PLTS Terangi Wilayah Wisata di Lombok
A
A
A
LOMBOK - PT PLN (persero) menegaskan guna menerangi wilayah wisata utama di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) perseroan mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Manajer Sektor Pembangkitan PLN NTB Ahadi mengatakan terdapat tiga kawasan wisata utama di NTB diantaranya Gili Air, Gili Meno, dan Gili Terawangan. Ke tiga tempat ini tidak lagi diterangi dengan menggunakan pembangkit bahan bakar minyak namun di suplai dengan PLTS.
"Total terpasang PLTS mencapai 820 kilowatt peak (kwp)," kata dia, saat dijumpai di PLTS Gili Meno, Lombok, Mataram NTB, Selasa (9/12/2014).
Menurut dia, tiga pulau tujuan para wisatawan asing ini hanya bisa diterangi dengan PLTS tidak bisa menggunakan tenaga angin. Hal itu lantaran angin di pulau ini tidak konstan.
"Masing-masing pulau mempunyai satu PLTS. Untuk Gili Air kapasitas 160 kwp, PLTS Gili Meno 60 kwp dan PLTS Gili Terawangan 600 kwp," jelasnya.
Ahadi menjelaskan, ke tiga pembangkit ini hanya beroperasi pagi sampai pukul 16.00 WITA tidak bisa menerangi hingga malam hari. Sedangkan untuk malam hari hingga pagi hari pasokan listriknya di peroleh dari jaringan kabel bawah laut dengan total panjang 46,5 kilometer.
"Kenapa tidak bisa sampai malam, karena tidak ada penyimpanan batere. Sehingga listrik harus diambil dari Lombok," katanya.
Dia mengatakan PLTS ini merupakan upaya PLN untuk mengurangi penggunaan BBM pembangkit (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel/PLTD). Lantaran jika terus menggunakan PLTD di tiga pulau ini biaya sangat mahal.
"Jika menggunakan PLTD biaya pengangkutan mahal sekali untuk memenuhi tiga pulau ini. Maka dari itu sejak 2012 dikembangkan PLTS," ungkap dia.
Dikatakan Ahadi untuk kabel bawah laut mampu menyalurkan daya hingga 7 megawatt (mw). Namun daya yang dibutuhkan untuk tiga pulau tersebut hanya 6 mw.
Diketahui, kabel bawah laut dari terpusat di Tanjung Sire membentang hingga Gili Air dengan saluran udara tegangan menengah 20 kilovolt (kv) yang membelah pulau tersebut. Saluran udara itu menuju landing Air II yang kemudian menuju dasar laut ke arah Gili Meno.
Hal yang sama berlaku ketika kabel laut menuju Gili Meno akan sampai titik Landing Meno I. Dari titik tersebut arus listrik disalurkan melalui kabel tegangan menengah menuju landing Meno II. Dari titik itu, kabel menuju ke Gili Terawangan melalui dasar laut. "Kabel laut ini buatan Korea. Sekitar pertengahan 2012 sudah terkoneksi semua," ujarnya.
Dia menerangkan, beban puncak di Gili Air sebesar 1 megawatt (mw) sedangkan untuk Gili Meno juga mencapai 1 mw. Sementara untu wilayaj Gili Terawangan sebesar 4,5 mw.
"Dulu kami menggunakan pembangkit berbahan bakar minyak di masing-masing pulau. Tapi sekarang tidak lagi semenjak ada koneksi bawah laut," tuturnya.
Terkait pembangkitan menggunakan BBM General Manajer PLN NTB Dwi Kusnanto menambahkan, konsumsi rata-rata BBM untuk PLTD di Lombok 800.000 kl per hari. Secara kesuluruhan di NTB konsumsi BBM PLTD mencapai 1000 kl.
"Memang di NTB termasuk salah satu penyumbang terbesar konsumsi BBM. Non BBM 1x25 mw," kata dia.
Berdasarkan data PLN Wilayah NTB konsumsi BBM pembangkit sebesar 88%, MFO 15%, HSD 71%, Biodiesel 1%, Air dan Surya 3% Non BBM 14%.
Manajer Sektor Pembangkitan PLN NTB Ahadi mengatakan terdapat tiga kawasan wisata utama di NTB diantaranya Gili Air, Gili Meno, dan Gili Terawangan. Ke tiga tempat ini tidak lagi diterangi dengan menggunakan pembangkit bahan bakar minyak namun di suplai dengan PLTS.
"Total terpasang PLTS mencapai 820 kilowatt peak (kwp)," kata dia, saat dijumpai di PLTS Gili Meno, Lombok, Mataram NTB, Selasa (9/12/2014).
Menurut dia, tiga pulau tujuan para wisatawan asing ini hanya bisa diterangi dengan PLTS tidak bisa menggunakan tenaga angin. Hal itu lantaran angin di pulau ini tidak konstan.
"Masing-masing pulau mempunyai satu PLTS. Untuk Gili Air kapasitas 160 kwp, PLTS Gili Meno 60 kwp dan PLTS Gili Terawangan 600 kwp," jelasnya.
Ahadi menjelaskan, ke tiga pembangkit ini hanya beroperasi pagi sampai pukul 16.00 WITA tidak bisa menerangi hingga malam hari. Sedangkan untuk malam hari hingga pagi hari pasokan listriknya di peroleh dari jaringan kabel bawah laut dengan total panjang 46,5 kilometer.
"Kenapa tidak bisa sampai malam, karena tidak ada penyimpanan batere. Sehingga listrik harus diambil dari Lombok," katanya.
Dia mengatakan PLTS ini merupakan upaya PLN untuk mengurangi penggunaan BBM pembangkit (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel/PLTD). Lantaran jika terus menggunakan PLTD di tiga pulau ini biaya sangat mahal.
"Jika menggunakan PLTD biaya pengangkutan mahal sekali untuk memenuhi tiga pulau ini. Maka dari itu sejak 2012 dikembangkan PLTS," ungkap dia.
Dikatakan Ahadi untuk kabel bawah laut mampu menyalurkan daya hingga 7 megawatt (mw). Namun daya yang dibutuhkan untuk tiga pulau tersebut hanya 6 mw.
Diketahui, kabel bawah laut dari terpusat di Tanjung Sire membentang hingga Gili Air dengan saluran udara tegangan menengah 20 kilovolt (kv) yang membelah pulau tersebut. Saluran udara itu menuju landing Air II yang kemudian menuju dasar laut ke arah Gili Meno.
Hal yang sama berlaku ketika kabel laut menuju Gili Meno akan sampai titik Landing Meno I. Dari titik tersebut arus listrik disalurkan melalui kabel tegangan menengah menuju landing Meno II. Dari titik itu, kabel menuju ke Gili Terawangan melalui dasar laut. "Kabel laut ini buatan Korea. Sekitar pertengahan 2012 sudah terkoneksi semua," ujarnya.
Dia menerangkan, beban puncak di Gili Air sebesar 1 megawatt (mw) sedangkan untuk Gili Meno juga mencapai 1 mw. Sementara untu wilayaj Gili Terawangan sebesar 4,5 mw.
"Dulu kami menggunakan pembangkit berbahan bakar minyak di masing-masing pulau. Tapi sekarang tidak lagi semenjak ada koneksi bawah laut," tuturnya.
Terkait pembangkitan menggunakan BBM General Manajer PLN NTB Dwi Kusnanto menambahkan, konsumsi rata-rata BBM untuk PLTD di Lombok 800.000 kl per hari. Secara kesuluruhan di NTB konsumsi BBM PLTD mencapai 1000 kl.
"Memang di NTB termasuk salah satu penyumbang terbesar konsumsi BBM. Non BBM 1x25 mw," kata dia.
Berdasarkan data PLN Wilayah NTB konsumsi BBM pembangkit sebesar 88%, MFO 15%, HSD 71%, Biodiesel 1%, Air dan Surya 3% Non BBM 14%.
(gpr)