Subsidi Tetap BBM Pasti Diterapkan 2015

Jum'at, 19 Desember 2014 - 13:01 WIB
Subsidi Tetap BBM Pasti...
Subsidi Tetap BBM Pasti Diterapkan 2015
A A A
JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro memastikan penerapan skema subsidi tetap pada 2015, sehingga fluktuasi harga minyak dunia tidak akan memengaruhi postur belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) di APBN.

“Itu (subsidi tetap) di Januari 2015 karena sudah mulai tahun anggaran baru,” kata Bambang dalam konferensi pers setelah Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional 2014 di Jakarta kemarin.

Bambang mengatakan, skema subsidi tetap itu akan dimasukkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2015 yang akan diajukan ke DPR Januari 2015. Namun, menurut Bambang, besaran subsidi tetap itu belum dapat ditentukan. Menurut dia, besaran subsidi pada premium, solar dan minyak tanah itu masih menunggu proses konsultasi dengan Presiden.

“Kita siapkan memang sejumlah opsi, salah satunya tidak hanya memperhitungkan harga minyak, tapi juga kurs,” kata dia. Dengan menggunakan subsidi tetap, besaran subsidi setiap liter BBM akan pada angka yang tetap, meskipun nilai tukar rupiah dan harga minyak dunia mengalami perubahan. Konsekuensinya, harga ritel BBM seperti premium dan solar di pasaran dapat lebih sering berubah karena tidak dilindungi dengan fleksibilitas subsidi dan harus mengikuti harga pasar.

Terpisah, Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi akan merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghapus BBM jenis premium atau RON 88. Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri mengatakan, rekomendasi tersebut terkait formula BBM bersubsidi. Selanjutnya, kata dia, tidak ada lagi yang namanya RON 88 atau premium namun disediakan RON 92 setara pertamax.

“Pekan ini rekomendasinya selesai,” kata dia, di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, kemarin. Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Djoko Siswanto menjelaskan, rekomendasi kepada menteri ESDM adalah bahwa perhitungan formula BBM RON 88 yakni 98,42 % dari RON 92 ditambah alpha dihapus. “Draf rekomendasinya sedang disusun,” ujarnya.

Dia mengatakan, rekomendasi itu diambil setelah melakukan pertemuan dengan Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Dalam pertemuan itu terungkap Pertamina mencampur bahan bakar RON 92 atau setara pertamax untuk menghasilkan RON 88 atau premium. Adapun pencampuran itu dilakukan di Singapura atas rekomendasi Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM.

“Akhirnya kita ketergantungan satu tempat penghasil RON 88 di Singapura. Sedangkan di negara mana pun tidak ada RON 88, adanya RON 92,” ujarnya. Diketahui, Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM yang mengharuskan spesifikasi RON 88 untuk BBM bersubsidi yang menyebabkan Pertamina tidak bisa meningkatkan kualitas BBM bersubsidi. Baik Petral maupun Pertamina tidak bisa meningkatkan kualitas BBM subsidi karena masalah keterbatasan otoritas.

Tim Reformasi Tata Kelola Migas menginginkan agar spesifikasi BBM bersubsidi ditingkatkan agar masyarakat memperoleh kesempatan mendapatkan BBM dengan kualitas yang lebih baik. Lebih lanjut, anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas lainnya Agung Wicaksono mengatakan bahwa PT Pertamina (persero) merogoh kocek hingga USD13 miliar per tahun untuk mengimpor BBM premium dari Singapura. Nilai tersebut setara dengan biaya investasi pembangunan kilang minyak baru.

Menurut Agung, yang harus dilakukan saat ini adalah mengalihkan impor BBM dengan membangun kilang di dalam negeri untuk membangun ketahanan energi nasional. Anggota Komite Reformasi Tata Kelola Migas Darmawan Prasodjo menambahkan, dari total biaya hilir Pertamina yang mencapai USD63,6 miliar, sebanyak USD57 miliar di antaranya digunakan untuk pengadaan minyak mentah dan produk minyak.

“Kalau saja ada optimalisasi 2,5%, maka EBITDA Pertamina bisa naik jadi USD1,5 miliar atau senilai Rp20 triliun per tahun,” kata dia. Saat ini, kilang Pertamina sudah tua sehingga terpaksa menggunakan minyak mentah jenis sweet crude yang harganya jauh lebih mahal. Padahal, jika bisa mengolah heavy crude, biaya yang dikeluarkan akan lebih murah.

Ria martati/ Nanangwijayanto
(ars)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9145 seconds (0.1#10.140)