatan Piyungan untuk mendapatkan gas 3 kg.
Meskipun di wilayahnya sangat dekat dengan tempat pengisian gas atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji (SPPBE), namun tidak menjamin gas tersebut mudah didapatkan.
Dia heran dengan yang terjadi di Bantul, karena untuk mendapatkan gas 3 kg cukup sulit. Harganya di sana bisa mencapai Rp19.000 dan Rp20.000 per tabung, jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga gas di Kota Yogyakarta.
Pemilik pangkalan gas di Kecamatan Bantul, Endang mengatakan, meskipun pemerintah sudah menyatakan ada kenaikan pasokan tetapi kenyataannya pasokan gas ke pangkalannya tetap seperti sebelumnya. Karena pasokan tetap, sehingga membuatnya kewalahan.
“Pusing saya dikejar pembeli. Sekarang pasokan yang biasa habis dalam 5 hari sampai seminggu, sekarang hanya dalam dua hari habis,” ungkapnya.
Pemilik pangkalan di Bambanglipuro, Zahrowi mengaku pasokan ke tempatnya masih sama. Dalam seminggu ia mendapatkan pasokan sebanyak 150 tabung, namun tak berselang lama langsung habis.
Akibatnya, dalam sehari dia sering menolak para pembeli karena stok gasnya sudah habis. “Setidaknya ada 10 orang yang saya tolak,” ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Bidang Elpiji Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas (Hiswana Migas) DIY, Dani Isworo mengungkapkan, pasokan gas sudah ditambah sekitar 2%.
Menurutnya, kalaupun masyarakat masih kesulitan itu karena ada peningkatan permintaan. Sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya, ketika musim hujan sudah datang maka konsumsi gas 3 kg akan meningkat.
“Kalau musim hujan yang dulunya menggunakan kayu sekarang beralih ke gas gas 3 kg karena kayu mereka basah. Dan ini wajar karena setiap musim hujan pasti meningkat,” terang Dani.
(dmd)