Menakar Kinerja Kemenko Kemaritiman

Rabu, 31 Desember 2014 - 09:33 WIB
Menakar Kinerja Kemenko Kemaritiman
Menakar Kinerja Kemenko Kemaritiman
A A A
KEHADIRAN kementerian baru, yakni Kementerian Koodinator bidang Kemaritiman (Kemenko Kemaritiman) menjadi harapan bagi dunia kelautan di Tanah Air yang selama ini terlupakan.

Pertanyaannya, bisa kah kementerian ini melaksakanan tugas mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai bangsa maritim yang besar?

Tepat pada 26 Oktober 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengangkat Indroyono Soesilo sebagai orang nomor satu di kementerian tersebut.

Lahirnya kementerian ini di Kabinet Kerja, menjadi mesin utama bagi Jokowi dalam mewujudkan konsep Poros Maritim. Apalagi ide membangun Kemenko Kemaritiman sudah lama digaungkan Jokowi, sebelum kampanye Pilpres 2014.

Sebelum Kemenko Kemaritiman terbentuk, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dalam beberapa kesempatan mengusulkan agar Jokowi membentuk kementerian maritim yang khusus mengatur kelautan dan perikanan nasional.

Wakil Ketua Umum Kadin bidang Kelautan dan Perikanan, Yugi Prayanto mengemukakan, Indonesia memiliki kompleksitas tersendiri dalam masalah kelautan dan perikanan. Sebab, negeri ini dikenal sebagai negara maritim yang mempunyai sejumlah pulau, serta wilayah laut yang luas.

"Kami melihat persoalan maritim dan kelautan itu rumit. Jadi menurut saya, lebih baik ada kementerian koordinator maritim," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Senin (22/9/2014)

Kini, Kemenko Kemaritiman terbentuk. Kementerian tersebut menaungi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kementerian Pariwisata.

Namun, setelah 2 bulan mengemban tugas, belum ada tanda-tanda rencana aksi dan pekerjaan signifikan. Hal ini disampaikan pengamat ekonomi martim yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Harim.

Dia mengatakan, kinerja Kemenko Kemaritiman belum terlihat. Bahkan, terkesan tumpang tindih dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selama ini, apa yang dibicarakan Menko Kemaritiman adalah soal yang sama dibahas Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

"Sampai hari ini belum tampak kinerjanya. Sehingga sulit bagi kami untuk melakukan penilaian, karena belum terlihat sedikitpun yang menjadi tugasnya. Malah yang muncul justru pekerjaan yang mengurangi kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan. Tidak ada pekerjaan fokusnya, termasuk anggaran," ujar Abdul kepada Sindonews, Jumat (26/12/2014)

Dia menuturkan, jika berbicara mengenai isu kemaritiman Indonesia, sebetulnya sudah sejak lama sektor maritim bekerja sama dengan Malaysia dan Singapura. Ini sudah berlangsung sejak 1980-an. Namun, baru sekarang Kemenko Kemaritiman dibuat.

"Sayang, sampai dengan detik ini belum jelas apa yang sudah dikerjakan, apa yang sudah dikeluarkan oleh Kemenko Maritim? Lembaga pemerintah yang dinakhodai Indroyono ini baru mengungkapkan wacana, akan melakukan planning A,B dan C. Ironisnya, planning-planning tersebut mengulang apa yang dilakukan KKP," bebernya.

Di sisi lain, Menko Kemaritiman Indroyono Soesilo mengatakan, kementeriannya efektif bekerja pada 2015. Dia telah mengusulkan tambahan anggaran kepada Presiden Jokowi yang akan dimasukkan dalam list Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P). Anggaran tersebut nantinya akan dikhususkan untuk penguatan kapal-kapal yang mengawasi laut Indonesia.

"Ini untuk tambah anggaran pelayaran perintis, peningkatan kemampuan pengawasan, tambah peningkatan hari layar untuk pengawasan baik kapal-kapal kita maupun TNI-Polri dan juga KKP," terangnya di Istana negara, Jakarta, Rabu (24/12/2014)

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowadoyo menyoroti hendaknya sektor kemaritiman tidak hanya berfokus pada kapal, tapi galangan kapal dan pelabuhan.

"Kami pesan, kalau bicarakan maritim, jangan bicara kapal saja. Tapi, ada galangan kapal dan pelabuhan. Kami sambut baik kalau pemerintah prioritas ke sektor maritim. Tetapi, di timur Indonesia masih ada kendala struktural. Kapal yang mau turunkan barang sulit karena pelabuhan sempit dan kurang dalam," ujarnya dalam Rapimnas Kadin di Hotel Pullman, Jakarta, Selasa (9/11/2014).

Selain masalah kedalaman, dia menyebutkan, proses penurunan barang dari kapal juga masih tersendat dan menyebabkan biaya tinggi.

"Kapal yang baru merapat disuruh pindah, karena ada kapal penumpang lain yang singgah. Jadi, bisa sampai dua bulan hanya untuk menurunkan barang. Penyaluran pun tersendat makanya inflasi tinggi," jelasnya.

Mantan menteri keuangan (Menkeu) ini menyebutkan, pendapatan negara dari sektor tersebut masih minim dibandingkan dengan potensi kelautan yang ada di Indonesia.

"Kecil sekali penerimaan dari sektor maritim. Setahun yang lalu hanya Rp300 miliar. Padahal, potensinya triliunan. Jadi, ke depan galangan kapal dan pelabuhan perlu diatasi. Saya rasa area itu yang saya ingin angkat," ungkapnya.

Melihat berbagai permasalahan di atas, tak sedikit banyak orang yang meragukan kinerja Kemenko Maritim ini sendiri sebetulnya fokus dimana.

Namun, tantangan pembangunan yang dihadapi Kemenko Kemaritiman sejatinya tidak hanya masalah infrastruktur dan pembangunan di sektor riil. Tapi, juga jumlah pendanaan sektor maritim dari pasar modal masih minim.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menyebutkan jumlah pendanaan sektor maritim dari pasar modal masih sangat kurang.

Menurutnya, dari total penerbitan efek yang tercatat sebesar Rp1.092 triliun, sektor maritim hanya mendapatkan Rp9 triliun.

"Dari sektor pasar modal hingga September, baru tercatat 17 emiten di sektor kemaritiman dari total 845 emiten, yang memperoleh pendanaan dari pasar modal lebih dari Rp9 triliun, kira-kira hanya sebesar 0,8% dari total nilai penerbitan efek," ujar Muliaman di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (27/11/2014)

Sebab itu, pihaknya berharap, jumlah penyaluran kredit dan pembiayaan yang diberikan kepada pelaku ekonomi bidang kemaritiman bisa segera ditingkatkan.

"Masih perlu ditingkatkan, supaya potensi kelautan bisa memberikan manfaat yang semakin besar kepada seluruh masyarakat," terangnya.

Banyak Masalah di Laut

Di sisi lain, pengamat menilai anggaran-anggaran di bidang kemaritiman harus dialokasikan dengan benar, jangan sampai tumpang tindih dengan kementerian kelautan dan perikanan. Karena sektor kemaritiman tidak hanya berbicara soal ikan. Banyak masalah-masalah di laut yang belum tertangani

Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI) Y Paonganan berpendapat Kemenko Kemaritiman yang baru terbentuk hanya fokus pada masalah ikan berkaitan dengan kegiatan illegal activity.

"Kalau kita bicara soal illegal activity di laut, kenapa hanya ikan? Emang itu saja? Banyak ilegal yang sumbernya dari laut. Sekarang yang lagi marak, misalnya penyelundupan narkoba di laut, human traficking, pemalsuan umur kapal. Itu kan ilegal semua. Terus, masuknya BBM ilegal lewat laut. Itu ilegal juga. Kenapa mereka cuma fokus di ikan saja? Berarti kan pemahaman mereka, maritim itu hanya di ikan. Ikan itu hanya 10% dari potensi kelautan kita," jelasnya kepada Sindonews, Jumat (26/12/2014)

Menurut Paonganan, sektor lain yang penting adalah edukasi kemaritiman. Artinya, Kemenko Kemaritiman harus paham betul mengenai seluruh aktivitas manusia di laut yang terkait dengan ekonomi.

"Ekonomi maritim enggak hanya soal ikan. Banyak hal yang terkait di dalamnya. Contoh, masalah pelayaran dan pariwisata bahari. Ada beberapa poin lagi. Misalnya, pemetaan dasar laut untuk pipa dan kabel bawah laut. Banyaklah aktivitas dasar laut yang memang jadi konsen. Termasuk budaya maritim," terang pria yang akrab disapa Ongen ini.

Menurutnya, budaya maritim adalah budaya dasar Indonesia. Karena Indonesia adalah negara kepaulauan. Sejak dulu, bangsa ini banyak berinteraksi dengan laut. Sehingga, jika bicara maritim bukan hanya empat sektor kementerian (KKP, ESDM, Perhubungan dan Pariwisata).

"Kalau saya boleh bersuara, saya pikir semua sektor kementerian itu harus terintegrasi dengan konsep maritim. Jadi, enggak hanya dibatasi dalam empat kementerian itu," tegasnya.

Di sisi lain, dia memandang Kemenko Maritim perlu di Indonesia namun jika berbentuk koordinator, cakupannya terlalu luas.

"Lebih baik kementerian maritim saja. Karena maritim itu teknis. Nah, sekarang ini, apalagi menteri koordinator maritimnya itu kan basic-nya geologi, pernah jadi sekretariat badan riset kelautan zaman Pak Fredy Numberi. Jadi, pemahaman dia itu hanya sekadar kelautan yang dia gembar-gemborkan bersama Susi Pudjiastuti," ungkap Ongen.

Hal ekstrem disampaikan Sekjen Kiara Abdul Harim. Menurutnya, jika pekerjaan Kemenko Maritim tumpang tindih dengan kementerian lain, lebih baik kementerian tersebut dibubarkan, atau diubah namanya menjadi Kementerian Koordinator bidang Kelautan.

"Kita masih beri kesempatan di tahun 2015 untuk Kemenko Maritim, mulai saja melakukan pemetaan, mana kebijakan yang berpotensi bertubrukan dengan empat kementerian yang ada di bawahnya. Jika bertubrukan, langkah apa yang harus dilakukan Kemenko Kemaritiman sebagai koordinator, sembari menunggu kepastian anggaran," ujarnya.

Dia juga berharap, Kemaritiman Indonesia dapat meningkatkan pelayanan terpadu di jalur perdagangan internasional di alur kepulauan Indonesia. Pelayanan tersebut harus bagus. Karena Malaysia dan singapura lebih bisa memanfaatkan sektor pelayanan tersebut ketimbang Indonesia.

Selain itu, memperbaiki sarana prasarana kemaritiman, sehingga pelayanan terhadap perdagangan bisa maksimal. Jika maksimal, itu bisa meningkatkan devisa negara.

Pertanyaannya mampukah Kementerian Koordinator bidang Kemaritiman bekerja sesuai dengan ekspektasi bangsa dan negara? Masyarakat menunggu.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4941 seconds (0.1#10.140)