Kuota BBM Bersubsidi Jebol di Atas 1,5 juta KL
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menegaskan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tetap membuat kuota BBM jebol di atas 1,5 juta kiloliter (KL) dari 46 juta KL yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2014.
SVP Fuel Marketing and Distribution Pertamina Suhartoko menjelaskan, peralihan konsumsi BBM bersubsidi jenis premium ke BBM nonsubsidi jenis pertamax tidak berpengaruh dengan kuota BBM bersubsidi yang telah ditetapkan dalam APBN lantaran jebolnya kuota BBM bersubsidi di dominasi oleh BBM bersubsidi jenis solar.
“Tetap jebol untuk BBM subsidi secara keseluruhan karena solarnya sudah terlalu parah. Total subsidi 46 juta KL tetap jebol, “ kata Suhartoko di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin. Dia menerangkan, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah menunjuk Pertamina sebagai pelaksana distribusi BBM bersubsidi. Selain Pertamina, badan usaha yang ditunjuk untuk menyalurkan BBM bersubsidi adalah AKR Corporindo dan Surya Parna Niaga (SPN).
“Pertamina mendapatkan jatah menyalurkan 45,355 juta KL. Selebihnya, badan usaha yang lain tidak begitu diperhitungkan,” kata dia. Dia menjelaskan, berdasarkan data Pertamina tertanggal (2/12), stok untuk premium tersedia 18,2 hari, solar 20,39 hari, kerosin atau minyak tanah 72 hari, avtur 28,8 hari, pertamax 49,35 hari, pertamax plus 44,9 hari, pertamina dex 75 hari.
Ia menerangkan, sesuai prognosis Pertamina bulan Oktober, konsumsi BBM bersubsidi over kuota sebesar 1,7 juta KL. Suhartoko mengatakan bahwa bagaimana mengatasi over kuota BBM bersubsidi bukan tugas perusahaan. Pasalnya, Pertamina hanya bertugas sebagai pelaksana tugas distribusi.
“Kalau tugas bagaimana biar tidak over kuota ini domain pemerintah. Kita kan hanya pelaksana,” tandas Suhartoko. Pernyataan berbeda disampaikan Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin. Dia justru meyakini bahwa kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan sebesar 46 juta KL aman hingga akhir tahun karena efek dari kenaikan harga BBM bersubsidi.
Naryanto menyampaikan, pemerintah bersama Pertamina dan BPH Migas akan segera membahas untuk mengantisipasi terjadinya over kuota BBM bersubsidi. “Mereka sedang mau bahas. Lagian siapa bilang jebol,” tandas Naryanto. Dia meminta untuk memastikan kuota BBM bersubsidi jebol atau tidaknya maka domainnya berada di BPH Migas. “Tanya BPH Migas saja,” jelasnya.
Kepala BPH Migas Andy Noorsama Sommeng mengatakan, sesuai proyeksi BPH Migas, kuota BBM bersubsdidi akan terlampaui 1 juta KL, lebih rendah dari perkiraan Pertamina 1,3 juta KL. Proyeksi itu, lanjut Someng, berdasarkan tren peralihan konsumsi BBM bersubsidi ke BBM non subsidi. “Sekitar 4-6% pindah ke pertamax,” kata Sommeng.
Nanang wijayanto
SVP Fuel Marketing and Distribution Pertamina Suhartoko menjelaskan, peralihan konsumsi BBM bersubsidi jenis premium ke BBM nonsubsidi jenis pertamax tidak berpengaruh dengan kuota BBM bersubsidi yang telah ditetapkan dalam APBN lantaran jebolnya kuota BBM bersubsidi di dominasi oleh BBM bersubsidi jenis solar.
“Tetap jebol untuk BBM subsidi secara keseluruhan karena solarnya sudah terlalu parah. Total subsidi 46 juta KL tetap jebol, “ kata Suhartoko di Kementerian ESDM, Jakarta, kemarin. Dia menerangkan, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah menunjuk Pertamina sebagai pelaksana distribusi BBM bersubsidi. Selain Pertamina, badan usaha yang ditunjuk untuk menyalurkan BBM bersubsidi adalah AKR Corporindo dan Surya Parna Niaga (SPN).
“Pertamina mendapatkan jatah menyalurkan 45,355 juta KL. Selebihnya, badan usaha yang lain tidak begitu diperhitungkan,” kata dia. Dia menjelaskan, berdasarkan data Pertamina tertanggal (2/12), stok untuk premium tersedia 18,2 hari, solar 20,39 hari, kerosin atau minyak tanah 72 hari, avtur 28,8 hari, pertamax 49,35 hari, pertamax plus 44,9 hari, pertamina dex 75 hari.
Ia menerangkan, sesuai prognosis Pertamina bulan Oktober, konsumsi BBM bersubsidi over kuota sebesar 1,7 juta KL. Suhartoko mengatakan bahwa bagaimana mengatasi over kuota BBM bersubsidi bukan tugas perusahaan. Pasalnya, Pertamina hanya bertugas sebagai pelaksana tugas distribusi.
“Kalau tugas bagaimana biar tidak over kuota ini domain pemerintah. Kita kan hanya pelaksana,” tandas Suhartoko. Pernyataan berbeda disampaikan Plt Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Naryanto Wagimin. Dia justru meyakini bahwa kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan sebesar 46 juta KL aman hingga akhir tahun karena efek dari kenaikan harga BBM bersubsidi.
Naryanto menyampaikan, pemerintah bersama Pertamina dan BPH Migas akan segera membahas untuk mengantisipasi terjadinya over kuota BBM bersubsidi. “Mereka sedang mau bahas. Lagian siapa bilang jebol,” tandas Naryanto. Dia meminta untuk memastikan kuota BBM bersubsidi jebol atau tidaknya maka domainnya berada di BPH Migas. “Tanya BPH Migas saja,” jelasnya.
Kepala BPH Migas Andy Noorsama Sommeng mengatakan, sesuai proyeksi BPH Migas, kuota BBM bersubsdidi akan terlampaui 1 juta KL, lebih rendah dari perkiraan Pertamina 1,3 juta KL. Proyeksi itu, lanjut Someng, berdasarkan tren peralihan konsumsi BBM bersubsidi ke BBM non subsidi. “Sekitar 4-6% pindah ke pertamax,” kata Sommeng.
Nanang wijayanto
(bbg)