Rupiah Bangkit Tunggu Penguatan Pasar Modal
A
A
A
JAKARTA - Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI), Ryan Kiryanto mengatakan, penguatan rupiah ke level Rp12.000/USD masih menunggu tahun depan, yang akan didukung penguatan pasar modal.
"Mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama kurs rupiah akan dapat kembali ke kisaran Rp11.000-Rp12.000 per USD ditopang oleh kenaikan IHSG pada rentang 5.400-5.600 di tahun 2015," ujar Ryan, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (19/12/2014).
Dia menyebutkan, faktor eksternal juga terus membayangi pergerakan rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) menjelang akhir 2014, tidak akan lepas dari situasi ekonomi global.
Faktor eksternal pertama adalah rencana normalisasi kebijakan The Fed melalui kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.
Kedua, adalah jatuhnya harga minyak dunia yang amat tajam – dari yang lazimnya di atas USD100 per barel menjadi USD65 per barel.
Ketiga, ketegangan politik di Rusia pasca-aneksasi wilayah Kremia di Kroasia dan ketegangan politik di Timur Tengah menyebabkan pelaku pasar global memburu dolar AS sebagai safe heaven.
Keempat, karena berlakunya rezim suku bunga ultra rendah (bahkan sampai minus 2%) di kawasan Uni Eropa membuat mata uang euro tertekan terhadap dolar AS.
"Mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama kurs rupiah akan dapat kembali ke kisaran Rp11.000-Rp12.000 per USD ditopang oleh kenaikan IHSG pada rentang 5.400-5.600 di tahun 2015," ujar Ryan, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (19/12/2014).
Dia menyebutkan, faktor eksternal juga terus membayangi pergerakan rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) menjelang akhir 2014, tidak akan lepas dari situasi ekonomi global.
Faktor eksternal pertama adalah rencana normalisasi kebijakan The Fed melalui kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.
Kedua, adalah jatuhnya harga minyak dunia yang amat tajam – dari yang lazimnya di atas USD100 per barel menjadi USD65 per barel.
Ketiga, ketegangan politik di Rusia pasca-aneksasi wilayah Kremia di Kroasia dan ketegangan politik di Timur Tengah menyebabkan pelaku pasar global memburu dolar AS sebagai safe heaven.
Keempat, karena berlakunya rezim suku bunga ultra rendah (bahkan sampai minus 2%) di kawasan Uni Eropa membuat mata uang euro tertekan terhadap dolar AS.
(dmd)