Bangun Sanitasi Butuh Rp273 Triliun
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah masih membutuhkan anggaran sedikitnya Rp273 triliun untuk membangun penyelenggaraan sanitasi yang layak kepada masyarakat dalam hal pengelolaan air limbah.
Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Muhammad Maliki Moersid mengatakan, saat ini presentase capaian sanitasi layak di Indonesia baru mencapai 60%. Angka tersebut masih berada di bawah rata-rata capaian akses sanitasi layak di negara-negara Asia Tenggara.
"Sedangkan target Millenium Development Goals (MDG’s) 2015 sampai dengan tahun 2015 pencapaian akses sanitasi yang layak dapat mencapai 62,41%. Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan target “100-0-100”, yaitu 100% akses air minum yang aman, 0% kawasan kumuh dan 100% akses sanitasi yang layak dalam lima tahun ke depan. Kami menghitung bersama Bappenas kebutuhan anggaran untuk itu semua mencapai Rp273 triliun," ucap dia di Jakarta, Rabu (26/11/2014).
Dia mengatakan, target tersebut akan diupayakan semaksimal mungkin. Apalagi, kata dia, peningkatan akses sanitasi rata-rata per tahun mencapai 2% per tahun.
Mengenai anggaran akan diupayakan melalui APBN, bantuan luar negeri termasuk memberdayakan tanggung jawab perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dan lembaga swadaya masyarakat yang konsen di sektor sanitasi berbasis masyarakat.
"Kita akan upayakan anggarannya melalui APBN, Dana Alokasi Khusus (DAK), bantuan luar negeri termasuk CSR perusahaan. Kita akan menggodok ini semua agar target-target tersebut bisa dicapai," ucapnya.
Lembaga internasional The United Nations Children's Fund (UNICEF) baru-baru ini menyatakan sebanyak 55 juta orang Indonesia masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Menurut data, hal itu membuat Indonesia berada di posisi kedua tertinggi di dunia dalam hal BABS.
“Saat ini pemenuhannya baru 60%, sementara target 40% itu cukup besar, sedangkan selama ini peningkatan kita setahun sekitar 2 % jadi bisa dibayangkan ke depan ini minimal setahun 8% ini memang perlu upaya yang besar,” tambah Maliki.
Namun, kata Maliki, yang lebih penting juga masalah kelembagaan dan juga kesadaran masyarakat, kesiapan lahan dan juga lembaga yang mengelola. "Tapi yang lebih penting masyarakat yang lebih peduli terhadap sanitasi biasanya kita bekerja sama dengan Kementerian lain seperti Kementerian Kesehatan," pungkasnya.
Hingga tahun 2014, SANIMAS atau sanitasi berbasis masyarakat telah diimplementasikan di lebih dari 1.000 lokasi di 33 provinsi di Indonesia. Karena keberhasilannya dalam mengejar ketertinggalan sanitasi yang layak di Indonesia, program SANIMAS diadopsi untuk dilaksanakan melalui DAK sejak tahun 2010 di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
Selain itu, program ini juga diadopsi dan dilaksanakan di lebih dari 900 lokasi pada 5 provinsi dengan pendanaan melalui pinjaman dari Asian Development Bank (ADB).
Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Muhammad Maliki Moersid mengatakan, saat ini presentase capaian sanitasi layak di Indonesia baru mencapai 60%. Angka tersebut masih berada di bawah rata-rata capaian akses sanitasi layak di negara-negara Asia Tenggara.
"Sedangkan target Millenium Development Goals (MDG’s) 2015 sampai dengan tahun 2015 pencapaian akses sanitasi yang layak dapat mencapai 62,41%. Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan target “100-0-100”, yaitu 100% akses air minum yang aman, 0% kawasan kumuh dan 100% akses sanitasi yang layak dalam lima tahun ke depan. Kami menghitung bersama Bappenas kebutuhan anggaran untuk itu semua mencapai Rp273 triliun," ucap dia di Jakarta, Rabu (26/11/2014).
Dia mengatakan, target tersebut akan diupayakan semaksimal mungkin. Apalagi, kata dia, peningkatan akses sanitasi rata-rata per tahun mencapai 2% per tahun.
Mengenai anggaran akan diupayakan melalui APBN, bantuan luar negeri termasuk memberdayakan tanggung jawab perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dan lembaga swadaya masyarakat yang konsen di sektor sanitasi berbasis masyarakat.
"Kita akan upayakan anggarannya melalui APBN, Dana Alokasi Khusus (DAK), bantuan luar negeri termasuk CSR perusahaan. Kita akan menggodok ini semua agar target-target tersebut bisa dicapai," ucapnya.
Lembaga internasional The United Nations Children's Fund (UNICEF) baru-baru ini menyatakan sebanyak 55 juta orang Indonesia masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Menurut data, hal itu membuat Indonesia berada di posisi kedua tertinggi di dunia dalam hal BABS.
“Saat ini pemenuhannya baru 60%, sementara target 40% itu cukup besar, sedangkan selama ini peningkatan kita setahun sekitar 2 % jadi bisa dibayangkan ke depan ini minimal setahun 8% ini memang perlu upaya yang besar,” tambah Maliki.
Namun, kata Maliki, yang lebih penting juga masalah kelembagaan dan juga kesadaran masyarakat, kesiapan lahan dan juga lembaga yang mengelola. "Tapi yang lebih penting masyarakat yang lebih peduli terhadap sanitasi biasanya kita bekerja sama dengan Kementerian lain seperti Kementerian Kesehatan," pungkasnya.
Hingga tahun 2014, SANIMAS atau sanitasi berbasis masyarakat telah diimplementasikan di lebih dari 1.000 lokasi di 33 provinsi di Indonesia. Karena keberhasilannya dalam mengejar ketertinggalan sanitasi yang layak di Indonesia, program SANIMAS diadopsi untuk dilaksanakan melalui DAK sejak tahun 2010 di hampir seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia.
Selain itu, program ini juga diadopsi dan dilaksanakan di lebih dari 900 lokasi pada 5 provinsi dengan pendanaan melalui pinjaman dari Asian Development Bank (ADB).
(gpr)