Hadapi MEA, Industri RI Perlu Edukasi SNI

Sabtu, 29 November 2014 - 06:19 WIB
Hadapi MEA, Industri...
Hadapi MEA, Industri RI Perlu Edukasi SNI
A A A
PALEMBANG - Pemerintah terus berupaya agar produk industri Indonesia mampu bertahan di tengah penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun depan.

Salah satunya dengan mendorong produk-produk dalam negeri memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Kepala Pusat Kerjasama Standarisasi Badan Standarisasi Nasional (BSN) Erniningsih mengatakan, meski saat ini produk negara-negara ASEAN sudah saling memasuki pasar, tapi di era tersebut akan ditetapkan prioritas produk yang sesuai standar masing-masing negara dan sertifikasi internasional.

Mulai dari kosmetik, pangan, mobil, dan lainnya. Karena itu, standarisasi penting dilakukan segera terutama menjelang MEA 2015.

"Pemahaman SNI dibutuhkan agar industri paham kepastian syarat diterimanya produk di pasar ASEAN. Keuntungan lainnya, konsumen bisa mendapat kepastian kualitas dan keamanan produk tersebut, termasuk untuk kelestarian lingkungan," katanya di Palembang, Jumat (28/11/2014).

Namun, upaya standarisasi bukan hanya dilakukan pusat tapi juga Pemda. Peran Pemda diperlukan agar dapat merumuskan standarisasi untuk produk unggulannya dengan tetap diawasi panitia di tingkat Kementerian.

Sumsel dinilai sudah mulai berpartisipasi aktif, ditandai penandatanganan kesepakatan dengan BSN di JCC pada 12 November 2014.

Erni menegaskan, tindak lanjut kerja sama ini diharapkan adanya komitmen dari Pemda untuk meningkatkan perhatian lebih kepada UKM dan melakukan sosialisasi terkait standarisasi.

"Pemprov tetap perlu sosialisasi. Beri perhatian lebih, bila perlu tambahkan dana bantuan. BSN akan lakukan pengawasan untuk melihat kelemahannya," jelasnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemprov Sumsel, Permana mengakui, saat ini daya saing produk ekspor dari UKM Sumsel masih rendah meski ada industri menyatakan surplus.

Pemprov sendiri berupaya memonitoring semampunya. Selain MEA 2015, gerakan standarisasi bahan olahan kayu yang ditetapkan 1 Januari 2015 dipastikannya juga akan menjadi tantangan bagi industri.

"UKM kita di sektor kayu diantaranya kerajinan leuker, partisi, dan lemari. Tapi, belum semua sesuai berstandar nasional maupun standar ekspor. Sebab, di tingkat internasional umumnya mempertimbangkan produk ramah lingkungan," tutur dia.

Begitu juga dengan produk lain seperti karet ataupun migas. Permana menuturkan, produk Sumsel seakan tidak bisa diterima dunia, terutama Eropa karena tidak ramah lingkungan. Kendala internal lainnya peluang pasar global masih tersendat pada rencana infrastruktur yang belum selesaikan.

"Beberapa bulan lalu, Mesir tertarik pada kopi Sumsel dan memesan sampai empat kontainer. Tapi, karena pelabuhan TAA belum bisa menampung, maka dialihkan lewat Lampung. Karena itulah Pemprov terus lakukan percepatan," tukas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.4406 seconds (0.1#10.140)